MONGGO!Hari ini Hana sedang malas keluar kelas, entah kenapa ia sedang tak ingin diganggu sekarang.
Mungkin dewi keberuntungan tengah berpihak kepadanya, guru yang mengajar hari ini sedang berhalangan hadir, dan itu menjadi sebuah kesempatan baik untuknya dan teman-teman sekelasnya untuk bisa bermain dengan dunia mereka masing-masing tanpa harus berkutat dengan pelajaran.
Entah sudah berapa kali Hana menghela napas karena ia bosan dengan kelas. Tak ada yang bisa ia lakukan selain membaca buku yang kebetulan Amanda bawa.
Sedangkan Amanda dan Nindi pergi ke kamar mandi untuk buang air kecil dan sekalian merapihkan dandanan mereka.
"DOR!"
Baik Nindi ataupun Amanda, kedua gadis itu terpelonjat kaget karena suara yang tiba-tiba mengagetkanya. Bagaimana tidak? Sedang asik-asiknya berjalan di lorong kelas yang sepi, tiba-tiba saja keduanya dikagetkan dengan suara yang cukup keras.
Keduanya langsung berbalik badan. Nindi langsung memasang tatapan tajamnya, siap memarahi si pelaku yang kurang hajar.
"Sorry."
Sipelaku hanya nyengir seraya merapatkan kedua telapak tanganya dan ia letakan didepan dada.
"Bisa gak sih gak ngagetin?!" Gerutu Nindi melipat kedua tanganya didepan dada.
Dua gadis itu kini berhadapan langsung dengan tiga orang cowok yang gagah dan tampanya kelewat batas itu. Sebenarnya Nindi kaget, kenapa geng cowok yang populer karna ketampananya itu mendatangi keduanya? Mimpi apa dia didatangi para pangeran sekolah ini?
"Ada apaan sih?" tanya Amanda santai, meski dirinya ingin mengumpati Gibran karna hal tadi.
"Nih," Gibran menunjuk ke arah Gema yang duduk ditengah-tengah dirinya dan Nando. "Mau ngasih sesuatu."
"Buat siapa? Gue?" tanya Nindi dengan PD-nya.
"Heh sapi! Buat apa Gema ngasih sesuatu buat lo? Siapa lo? Ya pasti dia ngasih buat pacarnya lah," sungut Gibran sedikit tak santai.
Dan saat itu juga Nindi langsung diam, udahlah gak ada harapan lagi, dirinya mendapatkan hati seorang Gema? Mimpi!
Gema tak mau basa-basi lagi, ia langsung menyodorkan sebuah bungkusan berwarna hitam ke arah Amanda.
"Kasihin ke Hana," pesan Gema.
Amanda menatap bungkusan itu sebentar dan lalu menerimanya.
"Ngarep banget lo? Gak liat muka lo? Kaya domba Garut," ledek Gibran kepada Nindi.
"Heh enak aja! Gini-gini gue pinter ya," balas Nindi tak mau kalah.
"Heh! Pinter gak penting, yang penting itu good looking," balas Gibran menyombongkan wajahnya.
"Cakep aja gak cukup buat lulus sekolah!" kata Nindi semakin tak mau kalah.
Gema, Amanda, dan Nando hanya bisa diam seraya melihat ke arah cowok dan cewek yang tengah sibuk berdebat itu. Mereka bingung, kenapa mereka jadi beradu seperti itu?
"Halah, kaya yang lo pinter aja," kata Gibran.
"Heh, jangan salah ya, gue juga pinter!"
"Mana buktinya? Tiap taun aja gue gak pernah liat lo di rangking sekolah?"Gibran melipat kedua tanganya, yakin dengan pernyataanya tadi kalau Nindi tak bisa membalasnya lagi.
"Ya, ya..." Nindi memutar otaknya dengan cepat, ia tak mau kalah dalam adu bacot ini. "Ya pinter kan gak selalu harus masuk rangking pararel sekolah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pacar Dari Neraka (END)
Roman pour AdolescentsMeskipun Hana tak mengetahui apa yang terjadi, namun tatapan mata dari cowok yang baru saja menabraknya itu, mengisyaratkan bahwa ia tak boleh memberitahukan keberadaanya. Memang bukan masalah bagi Hana untuk menolong cowok itu, namun karna hal itu...