20 - Will You ....

712 97 3
                                    

"Selamat siang, Miss Sam!" sapa Pak Dino, seperti biasa, begitu aku memasuki ruang resepsionis.

Pak Dino ini adalah orang kedua yang tiba di kantor LPBIK lebih awal karena kos-kosannya persis di depan kantor LPBIK. Aku kadang merasa malu sebagai karyawan karena tidak bisa berangkat lebih awal dari pak bos tapi hati kecilku– yang emang suka nyolot dan pinter nyari pembenaran itu– selalu bisa berdalih kalau Pak Dino bisa berangkat lebih awal karena dia tidak perlu repot-repot naik kendaraan membelah padatnya lalu lintas siang dan teriknya kota Pekalongan yang terkadang membutuhkan kesabaran ekstra atau bahkan makian selama seperempat jam. Perlu diketahui bahwa lalu lintas kota Pekalongan memang cenderung semrawut karena banyak pengendara motor ugal-ugalan; tidak menaati rambu lalu lintas, menyeberang atau memotong jalur seenaknya, belok tanpa menyalakan lampu sen (ini tidak hanya berlaku untuk ibu-ibu saja), banyak pengendara motor mengabaikan keselamatan diri karena mengemudi tanpa helm, ngebut, tidak sabaran, banyak pengendara motor di bawah umur, dan sebagainya. Bahkan ada suatu daerah di Pekalongan di mana polisi tidak ditakuti dan tidak berguna untuk menertibkan masyarakat yang sembrono ketika mengemudi tanpa kelengkapan keamanan. Masyarakat di situ beralasan bahwa Tuhanlah yang menolong mereka dan bukan helm atau semacamnya ketika mereka berkendara– lingkungannya memang sedikit religius. Yah, mungkin mereka lupa agama juga mengajarkan ikhtiar sebelum tawakal.

"Siang, Pak!" sapaku balik dengan agak sungkan. "Kok tumben sepi? Masih belum ada yang dateng selain kita, Pak?" Aku mengedarkan pandangan dan melihat sepertinya belum ada tanda-tanda orang lain selain kami di sana karena situasi sangat sepi.

Aku merasa aneh saja sebab orang pertama yang biasanya selalu tiba lebih awal di kantor adalah Ganjar. Tidak mungkin dia belum datang.

"Oh, yang lain udah pada dateng kok, Miss. Pada di belakang," jawab Pak Dino sambil tersenyum penuh arti. Entah kenapa aku merasa situasi kantor saat itu terasa berbeda dan aneh, begitu pun senyum Pak Dino.

"O-oh, gitu." Aku menyahut makin canggung karena itu artinya aku yang paling lambat datang. "Saya ke ruang staf dulu kalo gitu, Pak."

Pak Dino mengangguk sambil terus tersenyum yang membuatku merasa aneh. Pak Dino bukannya orang yang tidak suka senyum sih tapi menurutku senyumnya terlihat aneh seolah ada udang di balik peyek– eh, udang di balik batu maksudnya.

Setelah meletakkan tas di ruang staf, aku pun segera ke belakang karena aku penasaran dengan suara ribut-ribut di bagian belakang kantor. Sepertinya memang benar rekan-rekanku sudah datang sedari tadi.

"Miss Sam dateng!"

"Eh iya, Miss Sam dateng. Ayo, buruan!"

Kudengar bisik-bisik semi riuh sehingga aku makin penasaran. Memangnya kenapa kalau aku sudah datang? Mereka lagi bikin rencana apa sih sampai aku tidak boleh tahu?

"Eh, kamu udah dateng, Miss?" Ucapan basa-basi dari Miss Neina itu membuatku makin curiga pasalnya dia bersikap seperti menyembunyikan sesuatu.

"Lagi pada ngapain di dalem? Kayaknya rame bener?" selidikku sambil berusaha mencari celah di balik ruangan tertutup di belakang Miss Neina di mana terdengar suara-suara riuh rendah.

"Ng-nggak ada apa-apa kok, Miss. Ini ... tadi ... kita lagi nyari ... nyari tikus. Iya, tadi ada tikus jadinya kita takut kalo kamu tau kamu bakal jerit-jerit gitu. Kamu nggak suka tikus, kan?"

Cara berbohong yang buruk. Harusnya Miss Neina lebih banyak belajar dariku. Tapi tak kutanggapi masalah tikus itu. Aku malah hanya menyahut dengan 'oh' pendek kemudian pura-pura tak tertarik lalu berlalu ke toilet. Suara bisik-bisik itu pun terdengar lagi di belakangku.

"Eh, astaghfirullah!" sebutku kaget ketika tiba-tiba melihat Ganjar sudah ada di depan pintu toilet ketika aku sudah selesai buang hajat.

"Ikut aku yuk," katanya singkat.

The Course (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang