Part 9

10.2K 1.4K 45
                                    

Kesembilan :

—Disalah satu tempat yang ada dikuil Niels itu, seorang gadis dan pelayan setianya sedang berjalan-jalan disekitar rumah yang besar tempat mereka tinggal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Disalah satu tempat yang ada dikuil Niels itu, seorang gadis dan pelayan setianya sedang berjalan-jalan disekitar rumah yang besar tempat mereka tinggal. Ya, dikuil memang ada dua rumah yang besar dibelakangnya. Satu untuk Dasha yang notabennya keturunan Dewi, dan satu rumah yang sama besarnya digunakan untuk para pendeta yang mengabdikan dirinya pada kuil. Kuil suci hanya digunakan untuk beribadah walau memang tersedia beberapa puluh kamar dikuil tapi itu digunakan untuk para pendeta yang bertugas sebagai penjaga kuil dan para pelayan agar lebih cepat jika ingin membersihkan kuil. Dasha juga baru tau akan hal itu, pantas saja pelayan disini sangat banyak karena mengurusi kuil suci yang besar dan juga dua rumah besar sekaligus taman yang ada dikuil, sungguh kuil suci ini membuat Dasha seakan berada di istana. Tapi kuil suci saja sebesar ini, bagaimana dengan istana kekaisaran?

"Nona, apa kita langsung menunggu saja diruang tamu kuil?" tanya Abigail, mereka berdua terhenti untuk memikirkan bagaimana baiknya. Benar juga, buat apa menunggu Duke Bartlett dengan berkeliling itu sangat melelahkan. Akhirnya kedua gadis itu memutuskan menunggu Duke Bartlett diruang tamu kuil.

Cukup lama menunggu, mungkin terjebak macet? Ah tidak mungkin, masa didunia ini juga bisa terjebak macet si.
"Nona, Duke Bartlett sudah tiba." kata pendeta yang baru saja melihat bayangan dari Duke Bartlett, sontak saja informasi dadakan itu membuat Dasha kaget sampai tersedak teh yang baru ia minum.

"Uhuk.. Baiklah, terima kasih informasinya." sahut Dasha sambil terbatuk-batuk.

"Nona, baik-baik saja? Ayo kita keluar." ajak Abigail.

Dasha pun ikut menyambut kedatangan Duke Bartlett alias calon suaminya yang kedua, dengar-dengar nama Duke itu adalah Kenneth Bartlett, dan dengar-dengar juga Tuan Duke itu sangat dingin dan cuek pada manusia berjenis kelamin wanita. Hah mungkinkah sama Dasha nanti Kenneth akan tetap cuek dan dingin?

Dari kejauhan Dasha sudah melihat wajah Kenneth walau tak jelas karena sinar matahari yang sangat terang dikala itu dan juga kulit sang lelaki yang terbilang putih. Setelah semakin dekat, Dasha bisa melihat secara jelas. Rambut perak yang terlihat indah, hidung mancung, bola mata berwarna hijau yang tidak terlalu terang malah terlihat seperti keabu-abuan itu membuat oranglain tak bosan untuk menatap matanya, oh astaga badannya yang tegap itu dan otot-otot itu. Dasha yakin diperut Kenneth pasti terukir otot seperti roti.

"Salam Tuan Duke." sapa pendeta tua seperti biasa.

Lelaki bersandang Duke itu tampak tersenyum miring pada pendeta, "Sepertinya pekerja dikuil suci sudah tidak kompeten lagi ya? Bagaimana mungkin isi pesan dari Dewa saja yang penting tidak disampaikan langsung pada keturunan Dewa. Ah kudengar Penyihir Agung datang saat pesan itu sampai, apa Penyihir Agung yang memerintahkan kalian? Dan astaga hampir aku melupakan ini, Baginda Kaisar  kemarin datang kekuil ya? Ckckck, apakah hanya aku yang tidak diberitahu." sindir Kenneth. Para pendeta yang hadir menyambut itu langsung pucat pasi, sedangkan Dasha ia tidak terlalu mengerti atas sindiran itu, ya karena menurut Dasha, isi pesan Dewa pasti sudah disebar pada orang yang bersangkutan.

The Last Descendants Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang