"Alhamdulillah kita dapet murid baru lagi," pekik Titi suatu hari dengan penuh rasa syukur. "Langsung dua orang sekaligus!"
LPBIK memang sedang mengalami masa paceklik. Biasanya musim seperti ini terjadi ketika menjelang akhir tahun sampai awal tahun baru, musim di mana banyak sekali hari libur- Natal, libur semester sekolah, dan tahun baru- sehingga banyak orang enggan menghabiskan uang mereka untuk kursus karena uang mereka sudah dihabiskan untuk persiapan liburan.
"Alhamdulillah," balasku penuh kelegaan. "Level apa, Ti?"
"Ng, rencananya mau aku kasih level Pre Foundation deh kayaknya soalnya masih SD kelas 1 sama TK," jawab Titi.
Aku melotot. TK? Yang benar saja? Ibu si calon siswa ajar tidak salah jurusan, kan, saat mendaftar?
"Itu ortunya nggak salah daftarin, kan? Dia nggak salah ngira ini sekolah TK, kan?"
Titi tergelak saat mendengar pertanyaanku. "Nggak lah, Mir. Beberapa siswa ajar di sini emang ada kok yang masih TK."
Aku jadi terbayang pengalamanku mengajar murid-murid TK saat masih kuliah di semester akhir dulu. Yah, bukan pengalaman buruk sih tapi tidak bisa dibilang pengalaman indah juga. Bekerja dengan anak-anak seusia TK dan SD cukup challenging karena tingkah mereka yang sering tidak bisa diprediksi. Namun, aku berusaha berpikiran positif. Siapa tahu anak TK dan SD di sini lebih kalem. Untungnya aku diberitahu Titi bahwa aku akan mengajar yang sulung yang sudah SD sedangkan adiknya yang masih TK dipegang Titi.
"Halo, Owen. Hai, Jensen," sapa Titi pada dua bocah laki-laki yang datang memasuki ruang resepsionis seminggu setelahnya.
Katanya sih Owen dan Jensen ini kakak-beradik tapi aku tidak terlalu bisa melihat kemiripan mereka satu sama lain selain kulit yang sama-sama putih dan mata yang sama-sama sipit karena mereka keturunan Tionghoa.
"Hai, Miss Titi. Aku telat ya? Mereka baru bangun tidur tuh. Aku paksa mereka buat bangun karena katanya pengen kursus. Aku nitip mereka berdua ya," kata seorang wanita muda bertubuh tinggi besar pada Titi. Fitur wajahnya agak mirip Jensen sehingga aku yakin bahwa wanita muda itu adalah ibu Owen dan Jensen- mungkin Owen lebih mirip ayahnya.
"Ah, nggak kok, Ma. Ok. Siap, Ma!" balas Titi dengan senyum ramah seperti biasa. "Oh iya, kenalin ini Miss Sam yang nantinya akan ngajar Owen. Kalau Jensen sih diajar saya." Aku pun memperkenalkan diriku pada wanita yang menyebutkan Leny sebagai namanya.
"Nanti aku jemput jam berapa ya, Miss?" tanya Mama Leny setelah bersalaman denganku.
"Jam setengah tiga ya, Ma, karena kursusnya cuma 1,5 jam," pesan Titi. Mama Leny mengangguk yang kujadikan tanda bahwa dia mengerti akan instruksi Titi.
"Oh iya, Miss, kalau mereka minta jajan udah ada makanan ya di dalam tas mereka berdua. Udah ada air minum juga. Disambi ngemil nggak papa, kan, ya belajarnya?"
Titi mengangguk. "Iya, nggak papa, Ma, namanya juga anak-anak. Daripada nggak mau belajar terus ngambek mending belajar sambil ngemil deh."
Wanita itu tersenyum lega. Ia pun lalu pergi dari LPBIK dengan mengendarai mobil.
"Sudah siap belajar sama Miss Titi?" tanya Titi pada Jensen sambil menggandeng bocah TK itu lalu mengajaknya masuk ke salah satu ruangan. Titi memang lebih mudah bergaul dengan anak-anak. Sifatnya yang hangat dengan semua orang memang membuat siapa pun lebih nyaman bersamanya. Jensen melonjak-lonjak riang sambil berceloteh entah apa. Aku tersenyum pada Owen dan mengajaknya masuk kelas pula.
Level Owen masih Pre Foundation sehingga yang kami pelajari hanya terbatas pada bahasa Inggris dasar seperti belajar alfabet dengan mengeja setiap kata, mengenalkan benda-benda di sekitar dalam bahasa Inggris, warna, dan sebagainya. Owen tidak terlalu sulit menghapalkan kosa kata bahasa Inggris yang kuajarkan mungkin karena di sekolah dia sudah diajarkan bahasa Inggris sedikit demi sedikit. Yang kutahu, Owen sekolah di sekolah swasta yang terkenal cukup bagus di kota ini, sama seperti sekolah Lia yang pernah datang waktu itu, yang bangunan sekolahnya mirip kastil di Disneyland.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Course (TAMAT)
General FictionSebelas bulan selepas pengunduran dirinya dari PT. Bank Nusantara, Samira akhirnya diterima bekerja di sebuah lembaga kursus sebagai tenaga pengajar bahasa Inggris. Pengalaman horor dengan makhluk penghuni tempat kursus hingga pengalaman "horor" den...