Haikal baru saja memasuki area parkiran sekolah. Ia dengan gagah menggunakan motor milik Aldebara hari ini. Al, Azam dan Fadil yang masih duduk-duduk di parkiran menyipit saat melihat kedatangan Haikal. Tatapan seluruh murid yang baru datang pun terkejut di buatnya. Mereka bingung, bagaimana bisa Haikal berani menaiki motor Aldebara.
"Beda banget yah naik motor mahal. Kaya enteng banget gitu. Pantesan dia suka menang balapan, ini rahasianya. Udah gue duga sih" cibir Haikal seolah berbicara kepada temannya namun Al tahu bahwa Haikal sedang menyendir dirinya.
"Dasar norak. Gak pernah naik motor mahal" sahut Fadil dari atas motornya dengan senyum miring.
"Ya iyalah mana mampu dia beli Dil. Bisanya cuma gunain cara rendahan" ujar Azam ikut bersuara.
Haikal mendekati mereka dengan emosi yang mulai memuncak. Cowok itu memang tipikal orang yang mudah sekali untuk di pancing emosinya. Berbeda dengan Aldebara, ia masih tetap santai dan datar menyandar di motor Azam.
"KALIAN BILANG APA?" Tanya Haikal berteriak hingga membuat seluruh perhatian tertuju pada mereka. Teman-temannya pun berusaha menahan Haikal karena ingat ini masih di area sekolah.
"Selain norak lo budek juga ya" decih Azam mendorong keras tubuh Haikal.
"Kal udah Kal. Ini di sekolah, bisa-bisa kita dapet masalah" bisik salah satu teman Haikal.
"Gue mau nuker motor gue. Lo bisa minta apapun. Bahkan motor yang sama. Tapi jangan yang itu, soalnya itu hadiah dari nyokap gue" ujar Aldebara buka suara. Mendengar itu Haikal menoleh ke arahnya. Ia tersenyum sinis, semakin kesini ia semakin tahu betapa berharganya motor itu untuk Aldebara.
"Kalo gue minta Chika? Apa lo kasih?"
"BANGSAT!" Desis Aldebara tajam. Ia menarik kerah jaket Haikal dengan kuat hingga membuat Haikal sedikit melayang.
"Gue udah minta secara baik-baik dan lo nolak. Liat apa yang bakal terjadi nanti" ujar Aldebara tajam. Ia memberikan sekali pukulan ke wajah Haikal hingga membuat cowok itu mundur beberapa langkah sambil memegang ujung bibirnya yang keluar darah.
****
Chika duduk di pinggir lapangan sembari membaca novel miliknya yang di belikan oleh Al kemarin. Namun sebenarnya dari tadi ia tak terlalu fokus membaca. Matanya melihat ke arah lapangan. Disana ada Aldebara, Azam dan Fadil. Mereka sedang memantul-mantulkan bola basket lalu memasukannya ke ring dengan lincah. Gelak tawa pun tak dapat di hindari saat melihat Fadil yang selalu gagal memasukan bola basket ke dalam ring. Namun berbeda dengan Al, ia hanya tersenyum simpul.
"Duarrrrrrr" kejut Manda yang tiba-tiba datang lalu duduk di samping Chika.
"Manda! Ngagetin tau" ujar Chika sedikit kesal sembari memegang dadanya.
"Lagian ngeliatin apaan sih? Serius banget" tanya Manda hingga membuat Chika salting. Ia segera menatap novelnya kembali untuk mengalihkan pertanyaan Manda "Gak ada kok" jawab Chika dengan kikuk.
Manda menyenggol bahu Chika lalu memberikan minuman kaleng yang ia bawa dari kantin tadi "Ekhem bila aja ngeliatin Aldebara. Gengsi banget" ledek Manda dengan senyum jahil.
"A-Apaan sihh Man" ujar Chika gugup. Ia menyambut minuman yang di berikan Manda lalu meneguknya hingga habis tak bersisa. Manda hanya tercengang melihatnya.
"Lo haus Chik?" Tanya Manda dengan wajah cengo.
Dengan santai Chika mengangguk "Banget" jawabnya lalu memberikan kembali bekas kalengnya kepada Manda.
"Enak banget. Udah di beliin malah nyuruh buang sampah juga" cibir Manda dan Chika hanya menyengir kuda.
"KALIAN BERTIGA KENAPA BELUM MASUK KELAS??? UDAH BEL!! BUDEK YA!!!" Teriak Pak Sugi dari ujung koridor. Bukan hanya Al, Azam dan Fadil saja yang terkejut. Amanda dan Chika pun membulatkan matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHIKAL [COMPLETED]
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA!!] [PLAGIAT DILARANG MENDEKAT] Mengapa saat dewasa kita menggunakan pulpen sebagai pengganti pensil? Karena agar kita mengerti, betapa sulitnya menghapus sebuah kesalahan. Walau telah berhasil di hapus, tetap saja akan m...