25 - Kalau Begini Sih Gawat

489 74 4
                                    

Aku mendapat kelas Conversation baru lagi. Ya, aku masih tetap mengajar karena, toh, ruang resepsionis masih bisa dijaga oleh Miss Nike ketika aku mengajar karena Miss Nike tidak mendapat kelas apa pun sebab dia lulusan Akuntansi— dan bukannya Bahasa Inggris atau Komputer— sehingga dia tidak bisa diperbantukan di kelas mana pun.

Kelas Conversation kali ini hanya terdiri dari dua orang siswa ajar saja. Dua-duanya perempuan.

"What's your name?" tanyaku pada salah seorang di antaranya. Seorang perempuan dengan usia yang kutebak berkisar antara 23-25 tahun dengan tubuh bongsor, kulit terang, dagu lancip, hidung sedikit mancung— yah, singkatnya cantik lah kalau menurutku.

"My name's Tia," jawabnya.

"Okay, Tia. I want you to introduce yourself," pintaku yang langsung disambut Tia dengan ekspresi terkejut. Mungkin dia tidak menyangka akan langsung disuruh memperkenalkan diri di pertemuan pertama. Yah, harusnya dia sudah menyangka itu sih. Tidak mungkin juga di pertemuan pertama aku menyuruhnya untuk mengerjakan tes, kan. Ini kelas Conversation bukan TOEFL Preparation.

Tia terlihat ragu. Entah apa yang membuatnya begitu.

"What are you waiting?" tanyaku yang sepertinya terdengar tidak ramah karena seketika intonasi Tia berubah.

"Uh, s-saya nggak bisa lancar berbahasa Inggris, Miss," sahutnya dengan suara sedikit bergetar, "makanya saya kursus di sini."

"Oh, yeah, I know. That's why I'm here to test how's your English."

Ucapanku mungkin saja membuat Tia makin bingung. Bagaimana bisa aku berkata aku akan mengetes kemampuan bahasa Inggrisnya kalau dia sudah mengakui bahwa bahasa Inggrisnya tidak lancar?

"Just speak. Anything. About you. In English," perintahku.

Tia masih tampak bingung tapi akhirnya dia mulai berbicara.

"My name's Tia. I'm 24 years old. I live in Pekalongan ..." Dia menyebutkan sebuah alamat yang bahkan aku sendiri tidak tahu itu di Pekalongan belahan mana. "I'm child number two from three children ... Uh, apa lagi ya?" Tia keceplosan menggunakan bahasa Indonesia. "Oh, I'm working in one hospital in Pekalongan. Sudah cukup, kan, Miss?"

"If you think it's enough, it's okay. Thank you, Tia."

Tia hanya menyahut yes dan mengangguk.

"Okay, next ..." Aku melirik pada siswa ajarku yang satu lagi, yang wajahnya sudah tegang sekali bahkan sebelum kuminta untuk memperkenalkan diri. "You. What's your name?" tanyaku padanya yang langsung ditanggapi dengan keringat dingin yang mengucur di pelipisnya. Apakah aku semenyeramkan itu? Oh ya, kadang aku lupa bahwa aku punya wajah judes yang bisa mengintimidasi siapa saja. Tidak, aku tidak kejam kok ketika mengajar. Itu semua hanya efek wajahku.

"S-saya nggak bisa ngomong pake bahasa Inggris, Miss," dalihnya.

"What's your name?" ulangku tanpa mengindahkan pengakuannya.

"Silvana," jawabnya.

"Yes, please, Silvana." Aku mempersilakan Silvana untuk memulai perkenalannya.

"Tapi, Miss—"

"Just speak. Anything. About you. In English." Aku mengulang kalimat yang kuucapkan tadi pada Tia.

Silvana diam cukup lama sampai-sampai aku berpikir jangan-jangan dia sudah pingsan atau apa.

"You may imitate how Tia introduced herself just now. That's fine for me," saranku yang entah dimengerti atau tidak oleh Silvana— sepertinya sih tidak.

The Course (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang