-6-

45 8 1
                                    

Kira-kira gimana nih nasib Yuri ya? Hmmm...
Kita lanjut lagi yuuuuuuk ~







***

Sepanjang perjalanan pulang, Jivan banyak bertanya mengenai maksud dari Sagala. Mengenai jas putih dan bagaimana bisa Yuri dan Sagala bertemu sebelumnya. Satu sisi, Yuri pikir Jivan sudah mendengar peristiwa tersebut dari mulut lelaki itu, nyatanya Sagala tidak menceritakan sedikit pun mengenai hal ini.

Ada rasa was-was yang Jivan tunjukkan saat mendengar cerita Yuri, sejauh ini Sagala bukanlah orang yang terlihat ramah. Lelaki itu selalu disegani di mana pun dirinya berada, walau sebenarnya lelaki itu baik jika sudah kenal dekat, tapi tetap saja bagi Yuri sosok Sagala cukup menyebalkan.

Jivan hanya bisa memberikan semangat dan terbuka untuk dihubungi atau bertemu Yuri kapan pun selama dirinya bisa, sejauh ini Yuri pun tidak menyangka bahwa Jivan akan mengantarkan dirinya sampai di titik ini.

"Semangat ya Yur, apa pun yang kamu mau sampein bisa telpon atau ketemu sama aku. Sekarang istirahat ya" Jivan berucap dari jendela mobilnya, Yuri mengangguk dan tersenyum "Makasih kak, selamat istirahat juga ya" Jivan tersenyum dan melihat kepergian perempuan itu, ia beranjak pergi setelah memastikan Yuri memasuki lobby apartemen.

***

Yuri kini dipusingkan dengan kegiatan cuci mencuci jas Sagala, setelah dirinya tidak berhasil untuk mencuci jas Sagala di laundryan terdekat kini ia harus rela untuk mencucinya sendiri dengan modal tekad dan juga intruksi dari video yang ia lihat.

Selama sekitar tiga puluh menit berkutik di tempat cuci, Yuri dikagetkan dengan kedatangan Arsa yang baru saja pulang dari acara makan malam bersama keluarga Dhika. Arsa memang sudah dekat dengan keluarga besar Dhika, dan bisa dilihat juga hubungan keduanya memang sudah mendapatkan restu.

Jika bisa dibilang Dhika dan Arsa bisa menikah cepat, tentu bisa. Keduanya sudah sama-sama mengenal keluarga masing-masing tapi entahlah semua ini masih hanya sebuah pembicaraan, karena Arsa sendiri ingin tetap bisa menafkahi Yuri sampai Yuri benar-benar bisa mandiri dan juga dianggap berada di fase yang cukup matang untuk menjalani hidupnya.

Mungkin itu yang selalu menjadi alasan yang membuat Dhika menunda niatan melamar Arsa, dan selama ini ia pun mendukung apa pun pilihan Arsa karena tau bahwa kedua bersaudara ini memang sudah saling bergantung tanpa kedua orang tua.

"Kamu ngapain?"

"Nyucilah, masa tidur" celetuk Yuri, ada tatapan serius dari wajah Arsa memandanginya.

"Makan dulu, ini ada makanan dari rumah Dhik" ucap Arsa

"Iyaaaaa"

Selesai makan, Yuri masih diam seolah dirinya penuh dengan pikiran berat dalam otaknya. Melihat Arsa kini sedang bersantai setelah mandi dan memakai masker di ruang tengah, mungkin ini saat yang pas untuknya mengatakan berita baik.

"Kak, aku ada kabar" ucap Yuri mengambil tempat di samping sang Kakak yang berbaring santai.

"Aku dapet kerjaan, mulai besok" ucap Yuri, Arsa membuka matanya dan menatap wajah sang adik.

"Serius?" Yuri mengangguk senang, dan dengan reflek Arsa memeluk sang adik. "Akhirnya, selamat ya sayang. Mau kakak bantu besok pakaiannya?" tanya Arsa bersemangat.

Arsa segera berlalu ke arah kamarnya, mengeluarkan beberapa baju kerja miliknya yang bisa Yuri gunakan, Yuri terdiam dan melihat Arsa berlaku seperti itu membuatnya merasa bersalah karena dirinya hanya bekerja sebagai asisten dengan pakaian bebas bukan seperti Kakaknya yang bekerja di perusahaan besar dan pakaian formal.

MARRY YOU.  [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang