-16-

27 7 0
                                    

Kyaaaaa, lanjut lagi yuuuuk

Selamat membaca semuanya, enjoy! 


***

Seperti mimpi indah, Yuri terbangun saat memandangi Dhika yang tengah menyuapi Arsa. Rupanya sang kakak sudah sadar dari tidurnya yang panjang. Yuri tersenyum memperhatikan bagaimana Dhika berusaha untuk membujuk Arsa menyuap setiap makanannya. Lembutnya ucapan Dhika pada Arsa saat ini, membuat Yuri seketika teringat pada momen makan es krim semalam dengan Sagala. 

Dengan cepat Yuri menepis ingatan itu, ia terduduk dan membuat Dhika menoleh terutama Arsa. Yuri pun segera beranjak dari sofa dan melangkah dengan wajah bersalahnya, Dhika memberikan senyuman menyambut Yuri. 

"Yuri, mau suapinin Arsa dulu? aku mau beli minuman di luar" Dhika memberikan sepiring sarapan Arsa, Yuri pun menerimanya dengan anggukan. 

"Sayang, aku beli minum sama cemilan dulu ya" Dhika mencium kening Arsa sebagai tanda pamitnya. Hingga langkah kaki Dhika sampai ke pintu, selama itu juga Yuri terus memandangi wajah dingin Arsa. 

Yuri menyendokkan bubur Arsa, isi kepalanya terasa ramai terus berusaha keras untuk merangkai kata-kata yang pas sebagai pembuka. Yuri hanya bisa tertunduk, walau sebenarnya di saat itulah Arsa memperhatikannya. 

Usapan tangan kanan Arsa yang terpasang infus pun terasa, tepat berada di puncak kepala Yuri. Tanpa ucapan tangis Yuri pecah begitu saja dan suasana dramatis pun terasa memenuhi ruang. 

"Maafin kakak yang udah terlalu keras sama kamu" Arsa masih mengelus kepala sang adik dengan lembut. Tubuh Yuri pun terasa bergetar, isakan tangisnnya terus keluar memenuhi indera pendengaran. 

Yuri menyimpan piring Arsa di nakas samping kasur, ia segera memeluk erat tubuh lemas Arsa. "M-maafin Yuri ya kak, Yuri bakal buktiin ke ka Arsa kalau Yuri bisa" ucapan itu menggema di punggung Arsa. 

"K-kalau kakak mau Yuri keluar dari kerjaan ini, Yuri gak papa. Yang penting bisa deket sama kakak terus" lanjutnya. 

"Maaf Yuri nekat, Yuri cuman mau bikin kakak bangga" Arsa mengelus punggung Yuri, air mata keduannya pun benar-benar saling membasahi pipi masing-masing. 

"Yuri bakal nurut kak, gak akan cari kerja yang jauh. Gak akan bikin kakak khawatir lagi" isakan itu masih membuat Yuri sedikit menekan kata-katanya. 

Yuri melepas pelukan Arsa, ia segera menciumi punggung tangan Arsa. 

"Yuri sayang" Arsa hanya bisa membalas dengan ucapan itu, rasanya saat ini perasaan Arsa campur aduk. Bahkan melihat sang adik sudah seperti ini, membuat Arsa sadar bahwa semua berjalan begitu cepat. 

"Kakak selalu bangga sama Yuri" Arsa memberikan senyumannya, di situlah segala amarah dan suasana dingin diantara Yuri dan Arsa perlahan kembali menghangat. 

***

"Yuiiiii" panggilan menggemaskan itu kembali terdengar dari gendang telinga Yuri. 

Kiyan berlari dengan sangat semangat untuk menghampirinya dari lorong rumah sakit, sedangkan sosok Kiyan, Nugi dan Naka terlihat berjalan santai dengan tawa saat melihat reaksi Kiyan yang terlalu semangat. 

"Kiyan semangat banget ketemu Yuri" celetuk Naka, "Liat deh, bentar lagi mereka bakal pelukan erat Ka" tawa Nugi. 

Benar saja seperti apa yang Nugi duga, Kiyan memeluk erat Yuri seolah sudah sangat lama tidak berjumpa. Yuri sendiri bisa menghirup aroma bayi yang melekat di tubuh Kiyan, "Aku kangen banget sama kamu Kiyan" Yuri pun menggendong Kiyan dan mengelus punggung kecilnya. 

MARRY YOU.  [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang