Aldebara telah siap dengan motornya. Ia barus saja dari bengkel untuk mengencangkan baut-baut motornya agar bisa melawan Haikal dengan maksimal. Ia baru saja tiba di warung kang supri. Di sana sudah ada Fadil dan Azam yang tengah menunggunya. Al tadi pamit sebentar untuk mengganti pakaian.
"Udah siap Al?" Tanya Azam yang baru saja bangkit lalu menghampiri Aldebara di atas motornya. Al membuka helmnya. Ia mengangguk mantap sebagai tanda bahwa ia benar-benar sudah siap.
Fadil ikut berdiri di samping Azam "Al, lo harusnya gak usah repot-repot belain gue kaya gini"
Al tertawa kecil "Siapa bilang gue belain lo? Gue cuma mau ngelakuin apa yang gue suka. Siapa lo mau di bela?" Ujar Al dengan senyum miring.
"Anying lo Al" ujar Fadil sedikit kesal dengan jawaban Al. Ia tahu bahwa Al hanya bercanda. "Thanks Al. Lo bener-bener sahabat terbaik gue" ujar Fadil menepuk pundak Al.
"Santai Dil. Itu gunanya temen. Jangan cuma nama doang temen. Kita berteman itu harus ada pembuktian. Kalo temen gue di hina ya gue harus maju lah buat balas dendam" ujar Al santai. Fadil tersenyum mendengar ucapan Al. Ia sangat beruntung bisa menjadi teman Al. Dari dulu Aldebara dan Azam selalu saja ada di kala susah maupun senang.
"Ohhh jadi Al doang nih temen lo? Terus gue bukan?" Tany Azam dengan tangan menyilang di depan dada. Fadil tertawa mendengarnya.
"Elah baper. Lo juga sahabat gue kali" ujar Fadil sambil merangkul Azam.
"Udah buruan mending kita jalan sekarang" ujar Azam mengingatkan. Ia melihat jam di tangannya sudah menunjukan pukul delapan malam.
Al dan Fadil mengangguk menyetujui. Mereka segera naik ke atas motor masing-masing. Suara deruman begitu nyaring terdengar saat mereka menyalakan motor secara bersamaan.
Al, Azam, dan Fadil menyusuri jalan kota yang begitu padat dengan lincah. Mereka menyalip diantara mobil dan motor yang menghalangi dengan lincah dan cekatan. Apalagi Aldebara, ia sudah sangat mahir di atas motornya. Ini sudah seperti makanannya sehari-hari.
Hanya perlu waktu setengah jam untuk mereka bertiga sampai di jalan yang biasa menjadi tempat mereka balapan. Dari jauh mata Aldebara menyipit. Ia memelankan gas motornya. Matanya melihat dari kejauhan seperti ada yang aneh di tempat antara Haikal dan anak buahnya berdiri.
Saat sudah dekat, darah Aldebara naik seketika. Ia melihat Chika di sekap di sana. Dapat Ia lihat dari atas motornya Chika sedang menangis. Dengan kondisi masih memakai seragam sekolah yang sudah acak-acaknya. Matanya sembab seperti telah banyak menangis. Rambutnya pun sangat berantakan ditambah tangan yang diikat dengan tali oleh Haikal.
Aldebara turun dari motornya cepat. Ia membanting helmnya sembarangan. Tangannya sudah mengepal menunjukan urat-urat tangannya keluar.
"Bangsat!!" Kata pertama yang keluar dari mulut Aldebara terdengar begitu mengerikan. Chika pun sampai memejamkan matanya. Wajah Al sudah sangat memerah, rahangnya yang kokoh mengeras.
"MAKSUD LO APA ANYING!!!" Teriak Aldebara lagi. Ia semakin mendekat ke hadapan Haikal. Al ingin menghampiri Chika dan menyelamatkannya namun anak buah Haikal menghalangi Al dan mendorong tubuhnya kasar ke belakang.
"Santai dong. Gue cuma mau berdamai sama lo malam ini" ujar Haikal seraya tertawa sinis. Ia sangat puas melihat wajah Al yang begitu emosi di buatnya.
"Heh, dasar pengecut lo Kal. Ngapain ngelibatin cewek dalam keadaan kaya gini? Oh gue tau lo pasti udah takut kalah kan. Makanya gunain cara rendah kaya gini" ujar Azam buka suara.
"Lo diem anjing" tunjuk Haikal pada Azam.
"Kalo emang dasar pengecut ya pengecut aja. Gak usah belagu" ujar Fadil ikut mengejek Haikal.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHIKAL [COMPLETED]
Jugendliteratur[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA!!] [PLAGIAT DILARANG MENDEKAT] Mengapa saat dewasa kita menggunakan pulpen sebagai pengganti pensil? Karena agar kita mengerti, betapa sulitnya menghapus sebuah kesalahan. Walau telah berhasil di hapus, tetap saja akan m...