32 - Kejujuran Alfin

7 2 0
                                    

“Gas kantin yok Fin!” Dewa menepuk pelan bahu Alfin.

“Ke Mbak Ning”

Alfin berjalan lebih dulu dan diikuti oleh teman-temannya, tidak heran memang jika Alfin seolah dinobatkan sebagai ketua diantara mereka karena lelaki itu memiliki sifat pemberani dan juga dewasa dari pada yang lain.

Saat perjalanan menuju tempat yang Alfin sebutkan tadi, langkah kaki Alfin melambat ketika aja objek yang berhasil menyita perhatiannya. Sontak hal tersebut ditangkap oleh indera penglihatan Dewa dan Dzaki.

“Nggak disamperin?” Ucap Dzaki namun Alfin masih terdiam memandangi gadis itu hingga objek yang dilihatnya menghilang.

Alfin melanjutkan langkah kakinya yang sempat terjeda tadi membuat kedua temannya terburu-buru menyamai langkah kaki mereka.

“Lo yakin nggak ada rasa sama dia Fin?” Kini giliran Dewa yang angkat bicara.

“Bukannya yang suka sama dia itu lo”

Tujuh kata yang keluar dari mulut Alfin membuat Dewa seketika bungkam dan Dzaki nampak tertawa, ibarat senjata makan tuan pikirnya.

“Y-ya nggak usah diungkit-ungkit juga kalik” Ucap Dewa.

“Lagian dia kayaknya milih lo malah gue nggak yakin kalau kalian adik kakak” Lanjut Dewa namun hanya di dalam hati mengingat kejadian tempo hari itu.

“Apa sih malah bahas cewek! Alfin mah nggak perlu stuck di satu cewek aja karena sekali kedip-kedip manjah udah ribuan cewek yang dateng dengan sukarela”

Alfin tertawa saat mendengar ucapan yang terlontar begitu frontal dari mulut Dzaki untung saja mereka telah sampai di kantinnya Mbak Ning sehingga tidak ada yang berfikiran bahwa Alfin playboy sebab perkataan Dzaki.

“Gini-gini gue juga selektif ya” Imbuh Alfin yang membuat kedua temannya tertawa, yang punya kuasa mah beda ya.

Mereka lebih memilih untuk duduk dan berbincang-bincang lebih dulu sebelum memesan makan lagi pula sedang jamkos jadi mereka akan sesantai mungkin. Dewa dan dzaki duduk berdampingan sedangkan Alfin duduk berada didepan mereka.

“Ngomong-ngomong soal cewek nih ya, gue nyesel asli pernah jadian sama Adel.” Ucap Dewa.

“Heh! Kita ini cowok ya jadi nggak ada istilahnya gibah-gibahan” Protes Dzaki yang membuat Alfin menggelengkan kepala mendengar perdebatan mereka.

“Gue nggak lagi gibah astaga! Kasih pengertian kek kalau gue ini lagi curhat”

“Kenapa nyesel?” Alfin bertanya.

“Cuman mau numpang tenar”

Alfin membelalakkan matanya sedangkan Dzaki mengumpat. Tidak heran bukan jika ada gadis yang mendekati mereka bertiga hanya karena ingin mencari popularitas, pasalnya mereka memang sangat terkenal walaupun terkenalnya karena badboy.

“Wanita ular” Desis Dzaki yang dibalas Alfin dengan menjentikkan tangannya.

“Dan sekarang lo tau sekarang dia lagi deketin siapa?” Ucap Dewa.

Alfin dan Dzaki kompak menggelengkan kepala sedangkan Dewa berdecak pelan.

“Gue mau ngasih tau!”

“Ya abisnya lo kaya nanya tadi”

Dewa menghela nafas sejenak. “Oke-oke serius”

“Dia deketin Adit yang notaben Adit aja sukanya sama Ana” Lanjut Dewa dengan memutar bola matanya malas.

“Alah! Dulu waktu sama lo juga ngincer Ketua OSIS itu kan” Imbuh Dzaki.

“Woi! Sodaranya ada disini, enak aja gibah didepan sodaranya.” Protes Alfin tetapi tidak membuat Dewa ataupun Dzaki takut namun justru tertawa terbahak-bahak, lagi pula mereka membicarakan sebuah fakta jadi Alfin—selaku saudara dari Ketua OSIS itu tidak mempermasalahkan ucapan mereka.

FannyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang