Kuruma Banare, Tren Anak Muda Jepang yang Anti Beli Mobil

119 20 0
                                    

Menjadi salah satu negara adidaya dan paling berpengaruh di dunia, membuat Jepang jadi negara paling disegani. Negara ini menjadi pusat industri kendaraan bermotor terbesar di dunia. Di negeri sakura ini, peradaban dunia otomotif dimulai. Ada banyak pabrikan motor bertebaran di sana, salah satunya terbesar dunia, Toyota.

Meski produknya begitu laris di luar negeri, tapi di dalam negeri penjualan produk otomotif malah melemah. Data yang dihimpun dari Newsweek, antara tahun 2000 dan 2005, belanja mobil per rumah tangga per tahunnya, turun 14 persen menjadi $ 600. Imbasnya tak hanya penjualan yang menurun, tapi beragam pameran otomotif malah sepi dari pengunjung, terutama anak-anak muda.

Anak muda di Jepang memang lebih gemar jalan kaki dan menonton film ketimbang menghabiskan uangnya dengan membeli mobil. Alih-alih menabung untuk mobil, semakin banyak pembeli muda menghabiskan uang mereka pada ponsel terbaru dan komputer rumah.

Fenomena ini dikenal dengan kuruma banare. Secara sederhana, kuruma banare diartikan sebagai 'demotorisasi', pemikiran yang menganggap mobil atau kendaraan bermotor bukanlah simbol status. Sebaliknya, mereka anggap membeli mobil adalah sesuatu yang sia-sia.

Pola pikir orang Jepang penuh dengan perhitungan. Mereka akan menghitung harga parkir, asuransi dan berbagai biaya lainnya, yang akan menghabiskan waktu $ 500 per bulan. Selain itu, pajak membeli mobil baru sebesar $ 17.000, 4 kali lebih besar daripada pajak di Amerika Serikat

Faktor lain dari demotorization Jepang adalah lonjakan hidup perkotaan yang sejak tahun 1990, penduduk kota Jepang telah tumbuh hampir 20 persen.

Fenomena yang telah terindikasi sejak tahun 1990an ini, memang telah menghiasi pola pikir anak muda di Jepang. Kuruma Banare ini membuat Jepang menjadi negara maju pertama, di mana warganya tak menggunakan mobil sebagai kendaraan mereka.

Contoh generasi kuruma banare adalah pemuda bernama Makino. Dia, dan teman sebayanya, menganggap mobil hanyalah alat, tak beda dibanding alat-alat lain. Menurutnya, mobil bukanlah refleksi dari identitas, selera, atau pendapatan, sebagaimana diyakini pemuda di negara lain, termasuk Indonesia.

Januari lalu, laman Straitstimes melansir laporan survei dari asuransi mobil Sony Sompo terkait kemunculan fenomena ini. Kesimpulannya, generasi kuruma banare tak melihat adanya alasan untuk membeli mobil pribadi, terlebih lagi angkutan umum yang semakin baik, terutama di pusat kota seperti Tokyo.

Selain itu, sebagian anak muda ada pula yang berpendapat bahwa mereka tidak membeli mobil karena tak ingin merusak lingkungan. Kesadaran yang memang masih jarang ditemui, terutama di Indonesia.

Memang di Jepang sendiri saat ini regulasi dari pemerintah semakin menyulitkan kepemilikan mobil baru, terutama soal pajak kendaraan yang semakin tinggi membuat negeri ini semakin bebas dari polusi dan gaya hidup hedon anak muda di sana.

Nihon... Ai Shi Te Ru...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang