"Hidup itu harus dijalanin, karena kalau diberhentiin mati dong gue!"
-Gevan Radithya P-
Bel sekolah berbunyi yang merupakan surga dunia bagi seluruh siswa. Karena mereka bisa cepat pulang ke rumah lalu melaksanakan tugas rutinan mereka yaitu rebahan. Tapi itu tidak bagi Gevan, pulang sekolah yang biasanya pergi kerumah lalu keluar lagi kumpul bersama teman-temannya untuk hari ini tidak. Eits bukan hari ini saja mungkin bahkan seminggu kedepan ia akan seperi itu jika tidak ingin di depak dari rumahnya. Sebenarnya Gevan bisa saja kabur pulang bersama para sahabatnya tapi ia tidak mau harus tinggal di rumah Tantenya sampai lulus nanti. Ogah banget bisa mati gue.
"Van beneran ni lo gak ke bascamp lagi?" tanya Asep.
"Sudah gue bilang seminggu ini hiatus dulu gue, lo gak tahu aja sikap Tante gue kayak gimana," balas Gevan.
Sekarang mereka sedang berjalan beriringan menuju parkiran.
"Yaelah Van gak asik lo mah," protes Zidan.
"Elu mau tanggung jawab kalau gue harus tinggal sama Tante gue sampai lulus SMA, kalau gue sih ogah!" tanya Gevan.
"Ya enggak sih," jawab Zidan.
"Gue duluan," ucap Galang sembari melajukan motornya meninggalkan mereka bertiga.
"Ye si Galang mah maen nyelonong ae!" ucap Asep.
"Mendingan Galang maen nyelonong dari pada lo pengen nyeleding gue," cetus Gevan.
"Ye gue tinggalin baru tahu rasa lo Van," jawab Asep.
"Heh lu kira Gevan bocah apa," sahut Zidan.
"Cepetan cabut!" perintah Gevan.
Mereka pulang dengan Gevan yang nebeng bareng Asep. Gevan yakin bahwa sepupu kampretnya itu tidak akan memjemputnya, sekalipun menjemput pasti juga akan telat secara kan si Novan itu anak osis. Ya memang Novan itu termasuk anggota osis disekolahnya, entah apa yang bisa dilakukan Novan dalam keanggotaannya sebagai osis. Gevan rasa sepupunya itu gak ada gunanya, walaupun Novan tergolong murid yang lumayan pinter juga sih, walaupun masih jeniusan Gevan kemana-mana. Tandai kata jeniusnya ya teman-teman.
Tapi bener sih meskipun dia itu bisa dibilang berandal tapi Gevan cukup pinter kok, walaupun kadang-kadang suka bego gak ketolong.
Saat sudah sampai di depan gerbang rumah tantenya, Gevan melihat Nindy yang sedang meyiram tanaman di depan halaman rumahnya. Inget Full day, pulangnya sore ya, jadi gak akan mati kok tuh bunga walau disiramnya bukan pagi-pagi.
Dengan cepat Gevan turun dari motor diikuti Asep di belakangnya untuk menghampiri Nindy.
"Assalamualaikum Tante," ucap Gevan yang meyalami tangan Nindy lalu diikuti oleh Asep.
"Kenalin Tante ini teman Gevan namanya Saepudin, dia mau numpang makan katanya," ucap Gevan bukan memperkenalkan melainkan mempermalukan.
"Asep Van Asep!" koreksinya.
Nindy hanya menatapnya sekilas dan tidak menghiraukan ucapan Gevan yang gak bermutu itu.
"Yaudah sana cepet masuk!" perintah Nindy.
"Enggak Tante saya mau pulang aja, Ibu saya pasti sudah nyariin," jawab Asep.
"Dih! Sok-sok an dicariin nyokap, palingan juga nanti diceramahin, itu kan kebiasaan lo," ucap Gevan.
"Iya dah iya, tapi Tante sebelum pulang saya mau nanya dulu boleh?" tanya Asep.
"Hmmm," jawab Nindy
Gevan yang sudah merasa ada aura tidak enak cepat-cepat melangkahkan kakinya kedalam, tapi tiba-tiba terhenti oleh ucapan Asep.
"Jangan masuk dulu Van dengerin pertanyaan gue, siapa tahu lo bisa bantu jawab!" ucap Asep.
"Dih modus lu," jawab Gevan tetapi ia masih saja berdiri disana bersama Asep.
"Tante tahu gak perbedaan Tante dan sama Pak ustad?" tanya Asep pada Nindy.
Nindy yang terbawa suasanapun ikut menjawab.
"Apaan tuh?" jawabnya.
"Kalau Pak ustad itu memberi tausiah untuk orang orang, tapi kalau Tante memberikan petuah untuk Gevan," ucap Asep disertai tawanya.
Mendengar ucapan Asep barusan, Gevan lari terbirit birit masuk kedalam rumah sedangkan Asep dengan gesit menaiki motornya, lalu melajukannya dengan kecepatan kilat, melihat Nindy yang sedang menahan amarah.
"Pergi dulu Tante," teriaknya.
Nindy yang sedang kesalpun berteriak tak kalah menggelegar.
"GEVANN AWAS KAMU!" teriaknya sambil melempar dengan kasar selang air yang sedang dipegangnya.
•••••
Sekarang disinilah Gevan berada, gara-gara kelakuan si kutu kumpret Asep yang gak ada akhlak dialah yang kena imbasnya. Ia sedang berada di super market menjalankan tugas dari kanjeng Tante, yaitu belanja bulanan. Sialnya harus pake uangnya pula dan yang gak kalah repot lagi ialah dia harus bawa bocil. Sifa, dia adik dari Novan alias anak kedua Nindy.
"Mau beli apa cil?" tanya Gevan pada Syifa yang sedari tadi hanya diam.
"Ifa mau esklim bang," ucap bocah berusia tiga tahun itu.
"Yaudah tapi jangan banyak-banyak yah, ini udah malem entar abang kena amuk lagi sama Bunda kamu, nanti abang takut diterkam," ucap Gevan.
"Iya bang gak banyak kok tapi cuma tiga doang," balas Syifa sembari menunjukan tiga jarinya.
"Ye tiga mah termasuk banyak atuh, Ifa kalau cuma satu itu barus sedikit," jawab Gevan, dengan anak kecil saja ia bisa-bisanya berdebat.
"Enggak pokoknya Ifa mau esklimnya tiga, Bang Gevan pelit gak kayak Bang Novan ia selau beliin lfa banyak esklim," protesnya sembari berkaca kaca.
Melihat Syifa yang sudah berkaca-kaca dengan cepat Gevan membujuknya sebelum anak itu nangis kejer, bisa berabe dia.
"Yaudah nanti abang beliin empat deh gimana, mau gak?" bujuk Gevan.
Sontak ucapan Gevan barusan membuat mata Syifa yang tadinya berkaca-kaca kini berbinar.
"Oke empat ya bang," ucapnya kembali ceria.
"Iya dah, bobol gue," dumel Gevan.
Dari tadi Gevan berkeliling membeli barang yang sudah di bon oleh Tantemya itu, tak lupa juga si bocil yang sedang duduk asik di dalam troli yang Gevan dorong.
Lalu Gevan membaca bonnya melihat apa lagi barang berikutnya yang harus ia beli. Lantas ia menatap aneh pada bon yang di dalamnya tercantum nama ladaku.
Gevan bingung sendiri apa itu ladaku, apanya yang lada coba, apa itu sebuah teka-teki dari Tantenya yang harus ia tuntaskan. Seperti saat dulu ia masih SMP waktu MPLS atau Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah pasti jika harus membeli makanan semuanya pake teka-teki. Misalnya permen anti ngantuk yang artinya itu peremen kopiko, padahal apa hubungannya coba permen sama nahan ngantuk. Kenyataanya kalau ngantuk mau makan permen satu dus pun tetap aja ngantuk, aneh emang.
"Oke kalau gitu ayo cil kita pecahkan teka tekinya," ucap Gevan menggebu sambil mendorong troli ke tempat makanan yang Gevan maksud.
Saat sudah sampai di jajaran makanan, Gevan malah bingung apa yang dimaksud ladaku oleh tantenya itu.
Gevanpun mengambil sebuah bon cabe, keripik yang rasanya ekstrak pedas, mi samyang.
"Ini cukup kali ya, yang namanya lada kan pasti pedas," ucap Gevan.
"Lada udah, sekarang tinggal yang ku, tapi apa ya?" tanyanya pada dirinya sendiri.
Sedetik kemudian ...
"Gue tahu pasti ku nya itu kuaci, iya kuaci," jawabya sambil membawa troli menuju tempat makanan yang di maksud.
"Semoga aja gue bener mecahin teka-tekinya dan gak kena semprot Tante Nindy lagi, Gevan gitu," bangganya sambil berucap dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
GEVAN
Teen Fiction"Kesalah pahaman yang berujung penyesalan" **** Ketua geng motor biasanya dominan dengan pemimpin yang dingin dan jarang bicara. Namun berbeda dengan seorang Gevan Radithya Pranadipa seorang leader dengan segal...