19 - Bimbang

7 2 0
                                    

Welcome back!!

Happy Reading❤️

Jan lupa tinggalkan jejak:*

•••

Setelah kejadian kemarin, untungnya Alfin dan Fanny tidak berhenti saling berkomunikasi. Meskipun Fanny nampak canggung mengobrol dengan Alfin saat lelaki itu bertanya tentang Sita-mama Alfin yang berkunjung ke rumahnya tadi malam, Alfin hanya bertanya ada urusan apa Sita ke rumah Fanny sedangkan Fanny menjawab tidak tahu apa yang dilakukan Felcia dengan Sita.

Itupun Fanny menjawabnya dengan penuh keberanian.

Oh astaga ataukah kedua Ibu mereka membicarakan perjodohan yang dibuat-buat oleh tetangganya?

"Woe Fan! Tumben banget lo nglamun, nglamunin apa lo serius amat." ucap Raina sembari meletakkan soto pesanan mereka dimeja kantin. Ya, saat ini mereka sedang berada dikantin karena jam olahraga sedang berlangsung.

Loh kok bisa? Karena guru olahraga mereka sangat baik hati jadilah sering kali ada mata pelajaran olahraga, mereka hanya disuruh melakukan kegiatan bebas. Jadi ya disinilah Fanny dan Raina berada.

"Gue nggak nglamun cuma lagi mikir,"

Raina mendengus. "Beda tipis!" tungkasnya.

Fanny dan Raina sibuk dengan sotonya masing-masing, entah mengapa istirahat sebelum waktunya itu terasa nikmat terlebih lagi jika tidak harus bersusah payah bolos.
Mereka berdua tampak sangat menikmati, hingga tiba-tiba..

BRAK

Fanny terlonjak kaget sedangkan Raina tersedak, gadis itu kemudian meraih minum dengan asal tidak menyadari bahwa yang ia minum adalah milik Fanny. Sang pemilik minum membelalakkan matanya saat Raina meneguk minumnya hingga tandas.

"Bunga bangke!" umpat Raina kesal saat melihat gerombolan most wanted girl mendudukki salah satu kursi kantin dengan tidak santainya, kenapa harus ada acara menggebrakkan meja. Sebenarnya angkatan mereka selalu damai, hanya saja mungkin Raina terkejut juga hingga mengucapkan kata demikian.
"Lagi PMS mungkin Rain, udah lanjut makan aja." walaupun Fanny juga sama kesalnya tetapi sebisa mungkin mereka harus menghadapinya dengan kepala dingin, pasalnya mereka hanya menggebrak meja kantin bukan Fanny ataupun Raina yang menggantikan posisi meja itu.

"Lo kenapa sih? Dari tadi pagi gue perhatiin diem terus, ya walaupun lo emang pendiem. Tapi serius Fan gue tanya lo kenapa?" ucap Raina sembari menyodorkan minumnya ke depan Fanny setelah ia menyadari bahwa yang Raina minum tadi adalah milik Fanny. Acara makan merekapun harus tertunda karena perbincangan yang serius itu.

"Kalau misalnya ada cowok yang bilang sama lo kalau dia mau jagain lo dari orang-orang yang nyakitin lo, itu-artinya apa?"

Raina memiringkan kepalanya. "Jangan gue yang jadi perumpamaan! Gue bingung," ucapnya dengan mendengus kesal batinnya berkata apakah begitu susah Fanny mengatakan secara to the point.

"Ada cowok yang bilang ke gue kalau dia itu mau jagain gue dari orang-orang yang nyakitin gue, lebih tepatnya cowok itu minta gue bilang kalau sampai kejadian itu. Dia bakal bonyokin orangnya demi gue," tatapan Fanny berubah menjadi sendu membuat Raina menjadi tidak tega, Raina tidak tahu siapa yang dimaksud Fanny tetapi yang Raina tahu lelaki yang dimaksud Fanny adalah yang paling dekat dengan gadis itu.
"Dia bilangnya gimana?" tanya Raina dengan tatapan serius.

"Suatu saat nanti kalau ada yang nyakitin lo bilang sama gue biar gue bonyokin orangnya,"

"WHAT?!"

Fanny menutup kedua telinganya menggunakan tangannya, gadis itu memutar bola matanya malas seharusnya ia tadi tidak perlu bercerita pada Raina jika berakhir seperti ini sedangkan Raina hanya memamerkan deretan giginya.

"Terus-terus masalahnya dimana?" lanjut Raina masih tidak paham, disakitin harus bilang terus dibonyokin gimana.
"Mungkin nggak sih Rain ada 2 opini? Yang pertama seperti yang gue bilang tadi kalau tu cowok mau jagain gue, untuk yang kedua-secara nggak sengaja cowok itu ngasih salam perpisahan juga mau jagain gue tapi jarak jauh?" Fanny mengerutkan dahinya menunggu jawaban dari Raina, otak Fanny sedang tidak bisa berfikir dengan baik untuk saat ini maka dari itu ia membutuhkan masukan dari orang lain.

"Atau opininya berubah jadi gini Fan, dia itu suka sama lo makanya mau jagain lo atau emang cuma mau jagain lo dari jauh karena suatu saat dia bisa aja nggak terus-terusan jagain lo?"

Fanny terdiam, terenyak dengan ucapan Raina barusan. Alfin menyukainya? Ah, rasanya tidak mungkin. Fanny sangat yakin jika Alfin hanya ingin menjaganya, lagi pula Fanny juga tidak menginginkan jika Alfin memiliki perasaan suka itu kepadanya.

"Bisa gue simpulin sih kalau dia itu sebenernya nggak mau jauh-jauh dari lo tapi kan keadaan nggak ada yang tau makanya dia bilang gitu sama lo," ucap Naya yang entah sejak kapan telah duduk manis disamping Fanny, membuat Fanny dan Raina kompak menolehkan wajah mereka. Padahal Naya duduk disana cukup lama hanya saja keduanya terlalu fokus membicarakan hal itu membuat mereka tidak sadar akan kehadiran Naya.
"Gue ngerasa aneh aja Nay, kenapa dia harus bilang gitu ke gue?" Fanny memijit pelipisnya pelan, mengapa ia tiba-tiba pusing hanya karena memikirkan ucapan Alfin.

"Atau mungkin lo sering nggak nganggep dia ada?" sahut Raina lalu mengangkat kedua bahunya diikuti tatapan meminta jawaban dari Naya.

Fanny mengubah posisi duduknya menghadap Naya lalu menghembuskan nafasnya pelan. "Nay, orang yang gue maksud itu Alfin." Naya dan Raina kompak membelalakkan mata mereka.

"Tapi Alfin pernah kan romantis ke lo?" tanya Raina yang dijawab anggukan kepala oleh Fanny, posisi Fanny kembali seperti semula. Bagi Fanny setiap perlakuan Alfin itu selalu manis karena memang lelaki itu tidak pernah menunjukkan perlakuan kasar atau apapun yang tidak baik dihadapan Fanny.
"Terus gimana reaksi lo waktu Alfin ngeluarin jurus romantisnya?" lanjut Raina sedangkan Fanny menopang dagunya menggunakan tangan kanannya.

"Biasa aja,"

"Nah! Mungkin itu yang buat Alfin mau jauh dari lo,"

"Maksud lo apa sih Rain?"

"Ya kan-"

"Kalem sist santuy aja lah serius amat mukanya," ucap Ita lalu menyodorkan salah satu minuman yang ia pegang ke hadapan Naya, pantas saja Naya tadi langsung duduk disamping Fanny ternyata Ita yang memesan minum.
"Perusak suasana lo!" sinis Raina yang mengundang gelak tawa dari Ita dan Naya sedangkan Fanny hanya diam memandang mereka.
"Udahlah Fan nggak usah dipikirin,"

"Kalau gue sih tetep mikir Nay, coba deh kalau lo diposisi Fanny. Dikasih perhatian waktu sakit, sering digombalin, nggak pernah mbentak, tegas, eh tiba-tiba doi nya bilang gitu." timpal Raina membuat raut wajah bingung Ita tercetak jelas.
"Pada ngomongin apa sih?" kedua alis Ita berkerut.

"Hubungan tanpa kepastian," sahut Raina namun hanya direspon dengan tatapan tajam oleh Fanny, pasalnya yang dikatakan Raina itu tidaklah benar. Ia dengan Alfin memiliki hubungan, yaitu hubungan persahabatan.
"Nggak usah ngaco Rain! Balik ke kelas ayok waktu istirahat mau habis," Fanny beranjak dari kursinya diikuti oleh Raina dibelakangnya, tetapi sebelum itu Raina berbicara kepada Naya dan Ita.

"Eh Fan! Sotonya kasian!" ucap Raina memandang punggung Fanny yang kian menjauh, kemudian pandangan Raina beralih ke Naya dan Ita.

"Emang iya udah istirahat?"

"Belum,"

Raina terkejut lalu menyipitkan kedua matanya. "Terus kalian kok udah ada di kantin?" ucapnya dengan tersenyum simpul.
"Free class," ucap Naya dengan nada santai.

"Eh iya kan belum istirahat ya terus Fanny ngapain ke kelas?" ucap Ita kebingungan membuat Naya mengangkat kedua bahunya dan dahi Raina berkerut.

"Oh baru tau gue kalau dia itu salting,"

FannyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang