Part 31

4.4K 697 48
                                    

Tigapuluh satu :

Hari ini adalah hari yang sangat cerah, terlihatlah pepohonan yang berbaris rindang, menari mengikuti hembusan angin yang lewat. Kicauan burung yang bertengger di dahan pohon itupun mengkomplitkan suasana dihari ini. Berbanding kebalik dengan suasana hati yang dirasakan Dasha Odelia. Wanita itu melangkahkan kakinya dengan sangat terburu-buru, tak peduli pada pandangan yang diberikan oleh para pekerja di istana itu. Karena tujuannya kali ini adalah bertemu dengan suaminya, Leon Istvan.

Langkah wanita itu mulai memelan, tak terburu-buru seperti tadi setelah ia melihat pintu ruangan berwarna coklat di ujung koridor. Oh, bagaimana ini? Kenapa keberaniannya menciut seperti ini? Wanita itu kembali dilanda kebimbangan, apakah ia harus bertemu dengan suaminya yang akhir-akhir ini mengabaikannya? Tapi memang tidak ada pilihan lagi, ia harus melakukan ini! Dengan keyakinan dan kepercayaan diri yang melekat dalam dirinya itu, Dasha Odelia masuk kedalam ruangan kerja milik suaminya.

Greeek

Suara pintu itu sangat nyaring ditelinga Dasha, mungkin ini efek kegugupannya yang tak bisa dihilangkan walau hanya sedikit. Percaya atau tidak, pemandangan pertama kali yang wanita itu lihat bukanlah sosok lelaki tampan yang sedang berkutik dengan pekerjaannya. Tapi, sepasang kekasih yang sedang bercumbu mesra dimeja kerja dan sayangnya terciduk oleh petugas keamanan.

"Le... Leon?" sebutnya pelan, mungkin saking pelannya hanya ia yang dapat mendengarnya.

Lelaki yang namanya disebut itu tidak mengindahkan pandangannya, mungkin ia hanya melirik sebentar saat pintu terbuka, tapi bibirnya masih mencumbu wanita yang sialnya adalah Effie Collin. Wanita itu semakin mempererat lingkaran tangannya dileher Leon. Ya Tuhan apakah ini yang namanya perselingkuhan didepan mata.

Kesabaran Dasha sudah ada diambang batas. Ia pun mendekati dua sejoli itu dengan langkah yang sangat berat dan hati yang semakin ia berjalan mendekat, semakin juga hatinya teriris.

Dengan kekuatan amarahnya, ia menarik Effie dari dekapan Leon dan menamparnya sekeras mungkin.

Plakk

Satu tamparan lolos dengan mulus tanpa ada gangguan pencegahan sama sekali. Terlihat sudah jejak telapak tangan Dasha dipipi mulus wanita bernama Effie itu. Hati Dasha merasa kelegaan dan kepuasaan walau hanya sedikit. Karena ia benar-benar ingin memutilasi si Effie sekarang juga, baru ia bisa puas. Persetan dengan julukan psycho nantinya, bagaimana ia bisa tahan melihat salah satu suaminya bercumbu mesra tepat didepan mata kepalanya sendiri.

"Apa yang kau lakukan Dasha!" pekik Leon lalu mendorong Dasha kuat, untung wanita itu bisa menyeimbangkan badannya. Mungkin jika ia tidak bisa, ia sudah tersungkur dibawah melihat adegan romantis Leon yang khawatir mendekap tubuh Effie sekarang.

"Kau tidak apa-apa kan? Pipimu merah sekali yang terkena tamparan." khawatirnya sambil mengecek lembut keadaan pipi Effie.

Wanita ular itu tentu tidak akan mensia-siakan kesempatan ini untuk mengadu serta melakukan aktingnya pada Leon. Dengan alasan tamparan yang lumayan panas dipipinya itu, ia memeluk Leon erat sembari menangis seakan dirinya adalah korban penganiayaan, "Yang Mulia, hiks sakit sekali... Apakah Yang Mulia Ratu sangat membenciku hiks... Yang Mulia..." lirihnya terisak. Sialan rasa ingin menampar mulut wanita itu, bangkit kembali dalam jiwa Dasha.

"Tidak usah berakting lagi Nona Effie, kau yang se—"

"DASHA!" ucapan Dasha terpotong ditengah jalan karena bentakan yang keluar dari mulut Leon. Seketika itu juga Dasha terdiam takut, pasalnya baru kali ini Leon membentaknya dengan tatapan tajam dan rahangnya yang mulai mengeras karena menahan amarahnya. Apakah ini yang dikatakan orang-orang saat Leon marah?

Tanpa disadari sang empunya, butiran bening itu keluar dengan cepat dari mata Dasha. Ia mendekati pelan suaminya itu mencoba menenangkan dan menjelaskan semuanya pelan-pelan agar Leon tidak murka. Tapi itu nihil, bagai Dasha melakukan suatu kesalahan yang sangat fatal, Leon menepis tangan Dasha yang menyentuh tangannya sehingga wanita itu terdorong kebelakang, ah sialan ia tidak bisa menyeimbangkan badannya. Akankah ia tersungkur kebawah persis seperti adegan didrama-drama yang ia lihat sewaktu didunianya dulu?

Grabbb

Kaget, Dasha merasa ada yang menangkapnya dari arah belakang sehingga ia tidak jadi jatuh. Tapi siapa?

Wanita itu menengadahkan kepalanya tanpa berpindah posisi, tidak terlalu jelas melihat dengan posisi seperti itu tapi ia dapat melihat sedikit rambut dan pahatan wajah lelaki yang menolongnya itu sehingga ia dapat mengklaim siapa sosok lelaki itu, ya, Kenneth Bartlett.

Kenneth membantu Dasha berdiri dengan tegap, lalu ia memeluk tubuh mungil wanita itu posesif. Seakan Dasha adalah barang yang mudah pecah dan sangat disayangkan jika jatuh kebawah.
"Kau tidak apa-apa? Apakah lelaki itu melakukan kekerasan padamu?" tanyanya terselip khawatir.

Untung saja Kenneth datang tepat waktu, jika tidak mungkin saja sesuatu yang dibayangkan Dasha terjadi.

"Aku tidak apa-apa Ken." Dasha menangkup wajah Kenneth yang kini tengah menunduk agar ia bisa melihat jelas wajah tampan suaminya itu.

Dasha terjelengar, mendapati suaminya yang berambut perak itu menangis didepannya. Ada apa ini? Baru kali ini ia melihat Kenneth mengeluarkan airmatanya.
"Ken, kau kenapa?" wanita itu mengusap pelan pipi Kenneth yang basah.

"Tidak-tidak, aku hanya kelilipan saja. Ah sialan, kenapa aku jadi menangis didepanmu begini." kesalnya pada dirinya sendiri.

Kenneth menangis karena ia tidak bisa melihat wanita yang ia cintai diperlakukan seperti itu. Untung saja Gil melaporkan semuanya pada Kenneth dengan cepat, jika telat sedetik saja, entahlah apa yang akan terjadi pada Dasha.

Lelaki berstatus Duke itu menggenggam erat tangan istrinya. Kini ekspresi kembali dingin seperti biasanya, terlihat sudah tatapan yang Kenneth berikan pada sepasang kekasih didepannya itu dengan sangat tajam dan sangat mengintimidasi lawannya. "Sepertinya salah mempercayakan istriku tinggal disini Yang Mulia, kau saja tidak memperlakukannya dengan baik sesuai dengan janjimu sewaktu itu. Dan sepertinya istriku ini akan kau kirim jauh setelah kau mendapatkan ular berbentuk manusia itu. Jadi biarkan sekarang aku yang membawa istriku sebelum kau usir tanpa hormat di istanamu ini." ucap Kenneth, tegas. Ia pun langsung menarik Dasha untuk keluar dari ruangan itu sebelum terjadi hal-hal yang sangat merepotkan nantinya.

Leon yang mendengar ucapan Kenneth tadi tersenyum mengejek sembari merangkul Effie disebelahnya, "Bukankah mansion Bartlett juga termasuk daerah kekaisaran Niels, Tuan Duke?" Kenneth terhenti.

Duke Bartlett yang merasa dihina itu menoleh kebelakang dan menatap sinis kearah Leon, "Sepertinya Yang Mulia Kaisar tidak tau jika aku tidak hanya memiliki satu mansion cih." jawabnya lalu melanjutkan langkahnya untuk pergi.

Seperti halnya waktu yang terus berputar sangat cepat. Kejadian ini Dasha berharap akan cepat berlalu seperti waktu. Tapi walau sudah berlalu juga, ingatan tidak akan pernah terlupakan. Apalagi ingatan dimana Leon berubah drastis pada dirinya.

Tidak tau apa sebenarnya yang direncanakan Dewa itu sehingga mengirimnya kedunia ini. Tapi yang jelas, ia akan membalas semuanya nanti. Entahlah, setelah Dasha pergi nanti posisi Ratu akan kosong. Mungkin saja para pendukung keluarga Earl Collin mengajukan pengangkatan Ratu baru yang tentunya adalah Effie Collin. Ah masabodo sekarang, ia sudah terlewat benci dengan sikap Leon dan juga Effie. Bisakah didunia ini mengunggat perceraian saja?

---

the last descendants

The Last Descendants Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang