Keduabelas :
—Dari pagi suara bising dan suara orang berjalan memenuhi indera pendengaran Dasha saat ini. Ya, maklumkan saja hari ini adalah hari berdoa harvest atau lebih tepatnya ini hari harvest. Sangat-sangat wajar jika suara bising dan suara langkah kaki orang yang berjalan itu terdengar. Pagi sekali Dasha sudah dibangunkan untuk persiapan, dengan mata yang masih mengantuk Dasha mengikuti semua yang dilakukan Abigail padanya.
Setelah aktivitas rutin itu selesai, mereka berdua turun kebawah bersama. Dihalaman kuil sudah banyak sekali para bangsawan yang siap untuk berdoa. Seketika disaat Dasha datang melewati koridor semua mata tertuju pada gadis berambut coklat itu. Risih, tentu saja. Bagaimana tidak risih jika dilihat oleh banyak orang.
"Apakah itu keturunan Dewi?"
"Astaga ternyata ia cantik ya. Tapi sayang sekali ia tidak pandai bergaul."
"Bukankah memang keluarga Marquis juga sangat tertutup? Jadi menurutku wajar saja jika Putrinya tidak pandai bergaul, ditambah ia sudah diasingkan dikuil suci saat usianya masih 10 tahun."
"Namanya Dasha Bryony ya?"
"Huss, bukan.. Namanya sekarang Dasha Odelia tau."
"Terlihat tidak memiliki sihir suci? Apa benar ia keturunan Dewi?"
Kalimat-kalimat yang dilontarkan oleh para bangsawan sangat terdengar jelas ditelinga Dasha. Tapi gadis itu tidak memperdulikannya, ia hanya tersenyum sebagai sapaan. Sedangkan Abigail yang berada disamping Dasha sudah sangat marah, ingin sekali rasanya Abigail menutup mulut mereka dengan kotoran.
---
—Dasha terus berjalan, hendak masuk kedalam kuil dan menuju keruang Dewa. Tapi siapa yang menyangka jika ditengah perjalanan mereka tiba-tiba dihadang seorang gadis bangsawan untuk bertegur sapa.
"Salam Nona Dasha Bryony, ah maaf Nona Dasha Odelia... Saya Effie Collin senang bertemu dengan Anda." sapanya berbungkuk. Kening Dasha mengernyit, sepertinya ada yang salah dalam sapannya. Ya Dasha merasa ada sesuatu maksud tersembunyi didalam sapaan itu."Salam Nona." jawab Dasha ikut membungkuk.
Effie tersenyum lembut, Dasha tidak tau maksud gadis didepannya ini apa lalu ia menoleh kearah Abigail, namun sayangnya pelayannya itu malah menatap kagum gadis bernama Effie.
"Ada apa ya Nona datang menemui saya? Sepertinya saya melihat anda bukankah tipe yang akan menyapa semua orang yang anda temui." ucap Dasha blak-blakan diakhiri senyuman. Effie yang mendengar hal itu tersenyum menyeringai lalu membalas ucapan Dasha, "Apa saya salah untuk menyapa Nona? Saya hanya ingin menyapa saja Nona Dasha Bryony, oh maaf Nona Dasha Odelia."Dasha menaikkan satu alisnya, sekarang ia benar yakin jika gadis didepannya ini memiliki maksud terselubung, "Benarkah? Anda saja sudah dua kali salah dan mengulang nama saya. Sepertinya Nona Effie suka mengulang kesalahan ya." sindir Dasha, ia pun menutup mulutnya menahan tawa. Effie merasa geram, ia hampir saja menggunakan sihir hitamnya ditempat umum tapi ia urungkan saat melihat bayangan lelaki yang ia cintai, Leon Istvan, dan kini ia merubah ekspresinya menjadi seorang yang teraniaya, "Nona, kenapa anda mengatakan seperti itu? Saya hanya lupa Nona... hiks.. hiks..." lirihnya.
Benar-benar deh ini seperti latihan teater saja. Apa kalimat Dasha salah? Atau memang gadis ini lagi cari perhatian?
"Apa maksudmu Nona? Saya hanya bertanya saja, kenapa anda mengartikannya berbeda?" kini Effie menjadi menangis setelah Dasha melontarkan kalimatnya tadi.Gadis gila, pikir Dasha kala itu.
Tak lama suara langkah kaki dan wangi seseorang yang Dasha kenal semakin mendekat. "Ada apa ini?" tanyanya dengan suara bariton yang khas.
Dasha menoleh kebelakang yang malah membuatnya tanpa sengaja menabrak dada bidang sang empunya suara itu, ya lelaki itu sangat dekat, tepat dibelakang Dasha.
"Salam Baginda Kaisar." sapa mereka yang ada disana kecuali Dasha. Lelaki itu menengok ke gadis yang berada disampingnya itu, "Kau tidak menyapaku?" tanyanya dan dengan cepat Dasha langsung membungkuk."Kudengar dari kejauhan sepertinya ada suara tangis disini. Apa ada masalah?" tanya Leon.
Effie yang seakan menjadi korban itu langsung berkata, "Saya hanya datang untuk menyapa Nona Dasha, tapi Nona Dasha malah mengatai saya Baginda. hiks.. hiks..." Effie menutup wajah tangisnya dengan tangan.
Benar-benar sinetron, batin Dasha menggelengkan kepala.
Leon menoleh kearah Dasha, melihat apa tanggapan dari gadis berambut coklat itu. Tapi yang didapat Leon hanyalah gadis itu menggelengkan kepala. Ya, lelaki berambut hitam semakin yakin jika Effie hanya menambah-nambahkan masalah saja. Karena ia yakin Dasha bukan orang seperti itu, buktinya saja ia sangat tenang sekarang.
"Nona Effie seharusnya anda memaklumi dan tidak terlalu membesar-besarkan masalah karena Nona Dasha mengataimu, apa perlu saya menambah mengatai anda juga?" ucap Leon membuat semua yang mendengar itu melotot."Ma... maksud Baginda?" tanya Effie memastikan.
"Saya yakin seorang Putri dari Keluarga Earl Collin dan tipe idealnya kekaisaran Niels ini tau maksud saya tanpa harus saya mengulanginya lagi." tegas Leon dengan penekanan pada kata tipe ideal. Astaga sekarang Effie merasa dipermalukan! Nasib baik tidak ada bangsawan lain, jika tidak bisa ditaruh mana wajahnya. Dengan sedikit gugup, Effie pamit untuk pergi dengan alasan sang Ayah menunggunya diruang doa.
"Tipe ideal?" gumam Dasha saat Effie mulai menjauh. Dasha merasa tak percaya dengan julukan itu, bagaimana bisa gadis macam Effie menjadi tipe ideal.
"Tenang saja, itu tidak berlaku padaku, karena tipe idealku adalah kau." bisik Leon tepat ditelinga Dasha, gadis itu langsung terkesiap mendengarnya. Hembusan napas Leon yang beraroma mint itu dapat tercium oleh Dasha. Tahan Dasha tahan.
"Baiklah, ayo masuk. Apa kau masih mau diam disini hmm?" tanya Leon yang tidak dibalas apa-apa oleh Dasha karena gadis itu masih mencoba menenangkan jantungnya yang sedang berdisko akibat ulah Leon. "Aku tunggu didalam ya." sambungnya dengan tersenyum lalu masuk kedalam kuil diikuti beberapa kesatria.
Dasha masih memandangi punggung Leon yang sudah menghilang. Tidak habis pikir, lelaki didunia ini membuat Dasha menjadi gila!
"Hei Dewa! Kenapa aku dikirim kesini hah??? Apa kau ingin aku menjadi gila!" pekiknya lalu memberikan jari tengah keatas.Mata Abigail membulat, apa Nonanya sekarang sedang mengutuk Dewa? "Nona tenangkan dirimu." kata Abigail, panik. Pelayan itu menurunkan tangan Dasha.
"Nona, jangan lakukan itu lagi. Jika ada yang melihat bagaimana?" lanjutnya. Abigail melihat kekiri dan kekanan memastikan tidak ada orang yang melihat aksi Nonanya tadi. Tapi sayangnya aksi Dasha tadi sudah terekam diingatan Lucas. Ya, lelaki itu sudah ada sedari tadi. Sejak Dasha beradu mulut dengan Effie, ia melihat semuanya. Cuman ia melihatnya diatas pohon apel yang ada dikuil.
"Astaga menggemaskan sekali bukan?" gumamnya.Abigail terus menenangkan Nonanya itu, tidak lupa ia memberikan beberapa kalimat yang dapat menyejukkan hati. "Nona, sebenarnya kejadian Nona dan Nona Effie tadi membuatku terkejut. Pasalnya Nona Effie terkenal sangat ramah dan tutur katanya yang baik. Tapi saat ia menyapa Nona, entahlah aku merasa sekarang sangat membencinya. Dari mata Nona Effie juga sangat terlihat jelas ia tak menyukai Nona." jelas Abigail. Padahal Dasha marah bukan karena itu, tapi karena Leon. Ia tak peduli masalah Effie Effie itu, selagi ia tidak menarik Dasha kedalam hal yang membuatnya rugi. Dasha tidak akan memperdulikannya.
"Saranku sebaiknya kau jauhi saja Nona Collin itu, Nona." sahut Lucas dari arah belakang.
Kedua gadis itu langsung menoleh kebelakang dengan tatapan, 'mengapa dijauhi?'.
"Nona Collin itu sudah sangat terkenal menyukai Baginda Kaisar. Jadi memang lebih aman kau bersamaku saja." ungkap Lucas, tertawa.
Dasha memandang Lucas dengan wajah datar lalu membalas, "Bukannya kau juga sangat disukai Nona berambut ungu itu." Lucas langsung terdiam. Ia tak percaya jika Dasha akan mengucapkan kalimat tersebut.
"Memang lebih baik Nona Dasha bersamaku saja." kata seseorang lagi yang baru saja muncul.
Kenneth!
---
the last descendants
kalian suka kan sama ceritanya? 😔
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Descendants
FantasySUDAH TAMAT (Bukan Novel terjemahan, 100% original) ------ Dasha Abella, seorang gadis muda yang sedang pusing memikirkan tugas akhirnya itu, tidak menyangka akan masuk kedalam dunia asing yang tidak ia kenal sama sekali. Dunia penuh sihir, dimana...