Merasa Gagal

227 15 0
                                    

Chika tertawa seraya membunyikan alat musik yang terbuat dari tutup botol dan kayu, lalu Aldebara sedang memainkan gitar dan Nano bernyanyi dengan merdunya. Mereka sedang mengamen di lampun merah sehabis makan tadi. Tangan Chika memegang bungkus bekas permen untuk meminta uang ke kendaraan yang tengah berhenti di sana.

Setelah merasa sudah cukup, mereka duduk di tempat duduk yang ada di dekat trotoar. Al dan Nano tengah sibuk bercanda gurau, sedangkan Chika sibuk mengumpulkan dan menghitung hasil uang yang mereka dapat tadi.

"Tiga puluh sembilan, empat puluhhhh.... totalnya cuma empat puluh ribu" ujar Chika dengan nada lesu. Ia menyerahkan uang itu kepada Nano.

"Ini tuh udah banyak banget tau kak. Biasanya Nano udah ngamen seharian tapi cuma dapet paling banyak dua puluh ribu"

"Seharian dua puluh ribu?" Ujar Chika sedikit shok.

"Iyaaaa. Makasih yah malam ini kakak udah bantuin Nano. Lumayan buat beli obat Ibu" ujar Nano menyimpan uangnya di saku celana.

Chika tertegun mendengarnya. Kemana saja dia selama ini. Chika benar-benar kurang bersyukur. Baru berjualan keripik di sekolah saja ia sudah mengeluh. Lihatlah Nano, diumur 8 tahun ia harus mencari uang sendiri buat makan. Harusnya di umur sekarang Nano tak perlu repot melakukan itu, tugasnya hanya belajar, main dan makan. Kata Aldebara ibu Nano lumpuh, jadi anak ini yang menjadi tulang punggung keluarga, sedangkan ayahnya sudah meninggal dunia.

"Makanya Chik, hidup itu harus banyak-banyak bersyukur. Jangan anggap masalah kamu yang paling berat di dunia ini. Kamu masih dalam kategori beruntung. Masih bisa makan tanpa harus cari duit sendiri" ujar Aldebara hingga membuat Chika tersenyum.

"Nano keren deh. Kakak yakin besar nanti kamu pasti bakal jadi orang sukses. Em kalo boleh tau cita-cita Nano mau jadi apa?" Tanya Chika beralih memandang Nano yang tengah duduk diantara dirinya dan Al.

"Em Nano pengen jadi orang kaya. Biar bisa ajak ibukk keliling dunia"

"Wihhhhh kerennn. Kak Lavi ikut ya?"

"Boleh dong, kak Chika juga boleh ikut. Tapi pakai uang sendiri-sendiri yah nanti uang Nano habis lagi" ujarnya dengan menyilangkan tangannya di depan dada. Chika dan Al hanya terkekeh mendengarnya.

Mereka duduk seraya menikmati angin malam yang dingin menusuk hingga ke tulang. Melihat gemerlap cahaya bulan yang begitu terang di lengkapi oleh bintang. Chika tak akan pernah melupakan hari ini, ia betul-betul banyak dapat pelajaran yang berharga hari ini. Mulai sekarang Chika bertekat akan lebih menikmati dan mensyukuri kehidupannya apapun kondisinya.

*****

Al baru saja memasuki area parkiran sekolah bersama Chika di belakangnya. Ia memarkirkan motornya di tempat biasa. Tak ada yang pernah berani parkir disana kecuali dirinya dan teman-temannya. Ternyata di sana sudah terdapat Azam dan Fadil yang tengah mengobrol sambil duduk di atas motor mereka masing-masing.

Chika turun lalu memberikan helmnya kepada Al. Chika menoleh saat Azam dan Fadil datang dan berdiri di dekat mereka namun nampaknya wajah mereka sedang tak bersahabat hari ini.

"Dari mana lo semalem? Kenapa gak datang?" Tanya Azam dengan muka serius.

"Ada urusan mendadak" jawab Al santai.

"Jangan bohong deh Al. Lo gak bisanya begini. Gara-gara lo gak datang semalam, Haikal berhasil ngalahin kita. Dan dia ngehina-hina kita di depan anak-anak sekolah lain" ujar Azam dengan emosi meluap-luap namun Al masih diam menyimak.

"Katanya lo jalan sama Chika?" Tanya Fadil dengan nada tak kalah sinis. Chika semakin merasa tidak enak. Ia meneguk ludahnya dengan susah payah.

"Bisa gak, jangan bahas ini sekarang?"

CHIKAL [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang