Hari ini adalah hari ketiga setelah Gergio meninggal. Al nampak lesu duduk di kafe bersama Sasa karena cewek ini yang merengek memaksa untuk menemaninya makan. Dari tadi Sasa sibuk mencoba makanan karena ia seperti sangat kelaparan.
"Gak makan Al?"
"Gak"
"Kenapa?"
"Serah gue" jawab Al nampak cuek. Sasa hanya menghembuskan napasnya, ia sudah terbiasa dengan sifat cuek Aldebara.
Setelah menghabiskan waktu kurang lebih satu jam, Al memutuskan untuk mengajak Sasa pulang. Keadaannya sedang tidak baik-baik saja sekarang. Rasanya Al sangat malas untuk melihat dunia yang begitu kejam ini.
Saat ingin membuka pintu, mata Aldebara menyipit. Ia melihat Chika datang bersama Haikal hendak masuk. Sempat terjadi kontak mata karena mereka berjalan dengan jarak yang begitu dekat.
"Chika? Haikal? Kalian kok disini?"
"Urusan lo?" Tanya Haikal balik dengan melipat kedua tangan di depan dada.
"Eh tunggu dulu, lo emang mampu Chik makan di restoran mahal kaya gini? Ada duit?" Tanya Sasa dengan senyum miring.
"Gue yang traktir Chika, mau apa lo" sahut Haikal tak suka.
Sasa mengangguk "Jadi sekarang udah berpaling manfaatin Haikal yah? Enak banget sih hidup lo. Modal caper doang bisa dapetin cowok-cowok tajir"
Chika membuang mukanya, jujur ia sangat malas untuk meladeni Sasa. Namun semakin hari mulut cewek itu semakin menjadi-jadi menghinanya.
"Kenapa iri?" Jawab Chika seberani mungkin.
Sasa menunjuk dirinya sendiri "Gue iri sama lo? Sory yah. Seenggaknya gue lebih berkelas dari lo. Gue orangnya fer kali, kalo jahat yah jahat aja gak usah sok baik dengan pakai topeng segala. Dasar muna" maki Sasa hingga membuat mata Chika berlinang. Ia sesekali menatap wajah Aldebara yang sedikit pun tak melihatnya seolah benar-benar tak peduli.
"Percuma, buang waktu" ujar Al lalu menarik tangan Sasa untuk mengajaknya pergi dari sana. Chika berbalik, matanya mengikuti kemana Aldebara melenggang pergi. Entah apa yang di pikirkannya, ternyata mengikhlaskan sesakit ini.
*****
Chika menundukan kepala dengan tangan kanan menopangnya. Ia benar-benar lupa, tadi ia membayar uang kas hingga memakai ongkosnya untuk pulang. Chika benar-benar kebingungan sekarang, tidak mungkin ia berjalan kaki karena jarak dari sekolah ke Coffee shop Haikal sangat jauh. Kebetulan Amanda dan Haikal juga tidak masuk sekolah hari ini entah kenapa namun ini sebuah kekompakan yang membangongkan.
Mata Chika menyipit kala melihat Al baru saja tiba di parkiran bersama Azam dan Fadil. Keadaan sekolah pun sudah sangat sepi. Bahkan Chika berdiri seperti orang bodoh sendirian di depan gerbang sekolah.
Azam dan Fadil baru saja melintasinya. Fadil sempat menegur Chika dengan membunyikan klakson motornya. Chika hanya membalasnya dengan senyum kecil. Dan saat mereka sudah melenggang menembus jalan raya, kini giliran Al yang melintasinya. Dengan bodohnya, Chika berharap bahwa Al akan mengajaknya pulang bersama. Memaksa walau dirinya menolak seperti dulu, namun lihatlah sekarang. Al melenggang pergi begitu saja tanpa menoleh sedikit pun seolah tak melihat Chika.
Gadis itu terduduk lemas di trotoar. Ia mengacak rambutnya frustasi, nomer Haikal pun sedang tidak aktif sekarang. Ingin rasanya Chika berjalan, tetapi dokter yang menanganinya pernah berpesan agar tidak terlalu melakukan hal yang terlalu membuatnya lelah.
"Duhhhh gue harus gimana nih?" Keluh Chika pada dirinya sendiri. "Yaudah lah yah jalan aja kali, gak mungkin kan gue duduk disini sampe malem"
Perlahan, Chika mulai melangkahkan kakinya menyusuri jalan raya. Baru saja 2 kilometer ia berjalan, keringat sudah bercucuran di dahinya. Sangat di sayangkan matahari tidak bersahabat hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHIKAL [COMPLETED]
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA!!] [PLAGIAT DILARANG MENDEKAT] Mengapa saat dewasa kita menggunakan pulpen sebagai pengganti pensil? Karena agar kita mengerti, betapa sulitnya menghapus sebuah kesalahan. Walau telah berhasil di hapus, tetap saja akan m...