Empat Puluh :
—Sulit untuk dipahami dan dimengerti oleh Dasha, otaknya terus berputar mencari alasan yang tepat mengapa Leon melakukan ini semua. Kaget, ya tentu saja tidak perlu ditanyakan lagi. Leon yang dulunya mengusir Dasha seakan wanita itu adalah pendosa besar di kekaisaran ini tiba-tiba sekarang ia dengan ringannya meminta Dasha kembali ke istana? Sungguh lucu.
"Kau pikir semuanya bisa kau dapatkan Yang Mulia?" Dasha mendengus, "Tidak, tentu tidak, kau tau betapa sakitnya hatiku saaf kau usir aku demi wanita licik itu? Astaga aku benar-benar tidak habis pikir! Apa otakmu itu sudah hilang fungsinya? Ya, seharusnya otakmu tau bagaimana perasaanku jika ia masih berfungsi sekarang." sarkasnya menatap tajam.
"Terserah kau mengatakanku apa, tapi aku melakukan apa yang menurutku benar. Untuk informasi saja, kau tidak bisa meninggalkan kewajibanmu menjadi Ratu dan istriku Dasha." balas Leon tak mau kalah.
Dasha marah, wajahnya memerah menahan marah. Ia sungguh ingin memaki Leon tetapi disana masih ada Arsen dan juga Atrio.
"Bukankah kau tau, saat aku keluar dari istana itu aku bukanlah lagi menjadi Ratu." jawabnya.
Kenneth dan Lucas hanya diam menyaksikan perdebatan hebat Leon dan Dasha, tapi ini seharusnya segera diluruskan bukan? Dasha masih belum tau apa alasan Leon yang sebenarnya.
"Dasha, kau harus mendengarkan alasan Leon terlebih dahulu. Ya, jujur saja aku senang jika kau tidak mau kembali pada Leon, tapi itu akan tidak adil kau harus mendengarnya." masuk Kenneth kedalam perdebatan itu. Dasha sudah bersedia, ia menahan amarahnya tapi sepertinya Leon masih belum juga ada tanda-tanda membuka mulut.
Kenneth yang peka akan situasi, ia pun menghela napasnya panjang. "Hhh, baiklah akan kujelaskan padamu Dasha." ia berdiri sambil melipat kedua tangannya kedepan dada, dan ia sedikit menyandar dimeja kerjanya, agar ia merasa nyaman saat bercerita.
Cukup lama Kenneth menceritakan apa yang ia tau sebelumnya dan ingat Arsen dan Atrio masih berada diruangan itu, yang otomatis kedua anak laki-laki itu mendengar semuanya, ya, mendengar semuanya apa yang telah Leon lakukan pada ibunya, Dasha Odelia.
Walau ini demi sebuah rencana, Arsen tidak bisa terima begitu saja atas perilaku Ayahnya. Ia sungguh sudah berlebihan menurut Arsen yang masih berusia 7 tahun itu.
Dug
Semuanya terhenti dan melihat ke sumber suara yang lumayan keras tadi, "Silakan lanjutkan, saya izin pergi." kata Arsen, melirik tajam pada Leon sebelum pergi. Bola matanya yang merah itu sungguh menyeramkam saat melirik seseorang, persis seperti tatapan seekor singa yang sudah menargetkan mangsanya.
"Kenapa dengan Arsen? Bukankah ia tidak pernah seperti itu?" tanya penasaran Lucas yang terus menatap pintu ruangan yang telah memakan bayangan Arsen.
Leon yang melihat itu merasa senang saat melihat perilaku putranya tadi, ia pun tersenyum puas lalu bergumam, "Dia memang putraku."
Walau gumamannya lumayan kecil tapi masih terdengar oleh Dasha yang berada didepannya, wanita itu tak menyahuti gumaman yang ia rasa tidak benar. Ya, Leon dan Arsen berbeda. Walau Leon adalah Ayahnya, Arsen tidak pernah berperilaku seperti Leon. Ia sangat menyayangi adik-adiknya dan tidak mungkin mengusir adiknya demi sebuah rencana.
"Sudahlah Dasha, lebih baik kau kembali ke istana. Bukankah tahun ini adalah tahun bagianku? Kau tidak lupakan?" Leon mengingatkan. Bagaimana ini? Dasha sungguh tidak mau kembali ke istana, tapi alasan apa yang harus ia katakan?
Dasha terdiam, diamnya ini ia gunakan untuk berpikir tentunya. Mungkinkah ini yang akan menjadi keputusan yang sulit?
"Leon, sepertinya kau harus pergi dari sini. Dasha tidak bersedia untuk kembali, mungkin kau harus mencari Ratu yang baru." kata Kenneth menepuk pundak Leon yang langsung ditepis oleh sang empunya pundak.
"Siapa bilang ia tidak bersedia? Bukankah begitu Atrio Istvan?" Leon tersenyum kearah putranya Atrio yag dihadiahi balasan senyuman dari putranya itu.
Sungguh tidak sia-sia Leon mengamati kedua putranya untuk dapat menebak bagaimana sifat mereka. Ya, ini kelebihannya juga. Arsen memang sangat sulit untuk dibujuk karena hatinya yang tetap pada pendirian, sikapnya yang dingin, namun ia sangat mencintai keluarganya dan kebahagiaan dari Ibunya. Sedikit berbeda dengan Atrio, bocah laki-laki itu terlihat tertarik dengan politik dan tentunya ia akan sangat suka jika berada di istana bukan?
"Ibu," panggil Atrio yang memecah lamunan Dasha, "Kenapa sayang?" tanyanya lembut. Atrio pun tersenyum menyengir memperlihatkan gigi putihnya yang rapi tersusun, "Bu, bisakah kita kembali ke istana? Aku sangat ingin kesana Bu dan menghabiskan waktu kita disana." pintanya pada Dasha.
Ya, Dasha juga berpikir pasti Arsen dan Atrio sangat sedih dan butuh kasih sayang dari Ayah kandungnya. Apakah Dasha harus mengalah sekarang, wanita itu pun menghela napasnya berat. Ia mengelus rambut hitam milik putranya itu, "Baiklah kau bisa main ke istana. Bisa juga tinggal dan tidur disana tapi tidak dengan Ibu, Atrio. Ibu tidak bisa kembali lagi ke istana." jelasnya pelan agar putranya dapat menerima itu.
"Tidak!!" sahutnya langsung, "Tidak bu, Atrio tidak mau jika tidak ada Ibu disana. Atrio mohon kita kembali ke istana ya Bu." sambungnya merengek.
Leon merasa puas, ia tau Dasha tidak akan bisa menolak permintaan anaknya.
"Yang Mulia kita perlu bicara." ucap Dasha lalu pergi keluar ruangan. Ia butuh bicara empat mata dengan suaminya itu.
Lorong mansion yang sepi dan sedikit jauh dari ruangan Kenneth itu menjadi tempat mereka berdua memulai pembicaraannya, "Aku akan kembali denganmu, tapi ada syaratnya." ujar Dasha, tegas.
Leon tidak memperdulikan hal itu, yang ia inginkan adalah istri dan kedua putranya ada bersamanya. "Baiklah, katakan."
"Aku akan kembali jika semua anakku ikut ke istana. Kau tau bukan mereka masih sangat kecil, aku tidak akan menyerahkan mereka pada pengasuh atau mengembalikan mereka ketempat tinggalnya sebelum para putraku masuk kedalam akademi, dan Scarlet merayakan debutante." ucapnya yang langsung diangguki oleh Leon.
Bagi Leon itu sangat mudah, lagipula ia tidak masalah jika anak Kenneth dan Lucas tinggal di istana toh kedua lelaki itu sudah memberikan kasih sayang pada anaknya sebelum ia datang.
"Baiklah, mari sekarang kita harus pulang ke istana." Leon tersenyum manis pada wanita itu, untuk pertama kalinya setelah 7 tahun ia tidak bertemu dengan lelaki ini, Dasha bisa melihat senyuman itu kembali setelah sekian lama. Hatinya menghangat, katakan Dasha bodoh, karena memang iya. Benar, kalian tidak salah. Dasha masih menyimpan rasa pada lelaki itu walau rasa sakit yang ingin ia lupakan masih berputar sangat jelas di ingatan Dasha.
"Leon, mungkin kau harus membujuk Arsen. Kau tau dia sangat berbeda dengan Atrio, jika Atrio mudah dibujuk tapi Arsen, ia tidak bisa." perkataan Dasha ini disetujui oleh Leon, mungkin memang benar ia harus membujuk putranya itu yang sudah ia klaim akan menjadi Putra Mahkota nantinya.
---
the last descendants
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Descendants
FantasySUDAH TAMAT (Bukan Novel terjemahan, 100% original) ------ Dasha Abella, seorang gadis muda yang sedang pusing memikirkan tugas akhirnya itu, tidak menyangka akan masuk kedalam dunia asing yang tidak ia kenal sama sekali. Dunia penuh sihir, dimana...