Akhirnya, setelah menjemur diri selama kurang lebih satu jam. Siswa SMA Trisakti sudah bisa bernapas lega karena berakhirnya upacara bendera yang menjadi rutinitas wajib di hari Senin pagi. Namun anehnya mereka belum di perintahkan untuk bubar dari barisan.
Sakit kepala itu kembali datang menyerang Chika. Sekuat tenaga ia menahannya dengan memejamkan matanya. Chika merogoh sebuah kapsul dari saku seragam sekolahnya lalu meneguknya tanpa air lagi.
"Lo kuat Chik, lo bisa. Jangan pingsan, jangan" Chika terus bergumam dalam hati agar tidak pingsan sekarang karena itu hanya akan membuat dirinya menjadi pusat perhatian.
Untungnya setelah Ia menelan beberapa kapsul obat yang di siapkannya, sakit itu hilang dengan perlahan walau masih terasa sedikit nyeri. Chika berusaha mengatur napasnya agar kembali netral.
Ia sedikit berjinjit untuk melihat ke depan, karena sepetinya sedang ada penyerahan piala kepada siswa yang berhasil memenangkan lomba. Untungnya Chika berada di barisan ketiga, jadi tak terlalu sulit untuk melihat.
"Apa? Itu kan Aldebara? Ternyata dia menang lombanya" batin Chika.
Senyumnya pun tak tertahankan, ia benar-benar bangga bisa melihat Al berdiri di depan sana tanpa menyadari orang-orang yang berada di barisan telah bubar kecuali dirinya. Untuk hari ini Manda sedang tidak bersamanya karena ia sedang menjalankan tugas sebagai anggota PMR yang tentunya sangat sibuk di uks.
Tanpa Chika sadari ia melangkahkan kakinya mendekat ke arah Aldebara. Disana ia sedang berdiri mengambil gambar bersama Azam dan Fadil seraya memegang piala yang cukup besar.
"Selamat yah" ujar Chika dengan senyum seraya mengulurkan tangannya. Ia benar-benar senang sampai lupa bagaimana keadaan dirinya dan Al sekarang.
Satu detik
Dua detik
Tiga detik
Al tak menyambung uluran tangan Chika hingga membuat gadis itu tersadar. Ia menarik tangannya dan tersenyum simpul saat menyadari apa yang telah ia lakukan.
"Ngerusak suasana" ujar Al dingin kemudian melenggang pergi bersama Azam dan Fadil. Lagi-lagi air mata Chika menetes, ia benar-benar menjadi sangat cengeng sekarang entah kenapa semuanya terasa menyedihkan.
"Aku senang Al, seenggaknya kamu bisa buktiin kalo kamu itu bisa. Terus berjuang gantengku, semoga kita kembali di satukan di titik terbaik menurut takdir. Ya walau agak sedikit konyol, tapi percayalah. Aku akan tetap sayang kamu Sampai kapanpun itu dan di manapun itu"
*****
Dengan serius Chika menuangkan Coffe yang ia sedu ke dalam gelas agar takarannya pas. Sejauh ini Chika sudah sedikit lebih berkembang dalam hal menjadi barista. Untunglah dulu ia pernah belajar cara membuat kopi walau hanya sedikit-sedikit.
Tiba-tiba saja Manda memeluknya dari belakang hingga membuat Chika kaget dan hampir saja menumpahkan kopi di tangannya. Ia berbalik hendak meluapkan emosinya namun tak jadi kalah melihat Amanda menangis dengan cegukan.
"Man? Lo kenapa hei?"
Amanda tak menjawab, ia semakin menjadi menangis di pelukan Chika "Manda are you okey? Certika ke gue siapa yang bikin lo nangis"
Manda mengangkat kepalanya "Azam Chik"
"Azam kenapa?"
"Dia-mu-tusin gue tanpa alesan" ujar Manda cegukan. Ia mengelap air matanya beberapa kali namun tetap saja air matanya tidak dapat di bendung.
Chika membuka mulutnya "Kok bisa?"
Amanda menggeleng lesu "Gue gak tau Chik, tiba-tiba aja dia ajak gue ketemuan terus langsung mutusin gue tanpa alasan yang jelas"
KAMU SEDANG MEMBACA
CHIKAL [COMPLETED]
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA!!] [PLAGIAT DILARANG MENDEKAT] Mengapa saat dewasa kita menggunakan pulpen sebagai pengganti pensil? Karena agar kita mengerti, betapa sulitnya menghapus sebuah kesalahan. Walau telah berhasil di hapus, tetap saja akan m...