Karoshi adalah sebutan untuk sebuah fenomena kematian pada seseorang yang disebabkan kelelahan bekerja di Jepang.
1. Sudah Ada Sejak 1960-an
Fenomena Karoshi nyatanya sudah ada di Jepang sejak 1960-an. Namun ada perbedaan yang terjadi saat ini. Bila dulu pekerja harus bekerja lama dengan jaminan dapat bekerja sampai pensiun, tapi untuk saat ini tidak demikian. Pekerja tidak mendapatkan jaminan dapat bekerja sampai pensiun di sebuah perusahaan.
2. Budaya Lembur 100 Jam per Bulan
Sebuah survei pernah dilakukan di Jepang dan mendapatkan nyaris seperempat dari seluruh perusahaan Jepang memiliki karyawan yang bekerja lembur lebih dari 80 jam per bulan. Bahkan dari perusahaan tersebut 12 di antaranya memiliki karyawan yang bekerja lembur sampai 100 jam per bulan.
Akibatnya pada Natal 2015, seorang karyawan perusahaan iklan Dentsu Inc, Matsuri Takahashi (24) bunuh diri sebab depresi akibat pekerjaan. Perempuan itu diketahui mengalami depresi karena bekerja selama 100 jam per bulan. Dentsu Inc. sendiri sudah dikenal sebagai perusahaan yang tergolong kejam pada karyawannya.
3. Penyakit Menjadi Penyebab Utama Karoshi
Pemerintah Jepang mencatat dalam setahun nyaris 2.000 orang meninggal dunia karena Karoshi. Dan rata-rata mereka yang meninggal akibat Karoshi adalah pekerja paruh baya yang terlalu memaksakan diri. Dan di antara banyaknya kasus kematian akibat Karoshi, nyatanya faktor serangan jantung dan stroke menjadi dalang utama.
Disinyalir para pekerja yang berusia 40 tahun ke atas sudah tidak terlalu memerhatikan kesehatan. Sehingga mereka yang lebih banyak menghabiskan waktu untuk bekerja tak lagi memerhatikan apa yang dikonsumsi. Mie instan pun kerap menjadi pilihan utamanya.
Akibatnya pun dirasakan selang beberapa tahun kemudian. Penyakit perlahan menggerogoti tubuh mereka yang kian ringkih. Sehingga banyak pekerja yang kemudian meninggal di tempat kerja.
4. Menjadi Worcaholic karena Takut Dipecat
Kendati menjadi Negara maju, nyatanya kepadatan populasi Jepang masih belum bisa diimbangi dengan ketersediaan lapangan pekerjaan. Hal inilah yang melatari terjadinya Karoshi. Karyawan yang sudah mendapatkan pekerjaan pasti akan berusaha untuk mempertahankannya.
Takut dipecat menjadi salah satu alasan kenapa mereka tidak peduli lagi pada batasan-batasan waktu kerja hanya untuk menunjukkan performa terbaik kepada perusahaan. Bahkan banyak yang rela lembur meski tak dibayar.
5. Pemerintah Jepang Sudah Melakukan Banyak Cara Menekan Karoshi
Tingginya angka kematian akibat Karoshi cukup mengkhawatirkan di Jepang. Hal itu pun mendorong Pemerintah Jepang dalam menekan angka kematian akibat Karoshi dengan mengurangi budaya lembur.
Pertama ada Jumat Premium. Ini adalah cara pemerintah untuk meminta perusahaan di Jepang membiarkan para karyawannya pulang pukul 3 sore pada Jumat terakhir setiap bulan. Selain itu Pemerintah Jepang juga berharap banyak pekerja yang mengambil cuti. Di Jepang sendiri karyawannya diberi hak cuti selama 20 hari setiap tahunnya. Meski nyatanya hanya 65% karyawan yang mengambil cuti.
Kedua ada pemberlakuan batasan lembur yang dilakukan Pemerintah Jepang, yakni maksimal 30 jam setiap bulan. Ketiga adalah gerakan Matikan Lampu. Maksudnya adalah Pemerintah Jepang meminta agar perusahaan di Jepang mau mematikan lampu-lampu di kantornya setelah pukul 7 malam. Ini sebagai cara memaksa karyawan untuk segera pulang. Strategi-strategi ini dinilai mampu menurunkan angka Karoshi meski tidak signifikan.