Teh Jepang

374 11 0
                                    

Sencha

Tak diragukan lagi, teh hijau paling populer di Jepang adalah sencha, yang mendominasi sekitar 75% teh yang diproduksi di negara ini. Teh ini tumbuh di bawah sinar matahari penuh, dan rasanya tergantung di mana ditanam dan juga musim panennya. Tanaman teh memproduksi dan menyimpan zat nutrisi selama bulan-bulan musim dingin, dan menjelang akhir musim dingin daun teh sudah mulai dipetik di daerah Selatan Jepang, yang kemudian secara bertahap panen teh bergeser ke wilayah Utara pada bulan-bulan musim semi.

Shincha atau "teh baru" merupakan teh hasil panen bulan pertama, yang memiliki kadar nutrisi tinggi, aroma segar, dan rasa manis di teh. Selain itu, shincha juga memiliki kadar kafeina dan elemen pahit (katekin) yang relatif rendah, selain mengandung asam amino dalam jumlah banyak. Musim petik shincha umumnya dari awal April hingga akhir Mei, diikuti oleh Nibancha ("teh musim kedua") dan Sanbancha ("teh musim ketiga"). Di samping itu ada istilah kocha yang berarti "teh tua", yaitu teh yang tersisa dari tahun sebelumnya.

Tidak seperti teh hijau China yang pada tahap awal digoreng, sencha Jepang dikukus untuk mencegah oksidasi pada daun teh, sebelum kemudian digulung, dibentuk, dikeringkan, dan terakhir disortir menjadi beberapa kelompok kualitas yang berbeda. Biasanya memiliki citarasa lebih grassy (aroma rumput) jika dibandingkan dengan teh hijau China, dan secara umum warnanya lebih hijau. Rasa teh sencha juga berbeda tergantung suhu air di mana semakin panas, semakin menciptakan rasa sepat yang nikmat.

Gyokuro

Mengandung arti "embun permata", karena hasil seduhan teh menciptakan efek warna hijau permata, gyokuro dianggap sebagai sajian teh hijau berkualitas tinggi. Berbeda dengan sencha, teh jenis ini tumbuh dengan jerami menutup di atasnya—untuk menghalangi sinar matahari langsung—selama beberapa minggu sebelum dipanen. Cara budidaya ini selain menghasilkan rasa manis juga menaikkan kadar asam amino teanin dan alkaloid kafeina dalam teh, yang bisa membantu meningkatkan kejernihan mental dan daya fokus.

Cara penyajian gyokuro sedikit berbeda dari kebanyakan teh hijau, dengan suhu penyeduhan lebih rendah dibanding sencha dan waktu perendaman yang lebih lama. Gyokuro juga merupakan salah satu jenis teh termahal di Jepang, yang 40% produksinya dilakukan di daerah Yame, Prefektur Fukuoka.

Matcha

Matcha adalah bubuk halus teh hijau yang semula hanya digunakan untuk upacara minum teh (sado) dan disajikan kepada para tamu dengan menggunakan tatacara yang baku. Karena bisa dilarutkan, matcha juga digunakan sebagai bumbu aroma untuk susu, es krim, atau disert. Matcha mengandung beragam zat antioksidan, dan dikagumi karena memiliki khasiat menenangkan, rasa ekstra manis dan kedalaman rasa.

Seperti halnya teh jenis gyokuro, teh matcha ditanam dengan diberi naungan diatasnya selama tiga minggu sebelum dipanen, untuk memperlambat pertumbuhan dan merangsang produksi klorofil pada daun agar menghasilkan kadar teanin yang tinggi. Tangkai dan urat daun dikeluarkan sebelum digiling, sehingga matcha benar-benar dibuat hanya dari daun kaya nutrisi.

Sejarah matcha bisa ditelusuri hingga era Dinasti Tang, China (818-907), pada saat daun teh mulai perlu dikukus dan dibentuk persegi agar mudah disimpan atau diperdagangkan. Teh kemudian dipanggang dan dihaluskan sebelum direndam dalam air panas, dan metode ini diperkenalkan ke Jepang pada akhir abad ke-12 oleh biksu Eisai.

Pada upacara minum teh 'sado', teh matcha secara tradisi disajikan dalam dua cara berbeda—koicha ("kental") dan usucha ("tipis"). Koicha relatif kental, sedangkan usucha lebih encer dengan takaran setengahnya. Untuk koicha biasanya digunakan daun teh dari tanaman yang lebih tua yang menghasilkan rasa teh lebih ringan dan manis, dan secara umum harganya lebih mahal dibanding usucha.

Bancha

Tanaman teh hijau bancha sama dengan tanaman teh sencha, hanya bedanya bancha dipanen di musim panas dan musim gugur. Biasanya daun teh yang dihasilkan relatif besar, dan tangkai atas tidak dibuang—untuk sencha, tangkai atas dibuang—sehingga teh yang dihasilkan mutunya agak rendah, aromanya kurang, lebih sepat, dan memiliki bau organik yang kuat. Meskipun sering disebut "teh biasa", banyak orang di Jepang menyukai rasa bancha yang menyolok dan karakternya yang khas.

Hojicha

Berbeda dengan kebanyakan teh Jepang, hojicha tidak dikukus tapi dipanggang. Pemanggangan mengubah warna daun teh dari hijau menjadi coklat kemerahan, dan memberikan rasa panggang yang khas. Teh ini biasanya dibuat dari daun teh bancha yang dipetik pada panen terakhir, dan proses pemanggangan memberikan efek penurunan kadar kafeina dan berkurangnya rasa pahit pada teh. Citarasanya yang ringan menjadikan hojicha populer disajikan sebagai minuman di petang hari, dan kadar rasanya bisa disesuaikan dengan mengatur intensitas pemanggangan.

Genmaicha

Dijuluki "teh popcorn" karena suara yang ditimbulkan saat dipanggang, genmaicha adalah teh hijau yang dikombinasikan dengan beras merah panggang. Pada awalnya biasa diminum oleh kalangan miskin di Jepang—yang menggunakan beras sebagai pengenyang perut, atau oleh mereka yang berpuasa untuk tujuan keagamaan, namun sekarang genmaicha dikonsumsi oleh masyarakat luas karena praktis diminum dan bisa sebagai pengganjal perut.

Gula dan pati dari beras memberikan sensasi hangat dan kenyal, sedangkan teh menciptakan aroma grassy, dan minuman teh genmaicha biasanya memiliki warna kuning muda. Genmaicha terkadang dijual dengan campuran matcha didalamnya (disebut matcha-iri genmaicha), yang menghasilkan rasa lebih kuat dan warna lebih hijau. Genmaicha disarankan diseduh dengan air mendidih selama 30 detik, dan teh ini cukup populer hadir sebagai santapan minuman setelah makan malam, karena kadar kafeina yang rendah.

Nihon... Ai Shi Te Ru...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang