Aku masih ingat dengan customer satu ini. Dia customer pertama yang kudapat setelah aku resmi menjadi customer service menggantikan Miss Neina.
"Anak saya masih kelas 4 SD, Mbak, jadi kira-kira ada kelas yang cocok untuk anak saya nggak ya?" tanya seorang mahmud alias mamah muda yang datang ke kantor LPBIK suatu siang. Pakaiannya trendi, wajahnya dipoles make up— siapa pun juga tahu bahwa wajah di bawah make up-nya itu pun juga dirawat dengan baik, serta menaiki kendaraan beroda empat yang cukup wah. Pokoknya sekilas saja aku bisa tahu dia orang kaya.
"Oh, anak Ibu kira-kira tertarik untuk ikut kelas apa? Bahasa Inggris atau komputer?" tanyaku bak salesperson kelas kakap, lengkap dengan mulut manis yang bersiap melontarkan rayuan agar bisa dapat closing-an.
Aku pernah membaca teknik marketing yang membuat seorang salesperson sukses menjual barang yang dijualnya, yaitu dengan menjadi pendengar yang baik. Ya, seorang pedagang haruslah menjadi pendengar untuk pembelinya agar pedagang bisa mengerti apa kebutuhan pembeli. Bukannya malah sibuk menawarkan dagangan ini-itu pada pembeli tanpa tahu si pembeli akan benar-benar membeli barang dagangannya atau tidak. Nah, trik yang kulakukan juga sama. Yah, terkadang membaca hal-hal yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan kita itu penting juga untuk menambah wawasan.
"Oh, ada kelas komputer juga ya?" Si ibu tampak terkejut. "Saya kira cuma bahasa Inggris aja."
"Iya, Bu, di sini ada dua kelas, bahasa Inggris dan komputer."
Si ibu mengangguk-angguk sambil membuka-buka brosur yang diletakkan di meja resepsionis.
"Kalau bahasa Inggris gitu belajar apa ya, Mbak, kalo di sini?" tanyanya lagi.
"Kalau di LPBIK, kan, lebih mengedepankan komunikasi, Bu, jadi kami di sini lebih banyak mengajarkan bahasa Inggris dalam bentuk percakapan gitu. Tujuannya memang biar anak-anak lebih bisa berkomunikasi memakai bahasa Inggris karena kalau teori sudah diajarkan di sekolah, kan, ya?" terangku yang disambut anggukan lagi oleh si ibu.
"Yah, tapi kalau komunikasi gitu belum banyak kepake sih, Mbak. Kemana-mana juga masih pake bahasa Indonesia, kan."
Oke, berarti kemungkinan besar si ibu negatif mendaftarkan anaknya ke kelas bahasa Inggris, batinku.
"Nah, kalau komputer gimana?" tanya si ibu yang membuatku antusias lagi.
"Ah, kalau komputer untuk anak seusia sekolah dasar sih biasanya programnya ini, Bu ..." Aku menunjukkan sebuah tulisan di brosur, "namanya General Microsoft Office atau GMO. Tapi misalkan anak Ibu punya peminatan lain juga nggak papa. Nggak harus milih yang ini juga. Bisa pilih Corel Draw atau Photoshop atau apa aja yang dia mau."
"GMO itu nantinya belajar apa ya, Mbak?" Si ibu mulai tertarik.
"Tentang Microsoft Office, Bu. Itu, kan, programnya dibagi sampai lima level. Ada GMO 1-5. Tiap-tiap level yang dipelajari beda. Misalnya GMO 1 belajar Microsoft Word, GMO 2 Microsoft Excel, GMO 3 One Note, GMO 4 Outlook, dan terakhir, GMO 5, Power Point. Tiap levelnya hanya berlangsung 16 pertemuan jadi kalau seminggu dua kali total pembelajaran hanya delapan minggu alias dua bulan saja."
"Oh, itu program-programnya sering dipake, kan, ya kalau di sekolah?"
"Setahu saya sih iya, Bu, soalnya sekarang, kan, kalau mau buat tugas juga seringnya diketik, kan?"
Si ibu sempat berpikir sebentar lalu kemudian katanya, "Oke deh, Mbak, kalo gitu. Saya daftar aja dulu ya. Nanti bayarnya kalau pas anak saya mulai kursusnya aja gimana? Bisa?"
"Oh, baik, Bu. Bisa. Nanti pembayaran saat anaknya sudah datang juga nggak masalah." Aku langsung semringah.
Yes, berhasil closingan! pekikku dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Course (TAMAT)
General FictionSebelas bulan selepas pengunduran dirinya dari PT. Bank Nusantara, Samira akhirnya diterima bekerja di sebuah lembaga kursus sebagai tenaga pengajar bahasa Inggris. Pengalaman horor dengan makhluk penghuni tempat kursus hingga pengalaman "horor" den...