Yeayy dah bisa update nih, hehe semalem gabisa up soalnya lagi sibuk jadilah sekarang..
Jan lupa votement ya,
Happy Reading♥
-----------------------------------------------------------
Weekend, hari dimana orang-orang menikmati waktu liburan mereka. Ada banyak yang dapat dilakukan dihari itu, mulai dari jogging pagi keliling komplek, bertamasya di taman, duduk santai didepan televisi sembari memakan cemilan, rebahan bersama kasur kesayangan, atau mengunjungi rumah kerabat maupun teman.
Seperti yang dilakukan Fanny, ia akan berkunjung ke rumah Alfin. Mengingat lelaki itu kekeuh memintanya untuk datang berkunjung, lagi pula Fanny juga dengan senang hati menerima permintaan dari Alfin.
Fanny hanya menggunakan kaos polos berwarna abu-abu dan memakai blue jeans untuk melengkapi penampilannya hari ini. Rambut Fanny sengaja dikuncir karena ia tidak suka jika rambutnya terurai, terlalu panjang dan merepotkan pastinya. Tetapi entah kenapa Fanny suka dengan rambut panjang.
Beralaskan black shoes nya, kaki Fanny mulai melangkah ke rumah Alfin. Sedikit bersenandung untuk mengisi perjalanannya, karena rumah Alfin yang terbilang cukup dekat membuat Fanny memilih untuk berjalan kaki menapaki jalan.
Helaan nafas keluar dari mulut Fanny saat melihat seseorang yang berada didepan rumah Alfin sedang menyiram bunga, rasanya Fanny ingin berputar haluan memilih untuk kembali ke rumah dari pada harus melanjutkan langkahnya. Tetapi Alfin memintanya untuk datang—sungguh Fanny dibuat gelisah.
Bermodalkan keberanian, Fanny melanjutkan langkahnya ke depan rumah Alfin.
“Budhe, Alfin ada?” tanya Fanny dengan nada sedikit takut akan jawaban yang diberikan budhe Alfin.
“Alfin nggak ada pulang aja!” ketus budhe Alfin.“Udah gue duga, jawabannya masih sama kaya dulu.” batin Fanny tersenyum miris.
Imah—budhe Alfin, entah mengapa wanita paruh baya itu tidak menyukai kehadiran Fanny yang datang berkunjung ke rumah lelaki itu. Bukan hanya satu kali, dua kali, ataupun tiga kali tetapi berulang kali Imah menyuruh Fanny untuk pulang setiap datang ke rumah Alfin.
Padahal seingat Fanny, ia sama sekali tidak pernah melukai perasaan Imah—setetes pun tidak. Apa hanya karena Fanny kecil sering bermain bersama Alfin hingga membuat Imah merasa terganggu?
Lagipula, itu sewaktu Fanny masih kecil, bermain adalah hobinya sehari-hari.
Ketidaksukaan yang terlihat dari raut wajah Imah selalu membuat Fanny ragu untuk mendatangi Alfin, kadang Fanny berfikir kapan ia bisa dengan tenang saat ingin bertemu dengan Alfin? Karena Fanny selalu terlihat salah bagi Imah.
Fanny memutar badannya berniat untuk kembali pulang, selain karena ucapan Imah yang terkesan tidak suka Fanny datang juga—mungkin Alfin memang sedang pergi. Tetapi sebelum melangkahkan kakinya, seruan panggilan dari suara yang terdengar familiar ditelinganya membuat Fanny menghentikan pergerakan kakinya lalu segera berbalik.
Disana ada Alfin dengan raut wajah yang terlihat menahan amarah, entah kenapa. Alfin berjalan mendekati dimana Fanny berdiri.
“Lo mau ke mana?” ucap Alfin sembari memutar bola matanya malas sedangkan Fanny tersenyum.
“Gue kira lo nggak ada dirumah,” Fanny terkekeh pelan—mencoba biasa-biasa saja.Alfin menoyor pelan kening Fanny. “Kan gue yang minta lo dateng ke sini jelas gue ada dirumahlah. Sejak kapan sih otak lo jadi cethek?”
“Dah ayo masuk!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Fanny
Teen Fiction- Judul sebelumnya Quickly Passed - Kisah tentang dua orang lawan jenis yang menjalin suatu hubungan persahabatan. Menghabiskan waktu berdua, saling bertukar gombalan, dan perhatian satu sama lain membuat hidup mereka seakan saling bergantung. 10 ta...