Empat puluh dua :
Swishhhh
—Hawa dingin yang berhembus kencang itu sangat terasa oleh empat tokoh utama di novel ini. Ya, walau ke-empatnya sudah memakai pakaian yang tebal tetapi mereka masih dapat merasakan dinginnya udara disana yang sampai-sampai masuk menusuk tulang mereka.
"Sialan! Kenapa kau berteleportasi ditengah-tengah hujan salju begini Lucas!" komplen Leon. Disana memang sangat lebat hujan saljunya, bahkan rumah rakyat disana saja sudah tertutup oleh salju. Salju disana semakin tebal bahkan sampai lutut mereka. Ini akan sulit jika bertarung dengan Naga hitam itu disini, apalagi keadaan sekarang hujan salju yang begitu lebat, untuk melihat kedepan saja mereka susah apalagi bertarung bukan?
"Hei, kau kan punya sihir api bisakan kau melelehkan salju ini? Lagipula mau berteleportasi dimana lagi, setengah kekaisaranmu ini semuanya terkena hujan salju tau." belanya sendiri.
Tak mau membuang waktu lama, Kenneth segera mengeluarkan sihir anginnya untuk menyingkirkan hujan ini beberapa saat. Agak kurang masuk diakal sebenarnya, tapi siapa tau bisa bukan?
Swuuuush
"Nah gini, langsung bertindak. Kerja bagus Duke, tidak sia-sia aku mengajarimu selama ini." Lucas menepuk pundak Kenneth bangga saat lelaki itu mengeluarkan sihir anginnya yang membuat hujan salju itu berhenti.
"Sudahlah, ini tidak akan bertahan lama. Bagaimana Dasha, kau sudah menemukan tempat Naga hitam itu?" tanya Kenneth, Dasha yang sedari tadi melacak keberadaan Naga hitam itu akhirnya bisa menemukannya lebih cepat karena hujan salju itu telah berhenti, "Disana, sekitar 2 kilometer ke depan. Aku melihat Naga hitam itu dengan dua orang bersamanya, satu memiliki sihir yang lumayan dan satunya memiliki sihir kuat. Tapi sihir itu auranya negatif, sepertinya itu Effie Collin. Ia sudah menstabilkan sihir hitamnya ternyata." jelas Dasha yang membuat semuanya kaget.
"Astaga! Sialan! seharusnya aku langsung memenggal kepalanya saja sewaktu itu." ucap Leon dengan gusar. Semuanya sudah terlambat jika menyesal sekarang.
"Tenanglah, ia hanya memiliki sihir hitam dan kurasa ia sudah lumayan menghabiskan sihirnya untuk membangunkan Naga hitam." kata Kenneth tapi langsung disanggah oleh Dasha, "Tidak, ia tidak menggunakan sihirnya untuk membangunkan Naga itu, tapi ia memakai sebuah ramuan yang diberi mantra dimana itu bisa mengendalikan Naga hitam selama beberapa jam."
"Mantra itu?!" pekik ketiga suaminya kompak.
"Benar, tapi tentu sesuatu yang besar akan ada pengorbanan yang besar bukan?" Dasha menatap bergantian ketiga lelaki yang ada didepannya.
Kenneth yang ahli strategi itu pun langsung berpikir, jika ada pengorbanan yang besar mungkinkah Effie mengorbanan nyawanya? Tapi kenapa sihirnya tetap seperti biasa? Tidak terlihat berkurang sama sekali.
"Sepertinya, kita harus fokus menyerang Naga hitam itu saja. Benarkan?" tanya Kenneth meyakinkan terlebih dahulu.
Mereka mengangguk, memang benar Effie sudah mengorbankan nyawanya untuk bisa mengendalikan Naga itu. Sebenarnya Naga hitam masih tidak sadarkan diri, dan bisa dibilang Effie sedang mengendalikan makhluk besar itu dengan ramuan dan mantra terlarang. Mantra itu hanya diturunkan oleh petinggi dari penyihir hitam, dan tentu mantra hebat ini memiliki konsekuensinya.
Jika makhluk yang dikendalikan sadar sepenuhnya atau bahkan mati saat masih dikendalikan maka orang yang mengendalikannya akan ikut mati. Disaat mengendalikan makhluk itu, pengendali juga tidak bisa mengeluarkan sihir apa-apa walau mananya masih sangat banyak. Ia hanya perlu berdiam diri dan mencoba mengatur mana dalam dirinya untuk ditransfer kepada makhluk yang dikendalikannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Descendants
FantasySUDAH TAMAT (Bukan Novel terjemahan, 100% original) ------ Dasha Abella, seorang gadis muda yang sedang pusing memikirkan tugas akhirnya itu, tidak menyangka akan masuk kedalam dunia asing yang tidak ia kenal sama sekali. Dunia penuh sihir, dimana...