16 - Diamnya Fanny

11 4 0
                                    

Telatt update huhu maapin:')

Diusahain setiap sabtu malem kok,

Happy Reading❤️

•••

Disaat lelaki lain dengan suka rela mendekati Fanny, Alfin justru sebaliknya. Karena dia pasti tahu, jika Fanny hanya bisa bergantung pada lelaki itu.

- Quickly Passed

•••

Setelah 3 hari menikmati waktu yang membosankan dirumah, akhirnya Fanny kembali menjalankan rutinitas biasanya yaitu kembali ke sekolah. Awalnya dilarang oleh Naya karena luka diwajah Fanny belumlah sembuh total, tetapi karena Fanny kekeuh akhirnya Naya mengalah.

Kemarin juga adalah hari yang cukup mengejutkan, dimana ternyata Rahmat merupakan saudara jauhnya. Ia bisa tahu saat Rahmat dan Ibunya berkunjung kemarin ke rumahnya, sebuah fakta yang sulit untuk dipercaya. Jika lelaki itu sudah tahu sejak lama tetapi mengapa hanya diam saja saat berhadapan dengan Fanny? Rahmat terlalu pintar menyembunyikan identitasnya.

Saat ini Fanny sedang berada dikelasnya, menulis materi yang terpampang jelas dipapan tulis. Dengan tangan kanan memegang bolpoin dan tangan kirinya ia gunakan untuk menutupi luka didagunya dengan dasi. Fanny masuk kembali dihari senin, sewaktu upacara pun teman-temannya panik saat Fanny mengeluh kakinya lelah berdiri. Padahal ia hanya lelah berdiri karena 3 hari tidak berdiri seperti saat upacara.

Ternyata respon dari teman-temannya terlewat panik, awalnya Fanny juga diberitahu oleh Raina untuk istirahat di UKS saja dari pada harus ikut upacara. Tetapi bukan Fanny Cheryl Griselda namanya kalau tidak membangkang, dasar degil.

“Udah selesai nyatetnya Fan?” tanya Raina sedikit mengintip ke buku tulis Fanny, meskipun Fanny sudah bisa berbicara seperti biasanya tetapi sejak tadi pagi gadis itu lebih banyak diam bahkan saat bersama Raina. Tidak hanya Raina, Naya pun juga diperlakukan sama.
“Udah,”

Meskipun Fanny sering diam tetapi kali ini Fanny menjadi sosok yang lebih pendiam, Raina hampir tidak mengenali Fanny. Kemana Fanny yang dulu?

Sedari tadi Raina berusaha mengajak bicara Fanny, tetapi gadis itu hanya merespon 1 kata sebagai jawabannya. Mengeluh saat kakinya sakit pun gadis itu hanya berkata ‘sakit’ membuat panik barisan perempuan, ditanya apa yang sakit hanya dijawab ‘kaki’.

“Minjem dong Fan,” Fanny menyerahkan buku miliknya ke Raina, ia tahu jika Raina memiliki mata minus sehingga melihat ke papan tulis tidaklah jelas padahal jarak tempat duduk mereka dengan papan tulis tidak jauh.
“Udah sembuh Fan? Gue dari tadi belum sempet nanyain kabar lo,” ucap Dewa sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal membuat Raina memeragakan ekspresi mual.
“Gausah sok manis!”

“Yee...orang gue tanya ke Fanny napa lo yang sewot!”

“Gue baik,”

Raina melongo mendengar dua kata yang keluar dari mulut Fanny, dengannya saja hanya satu kata sedangkan dengan Dewa dua kata? Fanny pilih kasih.

“Giliran sama Dewa ngomongnya nggak cuek-cuek,” Raina mengerucutkan bibirnya tetapi Fanny justru mengernyit bingung dengan tingkah Raina, salah apa dirinya?
“Berarti gue spesial,” Dewa menjulurkan lidahnya ke arah Raina membuat gadis itu semakin kesal, lagi-lagi Fanny hanya mengamati tingkah dua sejoli yang tengah berlomba tatap mata paling tajam.

Pandangan Fanny kembali mengarah ke pintu kelas yang menjadi akses keluar masuk murid X IPA 1, sedari tadi Fanny mengamati Alfin. Lelaki itu juga tidak mengalihkan pandangannya dari Fanny, dan tentang jawaban Fanny tadi bukanlah untuk Dewa. Melainkan untuk Alfin. 

FannyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang