***
Seketika hening menyelimuti hawa di antara Sagala dan Arsa, keduanya seolah berusaha mencerna ungkapan lawan bicaranya masing-masing. Sagala pun tidak berani memulai pembicaraannya lagi, ia memilih untuk menunggu Arsa yang berbicara lebih dahulu.
Benar saja Arsa sudah terlihat lebih tenang dan mulai merapihkan rambut panjangnya yang tergerai, "Gue bikinin minuman ya, mau teh apa kopi?" tawarnya
"Kopi panas sedikit gula ya, makasih Sa" Arsa tersenyum dan beranjak dari meja.
Saat perempuan itu sibuk dengan kegiatan membuat kopi, Sagala menoleh ke arah ruang tengah yang terlihat tanpa sekat dari sini. Ia berjalan melangkah mendekati area dimana Dhika sudah tertidur pulas di sofa dengan tayangan bola yang masih berlangsung.
Arsa sedikit menoleh menyadari pergerakan Sagala yang sudah berjalan, namun ia memilih diam dan membiarkan Sagala menemui Yuri.
Sagala terjongkok melihat Yuri yang terduduk meringkuk bersandar di sisi lemari, ada hawa dingin dari area kamarnya yang bisa Sagala rasakan. Sagala sempat memperhatikan bagaimana gambaran kamar Yuri yang penuh dengan barang-barang koleksi dan nuansa warna ungu muda dan kuning yang mendominasi.
Wajah Sagala kembali terfokus pada sosok yuri yang tertidur pulas, ada senyuman yang muncul saat merasakan hawa sejuk dari pemandangan indah ini.
"Kamu sudah tidur duduk ya ternyata" ucap Sagala yang mengelus puncak rambut Yuri.
Seketika Sagala mendengar langkah yang mendekatinya, wajah Arsa terlihat basah mungkin perempuan itu baru saja mencuci mukanya setelah menangis. Sagala terdiam dan memperhatikan bagaimana Arsa tersenyum memandangi Yuri.
"Dari kecil, setiap ada hal yang mau dia denger sering kali dia ngintip dari celah benda besar dan bakal jongkok atau duduk sampai ketiduran" penjelasan Arsa membuat Sagala mengangguk mengerti, tidak heran jika Yuri di mode sadar atau mabuk sekali pun bisa tertidur dengan posisi seperti ini.
"Bang, boleh bantuin gue pindahin Yuri ke kasurnya?" pandangan Arsa terlihat polos dan dengan anggukan Sagala menyetujuinya.
Sagala pun menggendong Yuri ala bridal style, langkahnya memasuki kamar diikuti oleh Arsa yang ikut membantu membuka selimut di kasur. Yuri pun tertidur dengan pulas dan dengan lembut Arsa menutup tubuh adiknya dalam balutan selimut berwarna ungu muda. Arsa terduduk sebentar untuk mengelus kening adiknya, Sagala hanya diam memperhatikan momen hangat ini.
Tidak ingin merusak suasana, Sagala melangkah keluar kamar dan tidak lama dari itu Arsa kembali dengan wajah yang sudah terlihat jauh lebih membaik.
"Kopinya udah siap, minum dulu yuk" ajaknya
Sore ini Arsa dan Sagala menikmati secangkir kopi dan roti yang sudah Sagala belikan. Tidak ada pembahasan yang lebih serius selain membahas tentang pekerjaan. Selesai dengan semuanya Sagala pun berpamitan pulang.
Arsa mengantar Sagala hingga pintu unitnya, "Bang, makasih ya buat semuanya. Udah jaga Yuri dan berani ngomongin ini semua ke gue"
Sagala memberikan senyumannya, "Gue yang makasih, lo bisa kasih waktu buat gue jelasin semua" seketika Arsa mengangguk dan terdiam beberapa saat.
"Bang, gue izinin hubungan lo sama Yuri. Tapi untuk nikah boleh gak jangan tahun ini?" Sagala terlihat tidak menyangka dengan jawaban Arsa yang memberikan lampu hijaunya.
"Tahun depan, gue harus puas-puasin punya waktu sama Yuri" Arsa kini terlihat lebih rileks membahas hal ini.
Sagala mengangguk, "Thanks ya Sa, walau pun nanti Yuri jadi istri gue bukan berarti dia gak jadi adik lo lagi. Gue gak akan pernah larang dia buat ketemu dan habisin waktunya sama lo"
—"Kita sama-sama sayang sama Yuri, tapi bukan berarti ngambil sesuatu yang emang porsinya Yuri bareng sama orang tersayang di hidup dia kan?" Arsa tersenyum atas jawaban yang Sagala berikan.
Keduanya saling mengangguk dan tawa terdengar di ambang pintu, "Gue balik ya, salam buat Dhika sama Yuri" Arsa mengangguk, "Hati-hati ya bang" Sagala pun memberikan senyuman.
Sepanjang jalan Sagala merasa semuanya berjalan dengan lancar, hatinya terasa begitu lega setelah mendapatkan izin penting dari Arsa, bahkan di perjalanan pulang ini Sagala habiskan energinya untuk bernyanyi lagu-lagu cinta yang membuat ingatannya terfokus pada sosok manis Yuri.
Sedangkan bagi Arsa, kepulangan Sagala membuat perasaannya terasa lebih luas. Sebelumnya pikiran dan hatinya mungkin terkesan kaku dan terlalu khawatir akan perkembangan Yuri, tapi kali ini semua terasa berbeda.
Arsa menghabiskan waktu cukup lama untuk duduk di sisi kasur memandangi sang adik yang sudah tertidur dengan dengkuran halus. Arsa memutar kembali memori sedari kecil saat dirinya bertemu Yuri kecil yang baru dilahirkan di dunia, bagaimana tangan kecil Yuri sudah bisa mengait di jemari Arsa dan perlahan waktu berubah menjadi genggaman, pelukan dan hingga saat ini rangkulan untuk tetap berjalan bersama melewati waktu di dunia hanya berdua.
"Kamu cepet banget tumbuhnya" Arsa menghela napasnya menahan untuk tidak menangis, hanya berusaha tersenyum tegar akan semua yang sudah ia ketahui.
***
"Sayaaaaaaang!" suara mengigau Dhika membuat Arsa yang tengah menonton serial di televisi pun menoleh, ia hanya melihat bagaimana Dhika memeluk erat bantal sofa dengan wajah bantalnya.
Arsa tidak menjawab dan kembali memakan keripik di sela-sela acara menontonnya, hingga tidak lama kemudian ekor matanya merasakan pergerakan dari sisi kiri dimana Dhika sudah terduduk.
"Yanggg" panggil Dhika yang mulai memperhatikan sekelilingnya.
Arsa menoleh dengan mengunyah keripiknya, "Bang Saga kemana? kamu usir?" Arsa mengangguk dengan wajah seriusnya dan membuat Dhika kini mendekatkan posisi duduknya.
Wajah bantal Dhika terlihat polos dengan penuh rasa penasaran "Yang kamu apain dia? kasian banget diusir" nada bicara Dhika terdengar khawatir sedangkan Arsa menahan untuk tidak tertawa.
"Aku marah jadi aku usir" tambah Arsa yang mulai di mode antagonis
Dhika terlihat mencari handphonenya yang berada di meja, wajahnya terlihat serius seolah ada hal penting yang perlu ia lakukan.
"Kamu ngapain?" Arsa bingung memperhatikan tingkah kekasihnya
"Nelpon bang Saga, dia pasti ancur banget sekarang" seketika Arsa tertawa kencang dan membuat Dhika bingung.
"Aku becanda sayang" seketika wajah bingung Dhika berubah menjadi wajah tidak terima, sungguh itu selalu menjadi bumbu dalam hubungan keduanya. Arsa memang sering kali mengerjai Dhika apalagi jika kekasihnya berada di mode linglung baru bangun tidur seperti ini.
"Oooh... berani ya kamu ngerjain aku, mau aku hukum?" goda Dhika yang kini tertawa jahil mulai mendekati Arsa.
Arsa sendiri memberikan ancang-ancang untuk lari namun sayang tenaga Dhika terlalu cepat dan kuat untuk menahan tubuh Arsa agar tetap di sofa, lelaki itu mulai menggelitik tubuh Arsa hingga tawa yang besar lolos begitu saja memenuhi ruang tengah.
"Jadi ini pelakunya hah?!" tawa Dhika yang membuat Arsa kini berwajah merah seperti tomat.
"Ampuuuuun!"
"Tidak ada ampuuuuun bagimu sayang" Dhika segera memberikan banyak kecupan di wajah kekasihnya dan membuat Arsa pasrah dengan apa yang ia terima.
Sore ini keadaan di ruang tengah terasa hangat, tawa Dhika setelah memandangi wajah Arsa yang sudah dihujani kecupan menjadi pemandangan indah melebihi langit senja yang sudah menjingga. Deru napas yang Dhika rasakan dari Arsa menjadi pacuan bagi jantung keduanya dan juga rasa kupu-kupu terbang dari dalam perut tidak bisa dihindari lagi.
Setelahnya Dhika menerima cerita yang Arsa ungkapkan secara jelas hingga momen di saat Sagala mendapatkan izinnya. Sedangkan Dhika mengangguk senang atas pilihan yang sudah Arsa lakukan, dirinya merasa bangga melihat bagaimana tegas dan baiknya Arsa untuk memberikan lampu hijau pada hubungan Yuri.
"Yuri kalo udah tau ini pasti bakal sujud syukur ke kamu deh yang"
Arsa tertawa geli, "Dia pasti dramatis banget, kamu tau kan Yuri kadang kaya gimana?"
Keduanya pun tertawa sambil menikmati keripik dan kembali menonton televisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
MARRY YOU. [ON GOING]
FanfictionYurissa Adlina adalah seorang perempuan yang sedang mencari pekerjaan dan mengharapkan kesibukan yang sama seperti teman-temannya ini, justru dihadapkan dengan sosok atasan yang menyebalkan. Lelaki yang sempat menjadi bulan-bulanan amarah Yuri per...