Ke-empat :
—Siang itu dibawah pohon apel yang ada dihalaman kuil suci, Dasha duduk termenung disana. Ya, ditemani Abigail yang lagi asik menulis, entah menulis apa? Tapi yang jelas sangat membosankan. Dasha beberapa kali mengirim kode dengan berdeham, supaya Abigail peka dan mengobrol dengannya, tapi siapa yang menyangka Abigail malah langsung berlari mengambil minum untuk Dasha. Hhh, apa tidak ada pelayan yang lebih seru daripada Abigail? Pelayan itu sangat serius dan terlalu formal, ya walau memang ada untungnya Abigail bersikap seperti itu, tapi tetap saja sifat Abigail sangat berbalik dengan Dasha yang bisa dibilang terlalu aktif.
Karena merasa sangat bosan Dasha berkali-kali bermonolog, 'wah kayaknya diluar kuil bagus juga nih, banyak makanan, terus bisa liat pertunjukan, seru juga ya daripada berdiam diri dikuil sampe ubanan.' Dasha melakukan itu agar Abigail peka dan mengizinkan Dasha keluar dari kuil suci ini.
Tuk
Abigail menutup bukunya, lalu ia menoleh kearah Nonanya yang ada disebelah dirinya, "Nona ingin keluar kuil?" tanyanya, Dasha mengangguk dengan cepat, Abigail menghela napasnya panjang, tidak tau mengapa pelayan ini suka sekali menghela napasnya, "Mari Nona, saya akan temani Nona meminta izin kepada pendeta." Abigail berdiri duluan lalu membantu Dasha untuk bangun.
Diruangan pendeta. Dasha tampak takut karena apa pendeta tua itu akan mengizinkannya? Pendeta menatap Dasha dengan penuh tanda tanya, tumben sekali Nona Dasha datang keruangannya, pikir pendeta kala itu. "Ada perlu apa Nona?" tanya pendeta, "Ee.. anu Kakek, bisa tidak aku keluar kuil?" jawab Dasha dengan lembut. Pendeta itu tampak berpikir untuk membalas jawaban dari Dasha, agak sedikit was-was jika mengizinkan Nona muda itu pergi sendiri.
"Tapi Nona, diluar banyak sihir, entahlah mungkin saja ada sihir hitam yang mengincar sihir suci Nona. Ditambah sihir suci Nona saja, Nona belum bisa mengendalikannya." Dasha kecewa, ya, gadis itu menundukkan kepalanya, sepertinya nasib Dasha akan terus-terusan dikuil suci ini. "Tapi saya bisa mengizinkan Nona jika bersama para pendeta lainnya." sambung pendeta tua itu.
Dasha terlihat tidak puas, pasalnya ia ingin jalan-jalan saja, jika bersama para pendeta apa yang akan dipikirkan oranglain? "Anu Kakek, bisakah aku bersama Abigail saja? Aku lebih nyaman dengannya dibanding para pendeta." pinta Dasha, Abigail pun langsung membungkuk seperti menerima titah.
"Oh baiklah jika begitu, Abigail lindungi Nona Dasha ya." kata pendeta pada Abigail, gadis pelayan itu pun dengan sigap menjawab, "Baik pendeta, saya akan menjaga Nona dengan sepenuh jiwa saya." Dasha agak geli mendengar jawaban itu, ya maklumi saja Dasha masih belum terbiasa dengan perkataan kesetiaan seorang bawahan kepada Tuannya.Setelah mendapat izin, Dasha dan Abigail berganti pakaian sama seperti rakyat pada umumnya dan akhirnya Dasha bisa memakai gaun berwarna selain putih. Lihatlah betapa terharunya Dasha memakai gaun berwarna biru itu, "Akhirnya aku bisa memakai gaun berwarna, huhuhu." ucapnya sembari mengusap-usap gaun yang ia pakai. Abigail menatap Dasha penuh keheranan, "Nona sebaiknya kita segera pergi sebelum langit berubah warna." kata Abigail yang kini sudah siap.
Dasha menoleh kearah pelayan itu. Astaga, hampir saja Dasha tak mengenali Abigail. Ya, pasalnya gadis itu memakai seragam kesatria. "Abi, kenapa kau membawa pedang, lalu kenapa kau tidak memakai gaun saja?" tanya heran Dasha.
"Nona? Apa Nona lupa, saya sudah mengucap sumpah untuk Nona. Saya adalah kesatria serta pelayan pribadi Nona sejak dulu." jelas Abigail. Benarkah? Dasha tidak mengingat kejadian sewaktu itu karena ingatan Dasha Odelia juga tidak semuanya masuk ke memori Dasha yang sekarang. Aaa, pantas saja selama dikuil ini hanya Abigail yang menemaniku, ternyata ia pelayan pribadi dan kesatria dari Dasha Odelia, batin Dasha.
---
—Keluar dari kuil suci itu adalah sebuah impian Dasha sejak ia masuk kedunia asing ini, dan syukur hari ini ia sudah bisa menghirup udara diluar. Hhh.. Dasha menghirup udara dalam-dalam lalu dihembuskannya yang diakhiri senyuman. Dasha sudah membuat jadwal jika ia keluar dari kuil, ya, yang pertama ia akan ke alun-alun kota yang katanya terdapat patung Dewa dan Dewi yang memberkati kekaisaran Niels ini. Karena tidak tau jalan, Dasha pun berpegangan dengan Abigail persis seperti anak kecil yang berpegangan dengan Ibunya dipasar.
"Nona jangan jauh-jauh dari saya, karena kita sudah masuk kerumunan. Tidak ada yang tau siapa yang memakai sihir hitam." Abigail memegang erat tangan Dasha saat sudah memasuki kerumunan rakyat yang ada dialun-alun kota. Tidak tau juga kenapa alun-alun sedang ramai sekarang.
Walau ramai, Dasha tetap bisa menikmatinya. Mereka berdua berhenti ditempat yang lumayan tidak terlalu ramai. Abigail sangat ketat menjaga Dasha, ia selalu menoleh kanan dan kiri juga sesekali menoleh kebelakang. Sedangkan Dasha, ia memperhatikan patung yang hanya berbentuk simbol saja. Dasha pikir patung yang dimaksud adalah patung berbentuk manusia, taunya hanya simbol saja. "Jadi, patung itu simbol Dewa dan Dewi Abi?" tanya Dasha, Abigail mengangguk. Disela-sela seperti itu Dasha merasakan ada asap berwarna hitam yang mengarah kepadanya dengan kecepatan yang lumayan tinggi.
grabb
Nasib baik kepekaan Dasha sangat tinggi, gadis itu menangkap asap hitam yang hampir saja menyentuh dirinya. Abigail kaget, ia bahkan tidak sadar jika ada yang ingin menyakiti Nonanya, "Nona!!" serunya, panik.
"Tidak masalah Abi, aku sudah menangkapnya. Apa ini sihir hitam? Kenapa menyerangku?" Dasha meremas asap itu dan hilang. Asap hitam itu hilang ditangan Dasha.
"Benar Nona itu sihir hitam. Mereka tentu mengincar Nona, karena Nona adalah pemilik sihir suci ditambah Nona masih belum bisa mengendalikannya, jadi para pengguna sihir hitam tentu ingin menyerang Nona dan menyerap sihir suci anda agar sihir mereka semakin kuat." jelas Abigail, setelah kejadian itu mereka berdua merasa tidak hanya asap itu saja yang akan menyerang mereka. Dengan cepat mereka berlari kedalam kerumunan untuk menghindari asap hitam yang mulai mengejar mereka.
Dijalanan Ibukota yang tampak ramai, terlihat sebuah kereta kuda milik Duke Bartlett, ya Kenneth Bartlett ada didalam kereta itu. Kenneth baru selesai mengunjungi daerah selatan kekuasaannya, lumayan lelah karena Kenneth ingin segera kembali lalu pergi ke kuil untuk melihat calon istrinya itu. Namun, ditengah perjalanan Kenneth melihat dari kejauhan dua orang gadis yang sedang berlari seperti dikejar sesuatu. Satu gadis memakai gaun berwarna biru dan satu gadis memakai baju kesatria. Melihat pandangan Tuannya terus-terusan mengarah keluar jendela, Gil pun ikut melihat arah pandangannya itu, "Tuan! Itu Nona Dasha Odelia. Ya, saya yakin!" pekik Gil sambil menunjuk gadis bergaun biru yang sedang berlari itu.
Mata Kenneth membulat, ia pun langsung mengambil pedang yang ia taruh disampingnya dan langsung keluar dari kereta disaat kereta masih berjalan. Ini berbahaya Kenneth! Harap jangan ditiru—. Gil ikutan panik, ia pun menyuruh kusir untuk berhenti lalu ia mengejar Tuannya itu.
Kenneth berlari masuk kerumunan untuk mengejar kedua gadis itu, lebih tepatnya mengejar Dasha saja. Ia tentu tau calon istrinya itu memiliki sihir suci sama seperti Lucas, yang sangat diincar oleh penyihir hitam. Bedanya, Lucas seorang Penyihir Agung yang tentu sudah bisa mengendalikan sihir sucinya, berbeda dengan Dasha yang masih belum bisa mengendalikan kekuatan sihir yang besar itu. Setelah lumayan lama mengejar Dasha, Kenneth berhenti, ia berpikir kenapa juga harus mengejar Dasha? Bukankah tinggal lenyapkan saja asap hitam pengganggu itu? Kenneth merutuki dirinya yang bertindak bodoh, jika ia melenyapkan asap hitam itu Dasha juga tidak perlu berlari lebih jauh.
Kenneth pun langsung menarik pedangnya dan langsung menebaskan pedangnya itu ke udara, seketika asap hitam yang mengejar Dasha pun langsung menghilang. Kenneth merasa curiga dengan asap hitam itu, itu bukan asap hitam biasa yang digunakan penyihir hitam yang kualifikasinya rendah. Pasti ada seseorang yang hebat dibalik ini, pikir Kenneth.
"Gil cari tau dalang ini semua." perintah Kenneth pada Gil yang baru saja sampai dengan napas yang terengah-engah, "Tuan, bagaimana dengan Nona Dasha?" tanya Gil yang bersusah payah mengatur napasnya. "Dasha sudah aman." jawab Kenneth lalu berjalan pulang.
Dilain tempat, kedua gadis yang sedaritadi berlari itu berhenti disebuah gang kecil. "Hosh.. hoshh.. Sepertinya asap itu sudah hilang Abi, aku tidak merasakannya lagi." kata Dasha langsung terduduk ditempat, menyandarkan badannya ditembok gang itu. Abigail memang tidak sekuat Dasha, bahkan sihirnya dapat dikategorikan rendah tapi teknik berpedang Abigail tidak diragukan lagi. Untuk mengecek perkataan Nonanya itu, Abigail pun memunculkan kepalanya dibalik tembok gang, melihat apakah asap hitam itu sudah pergi atau belum, "Nona sepertinya kita sudah aman." lapor Abigail yang ikut terduduk bersama dengan Dasha.
Baru pertama kali keluar kuil ada saja yang berniat jahat dengan Dasha. Sepertinya ia benar-benar harus mengendalikan sihir suci ini.
---
the last descendants
![](https://img.wattpad.com/cover/257547815-288-k204712.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Descendants
FantasiSUDAH TAMAT (Bukan Novel terjemahan, 100% original) ------ Dasha Abella, seorang gadis muda yang sedang pusing memikirkan tugas akhirnya itu, tidak menyangka akan masuk kedalam dunia asing yang tidak ia kenal sama sekali. Dunia penuh sihir, dimana...