Semakin memburuk

238 12 0
                                    

Akhirnya setelah melewati tiga hari yang panjang, Chika dapat kembali masuk ke sekolah seperti biasa. Masih ada tatapan yang tajam dan sinis ke arahnya, namun ia berusaha untuk cuek dan tidak peduli.

Sekarang ia sedang berjalan sendiri di koridor untuk menuju gerbang sekolah. Bel pulang sekolah telah berbunyi sejak lima belas menit yang lalu. Saat hendak berbelok ke arah tangga tiba-tiba saja Sasa muncul dan mendorongnya kasar hingga mentok ke dinding.

"Gimana rasanya di skors karena gak mampu ganti rugi? Malu yah yang pasti"

"Biasa aja" jawab Chika santai. Jujur ia sudah sangat malas hanya untuk bertengkar dengan Sasa.

Sasa mengangguk seraya memajukan bibirnya "Terus rasanya di abaikan dan di benci oleh Aldebara gimana?"

"Kalo lo nahan gue cuma buat nanyain hal gak penting kaya gitu mending minggir deh. Gue mau pulang capek" ujar Chika hendak pergi namun Sasa kembali menarik dan mendorongnya keras.

"Berani yah lo" tunjuk Sasa dengan jari telunjuknya.

Chika berusaha meredam emosinya "Lo mau apa lagi sih Sa. Gue udah serahin semua apa yang lo mau, jadi please gak usah ganggu hidup gue lagi"

Sasa melipat kedua tangannya di depan dada "tapi gue gak ada yang di labrak kalo bukan lo. Rasanya hidup gue hambar kalo gak gangguin elo"

"Lo pernah gak sih ngerasain gimana hidup cuma buat bikin orang di sekitar kita bahagia walau dengan nyakitin diri sendiri?" Tanya Chika dengan air mata berlinang.

"Enggak, karena gue gak sebodoh elo" jawab Sasa santai seraya menggelengkan kepalanya.

Chika membuang mukanya "Lo bener, gue orang paling bodoh yang pernah ada. Mungkin gue adalah cewek pertama yang ngelepasin orang yang gue sayang agar orang itu bahagia..."

"Lo gak tahu kan seberapa sering gue cuci muka di toilet sehabis nangis terus kembali tersenyum seolah bersikap gak ada apa-apa, ternyata jadi bodoh se-melelahkan ini yah?" Tanya Chika dengan air mata yang perlahan mengalir. Entah sudah kali ke berapa ia menangis.

Sasa tak menjawab, ia hanya tersenyum sinis seolah tak merasakan apa yang Chika rasanya. Namun sialnya Chika kembali merasakan sakit yang luar biasa di kepalanya. Pandangannya pun seolah menjadi kabur dalam sekejap. Di ikuti kakinya yang menjadi lemas dan gemetaran dengan hebat hingga membuatnya tumbang akibat tak kuasa menahan rasa sakit yang menjalar di tubuhnya.

*****

Chika berusaha mengerjapkan matanya, pemandangan yang pertama kali ia lihat adalah atap plafon yang berwarna putih dengan lampu yang menyilaukan pandangannya. Ia memegang kepalanya pelan karena masih merasakan sedikit sakit.

"Alhamdulilah pasien sudah sadar" ujar Dokter yang berada di sebelah kanan Chika.

Chika menyerengit heran, kenapa tiba-tiba ia bisa berada disini. Seingatnya tadi ia berada di koridor sekolah bersama Sasa? Saat menoleh ke kiri ternyata ia melihat Sasa tengah berdiri.

"Kok gue bisa disini?"

"Gue yang bawa lo" ujar Sasa terkesan judes dengan tangan yang melipat di depan dada.

"Baiklah kalau gitu saya permisi dulu. Kalau ada apa-apa bisa panggil saya" pamit dokter itu kemudian keluar dari kamar Chika.

"Kok lo bantuin gue?" Tanya Chika dengan tatapan tajam ke arah Sasa.

"Lo gak usah gr yah. Gue bukannya peduli sama lo. Yah gue emang benci sama lo karena lo dateng-dateng ngerebut Aldebara dari gue. Tapi gue juga gak mau kali liat lo mati di depan mata gue"

CHIKAL [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang