23 - Masalah Alfin

10 2 0
                                    

Happy Reading ❤️

Jangan lupa tinggalkan jejak:*

•••

Jangan terlalu mudah memberiku kata-kata yang manis, sungguh perasaanku sangatlah lemah akan hal itu.

- daw

•••


Hari ini adalah hari kedua HUT sekolah dirayakan, jika kemarin lomba futsal tiba saatnya hari ini adalah penilaian kelas dan bermacam-macam lomba layaknya 17-an. Tidak terlalu berbelit-belit, setiap masing-masing kelas hanya disuruh menjaga kebersihan kelas serta memberikan sedikit pernak-pernik dikelasnya.

Berbicara tentang futsal kemarin, kelas X IPA 1 kalah telak pertandingan tetapi mereka sama sekali tidak patah semangat ataupun merasa tidak terima. Karena bagaimanapun kemenangan hanyalah bonus diacara itu dan pengalamanlah yang menjadikan pelajaran.

Beralih dari lomba futsal, kelas X IPA 1 mencoba memenangkan kejuaraan penilaian kelas demi membanggakan wali kelas mereka. Tidak perlu mendapat banyak hadiah, satu bagi mereka cukup. Karena menghias kelas adalah tugas bersama, jadi seolah memberikan kesan bahwa mereka berjuang sama-sama dan hadiah yang akan mereka dapatkan juga hasil dari usaha mereka bergotong-royong.

“Kayaknya cocok pake kertas hias buat ulang taun itu deh berhubung udah ada balonnya,” ucap Raina sembari mengamati setiap sudut ruang kelas dengan posisi berdiri, Fanny yang tidak begitu paham dengan masalah hias menghias memilih untuk diam.
“Beli gih kalau sekiranya bagus,” ucap Dewa ikut memberikan saran, dari pada kelas mereka sama sekali tidak dihias.

“Jadi kek ulang taun beneran ya,” ucap Iwan dengan polosnya membuat orang yang disekilingnya menepuk dahi masing-masing.
“Wan, gue pastiin kalau hari ini lo juga ulang taun. Gue bakal buat ini pesta pertama dan terakhir lo di dunia,” ucap Alfin lalu tersenyum simpul membuat Iwan meneguk salivanya sedangkan Dewa dan Dzaki tertawa terbahak-bahak ditempat.

“Untung ulang taun gue masih lama,” gumam Iwan.

“Alfin! Lo dipanggil Bu Endang!”

Alfin menoleh ke sumber suara, ternyata yang memanggilnya tadi adalah Tiara. Dewa, Dzaki, dan Iwan menatap curiga ke arah Alfin sedangkan Alfin mengangkat kedua bahunya. Karena memang ia juga tidak tau ada urusan apa wali kelas mereka memanggil Alfin, kemudian Alfin berjalan keluar kelas menuju ruang guru bersama Tiara.

Tanpa Alfin sadari, Fanny melihat punggung Alfin hingga lelaki itu menghilang tidak terlihat lagi. Raina yang menyadarinya tersenyum menggoda.

“Biasa aja kalik liatinnya Fan,” ucap Raina sembari menyenggol pelan lengan Fanny dengan senyum menggodanya.
“Gue udah biasa,” ucap Fanny singkat, padat, dan jelas.

Tes tes untuk peserta lomba harap berkumpul dihalaman upacara sekarang juga, sekali lagi untuk peserta lomba harap berkumpul dihalaman upacara sekarang juga terimakasih.

“Gue pergi dulu ya cantik muah,” ucap Raina lalu berjalan keluar kelas saat mendengar pengumuman dan meninggalkan Fanny diikuti dengan teman Fanny lainnya yang ikut lomba.

Fanny memutuskan untuk duduk dikursinya, sekilas ingatan tentang Ilham terlintas dibenaknya. Fanny menghembuskan nafasnya pelan, belum lama ia terluka karena lelaki kini ia harus terluka kembali oleh lelaki juga.

Setelah kejadian itupun Ilham tidak menjelaskan apapun kepada Fanny, membuat Fanny kesal setengah mati. Walaupun Fanny masih berada ditahap belajar mencintai tetapi tetap saja ia terluka karena diperlakukan demikian.

FannyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang