"Mir," panggil Titi, "aku dapet siswa ajar Conversation privat nih!"
"Wah, bagus dong," timpalku.
"Jangan lupa komisinya ya," ucap Titi seraya mengerling padaku yang kujawab dengan anggukan kepala.
"Canda, canda. Tapi kalau kamu maksa ngasih komisi ya aku nggak nolak," kekehnya yang membuatku langsung mesem kecut. "Tapi aku lagi bingung nih. Yang jadi masalah ini nanti dia bakal diajar siapa?"
"Lah, kenapa bingung?"
"Dia itu dulu muridku tapi udah lama off, kan, kelasnya terus aku rayu lagi eh ternyata dia mau. Tapi dia maunya diajar sama aku lagi karena anaknya agak susah cocok sama orang lain. Papa mamanya juga minta aku yang ngajar karena udah kenal dan cocok sama aku tapi aku, kan, nggak biasa ngajar Conversation. Lagian di jadwal yang dia minta tuh jadwalku udah penuh. Nggak enak dong geser jadwal kelas lama demi kelas baru," ungkap Titi.
"Kasihin Miss Neina aja," usulku.
"Dia juga udah ada kelas."
Saat aku dan Titi terdiam mencari solusi, Miss Neina datang.
"Kasihin ke Miss Sam aja deh, Miss Titi, kan, dia yang masih kosong jadwalnya," pendapat Miss Neina.
"Lho, emang iya?" tanya Titi. "Kelas-kelasmu udah banyak yang kelar emang?" Titi bertanya padaku.
"Iya, aku cuma pegang dua kelas aja sekarang," jawabku.
Betul, sejak menjadi customer service jam mengajarku memang banyak dipangkas karena peraturan dari pusat melarang CS diberi banyak jam mengajar agar fokus melakukan pelayanan dan mengejar targetnya dan bukannya disibukkan oleh kegiatan mengajar yang membuatnya terpaksa harus meninggalkan kewajibannya melakukan pelayanan.
"Nah, kan, berarti bener kasihin Miss Sam aja. Nanti pas Miss Sam ngajar, kan, ruang resepsionis bisa dijaga sama siapa gitu yang lagi kosong," putus Miss Neina.
Titi mengangguk-angguk, berpikir mengambil keputusan.
"Ya udah, kamu aja yang ngajar kalau gitu, Mir," putus Titi akhirnya.
"Tapi nanti jamnya dibikin di luar jam kerjaku biar aku dapet honor ngajar. Tapi lebih bagus lagi kalau terima honornya aja. Boleh nggak?" selorohku.
"Ngepet aja sana!" sahut Miss Neina sewot.
"Ngepet tetep aja kudu miara sesuatu. Kudu ngasih makan. Ogah ah. Ribet!" sanggahku.
"Oh, maunya dipiara? Ya udah, jadi sugar baby aja kalau gitu," sahut Miss Neina enteng padahal wajahnya yang lebih cocok jadi sugar baby daripada aku. Ya, mana ada om-om yang mau jadi sugar daddy-ku yang jelas-jelas punya wajah tidak ramah.
"Kuliah? SMA? Kerja?" tanyaku sambil menatap Titi dan Miss Neina bergantian.
"SMA. Cowok. Namanya Ricky," jawab Titi.
"Ganteng nggak?" tanyaku iseng.
"Lah, Mr. Ganjar nggak dianggep?" sindir Miss Neina. Aku nyengir kuda.
"Kan, buat hiburan, Miss, biar nggak sepaneng. Kalau ngajar ada yang seger-seger di depan mata, kan, jadinya enak," kilahku.
Miss Neina mencebik lalu menggumam, "dasar!"
Minggu berikutnya tibalah jadwal Ricky di kelasku. Aku kaget bukan main saat melihat penampakan bocah yang seumuran dengan keponakanku itu.
"Are you sure you're still in high school?" Pertanyaan itu yang pertama kali kuucapkan begitu bertemu dengannya dan bukannya sebuah perkenalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Course (TAMAT)
قصص عامةSebelas bulan selepas pengunduran dirinya dari PT. Bank Nusantara, Samira akhirnya diterima bekerja di sebuah lembaga kursus sebagai tenaga pengajar bahasa Inggris. Pengalaman horor dengan makhluk penghuni tempat kursus hingga pengalaman "horor" den...