27 - Sangat Sial

6 2 0
                                    

5 menit yang lalu, bel istirahat telah berbunyi. Dihari pertama sekolah setelah sekian lama libur pasti pihak sekolah belum mengadakan kegiatan belajar mengajar, oleh karena itu seluruh murid SMA Athala bebas ingin kemanapun asalkan masih dalam area sekolah.

Seperti Fanny dan Sandra yang kini telah berjalan menuju kantin untuk mengisi perut mereka yang keroncongan, tidak lupa dengan kedua teman barunya di kelas IPA 4—Jessy dan Elvina. Tempat duduk mereka hanya depan belakang maka dari itu bisa dengan cepat akrab satu sama lain.

Mereka berempat mencari tempat duduk yang kosong kemudian Sandra dan Elvina memesan makanan untuk mereka sedangkan Fanny dan Jessy menunggu ditempat.

“Gue kaget asli Fan tadi waktu Ilham bilang kalau Malvin pacarnya Fanny, gue kira Fanny nya itu lo.” Ucap Jessy membuka obrolan sembari menggeleng tidak percaya.

“Gue lebih kaget Jes, gue baru inget kalau Fanny Juvanda satu kelas sama gue.”

Sekarang, Fanny Cheryl Griselda harus dihadapkan dengan kenyataan yang memperlihatkan bahwa ia harus satu kelas dengan gadis yang nama depannya sama. Dan tentu saja hal itu membuat Fanny minder karena Fanny Juvanda adalah bidadarinya SMA Athala.

Fanny juga hanya manusia biasa, ia juga bisa merasa minder.

Jessy terkekeh pelan. “Nggak cuman yang namanya Fanny aja yang sama, Bayu juga ada dua kan namanya? Gapapa kalik cuman nama kok”

Fanny memijit pelipisnya pelan, kelas belum dimulai tetapi Fanny sudah dipusingkan oleh banyak hal.

“Kenapa lo Fan?” Ucap Elvina sembari meletakkan pesanan Jessy didepan orangnya dan disusul Sandra memberikan pesanan milik Fanny kemudian mereka duduk berhadapan.

“Pusing”

“Ke UKS aja kalau pusing” Usul Sandra sedangkan Fanny menggelengkan kepala dan memilih menyantap soto miliknya.

Dan ketiganya nampak mengikuti Fanny.

“Tadi Desi marah-marah ngapain dah?” Ucap Elvina.

“Lo nggak denger El?”

Elvina menggelengkan kepala.

“Desi nggak mau jadi bendahara pertama” Ujar Sandra, Elvina menganggukkan kepala tanda bahwa ia paham.

“Terus kalau nggak mau jadi bendahara pertama gantinya Fanny bakal ngrangkep gitu?” Ucap Elvina lagi.

Yang dikatakan Elvina memang benar, jika tadi Fanny yang sedang bersama mereka ditunjuk untuk menjadi bendahara kedua, tetapi Desi yang mereka bahas justru tidak menginginkan posisinya. Malah meminta bertukar posisi dengan Fanny namun Fanny menolak karena yang menunjuk mereka langsung adalah Pak Parno.

“Lo aja Jes yang bantuin gue” Ucap Fanny setelah gadis itu memilih sedari tadi diam mendengarkan perbincangan teman-temannya.

“Gue Fan?” Ucap Jessy dengan menunjuk dirinya sendiri, Fanny namppak menganggukkan kepala.

“Iya. Santai aja, tugas lo nanti yang nyatet-nyatet aja selebihnya gue.”

Elvina menggeleng takjub. “Hebat lo Fan”

“Fanny waktu kelas X juga jadi bendahara” Ujar Sandra.

“Pantes, aura-aura kebendaharaannya keliatan.” Alhasil mereka semua tertawa.

Kring kring kring

“Udah yuk balik kelas” Ajak Sandra kemudian suara Fanny menginstrupsi membuat langkah mereka terhenti.

“Gue mau ke perpus dulu lagian belum pelajaran kan”

“Sendiri Fan?” Ucap Jessy dan Fanny hanya mengangguk sebagai jawaban.

“Yaudah hati-hati ya Fan, kita bertiga duluan ke kelas.”

~~~

Disinilah Fanny sekarang berada, ruangan yang penuh dengan buku. Gudangnya ilmu di SMA Athala. Sebenarnya Fanny bisa saja ikut dengan ketiga temannya tadi kembali ke kelas, namun untuk saat ini Fanny memutuskan untuk menyendiri lebih dulu.

Fanny mengitari rak-rak buku yang berbau romansa, lebih tepatnya ia menyukai novel. Bukan hanya menyukai melainkan sangat menyukai.

Pandangannya jatuh kepada salah satu buku yang berjudul “Ex Bestfriend” karena penasaran dengan isinya, Fanny pun mengambil buku tersebut kemudian duduk di kursi yang ada di dalam perpustakaan.

“Sendirian aja Fan?”

Fanny terkejut saat dihampiri petugas perpustakaan. “Eh iya Mbak ini sendirian” Balas Fanny kepada penjaga perpustakaan, Fanny mengenali Mbak Iin—nama petugas perpustakaan SMA Athala itu karena Fanny termasuk siswi yang sering juga masuk ke perpustakaan sekolahnya walaupun hanya mencari novel untuk dibaca.

“Oh yaudah enakin aja ya, Mbak mau balik ke tempat.”

“Iya Mbak”

Saat sedang asyiknya membaca, tiba-tiba ada seseorang yang duduk disamping Fanny. Gadis itu hanya melirik untuk memastikan siapa yang duduk disampingnya, dalam hati Fanny merutukki dirinya sendiri yang lebih memilih untuk ke perpustakaan dari pada ikut bersama ketiga temannya tadi.

“Sendirian Fan?”

“Mata lo nggak buta kan” Ketus Fanny tetapi pandangannya masih ke arah buku yang ia pegang, sungguh sangat Fanny muak saat dipertemukan lagi dengan lelaki disampingnya itu.

“Kalem aja dong” Lelaki itu tertawa garing berniat untuk mencairkan suasana.

“Eh ada Fanny, pantes betah duduk di situ lo!” Cibir Adit.

Fanny melirik sekilas Adit yang tengah berdiri di samping rak buku yang tidak jauh dari tempat duduk Fanny, helaan nafas keluar dari hidung gadis itu. Kemudian Fanny beranjak dari tempat duduknya lalu mengembalikan novel yang ia baca tadi ke tempat semula.

“Eh eh Fan kok buru-buru banget sih?” Cegah Adit saat Fanny ingin berjalan melaluinya.

“Mau ke kelas”

“Tuh Ilham mau ngomong sama lo” Ucap Adit dengan menunjuk Ilham menggunakan dagunya, sontak Fanny menoleh ke arah Ilham yang masih dengan posisi sama seperti tadi—duduk di samping kursi yang sempat ditempati oleh Fanny.

Ilham kemudian beranjak juga dari tempat duduknya dan berdiri berhadapan dengan Fanny sedangkan Adit yang mengerti situasi pun pergi keluar perpustakaan untuk memberikan mereka sedikit ruang.

“Lo mau balikan sama gue?”

Fanny tertawa mengejek. “Balikan? Lo masih punya muka ngajak gue balikan?”

“Gue tau gue salah Fan tapi kasih gue kesempatan satu kali lagi buat nebus kesalahan gue yang dulu, gue salah udah milih Putri yang sifatnya—”

“Oh jadi lo nyesel milih gue?”

Fanny dan Ilham kompak menoleh ke sumber suara, ternyata di sana ada Putri—Wakil Ketua OSIS yang pernah Fanny lihat dengan Ilham saat hubungan mereka masih berpacaran. Sedangkan dibelakang Putri ada Adit dengan tampang panik karena tadi lelaki itu sudah mencegah Putri agar tidak masuk dulu ke dalam perpustakaan ternyata gagal.

Karena bagaimanapun juga Putri adalah Wakil OSIS yang kesehariannya juga berada di perpustakaan.

“Eng-ngak gitu Put”

“Sorry nih gue motong sebentar” Jeda Fanny. “Gue nggak pernah nyari masalah sama lo kak” Ucap Fanny dengan tersenyum tipis ke arah Putri.

“Sebelumnya pun hubungan kita juga baik-baik aja. Tapi semenjak lo beranggapan bahwa gue yang jadi benalu diantara kalian, semenjak itu juga gue ngibarin bendera perang yang nggak akan pernah damai sebelum lo sendiri yang ngibarin bendera putih. Gue pergi permisi” Lanjut Fanny, kemudian gadis itu berlalu meninggalkan Putri dan Ilham yang terdiam ditempat.

Saat hendak berjalan melalui Adit, langkah kaki Fanny terhenti kemudian berbicara kepada lelaki itu sebagai tanda peringatan dan membuat Adit seketika merasa bersalah.

“Kalau nggak tau apa-apa mending diem, dari pada lo belain orang yang jelas-jelas salah. Nggak guna!”

FannyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang