"Hukuman mulu perasaan, sekali-kali ngapa beri dukungan, biar termotivasi walaupun kenyataan tak seindah mimpi "
Setelah sampai di depan rumah tantenya, Gevan langsung masuk menuju pintu belakang. Karena Gevan curiga meskipun sudah tengah malam pasti tantenya itu sedang berpatroli menunggu ia pulang. Untungnya Gevan mempunyai kunci serep rumah ini yang sempat ia dapat dari Mbok Sur. Sejujurnya ia agak ragu untuk masuk, tapi tidak ada cara lain. Kalau saja di kamarnya tidak ada besi penghalang, sudah dipastikan Gevan akan memanjat untuk menuju balkon kamarnya.Dengan perlahan Gevan membuka pintu dan berusaha tidak menimbulkan suara. Terlihat ruangan itu sepi, dan sejauh mata memandang ia tidak melihat ada tanda-tanda kehidupan di sana.
"Untuk saat ini aman," gumam Gevan.
Mengendap-endap itulah yang Gevan lakukan sekarang, sampai tiba di ruangan tengah ia melihat ruangan itu gelap. Saat akan membuka handphone untuk menyalakan senter, Gevan baru ingat kalau HP nya itu lowbat.
"Dam it!" umpatnya.
Dengan pelan Gevan meraba sekitar, berusaha mencari saklar ataupun anak tangga untuk menuju kamarnya di lantai atas. Namun yang Gevan dapat adalah sesuatu yang kenyal dan lembut, tetapi ia seperti sedang memegang seseorang. Seketika Gevan merinding dan seakan merasakan ada aura mencekam disekitarnya.
Clek
Suara saklar seseorang menyalakan saklar lampu. Dan memang benar saja meskipun dalam keadaan gelap Gevan bisa merasakan aura mencekam, apalagi saat lampu dinyalakan ia berasa seperti mau mati berdiri saja, karena ditatap sedemikian rupa oleh penghuni disana.
Dengan perlahan tangan Gevan turun dari posisinya yang memegang pipi tantenya. Dengan sang empu yang menatapnya dengan tatapan tajam nan menusuk sampe ke ubun-ubun.
Bukan hanya itu yang membuat suasana semakin akward, tetapi juga dengan tatapan semua orang yang menuju kepadanya seakan sedang menghamkimi. Ya di sana ada Om nya, Novan, sampai Mbok Sur pun ada di sana.
"Tawuran lagi?" tanya tantenya dingin.
Dengan susah payah Gevan meneguk ludahnya "Enggak tante, tadi itu---" Gevan bingung harus menjawab apa, karena memang benar ia tidak tawuran tetapi tadi sempat terjadi sedikit baku hantam anatara dirinya dan Aldi.
"Enggak? Terus kenapa tuh bibir? Sidahlah tidur sana, tetapi mulai besok kamu harus bangun lebih awal dan tugas kamu yaitu membangunkan semua orang yang ada di rumah ini termasuk Mbok Sur! Tapi ingat seteleh itu kamu tidak boleh tidur lagi dan langsung bersiap untuk pergi ke sekolah. Jika tidak mau tante akan aduin kelakuan kamu ini pada Mas Davi biar dia tamabahin hukuman kamu!" perintah Nindy, sambil melengos pergi meninggalkan Gevan.
"Yah gak asik, mainnya aduan mulu! Ayolah tan, jangan ditambahin dong hukumannya, entar Gevan belanjain lagi deh!" tawar Gevan.
"Tawaran kamu gak berguna bagi saya, lagian uang belanjaan dari Mas Ezar lebih menjanjikan dari pada omong kosong kamu Gevan!" jawab Nindy tidak santai.
Gevan tidak kehabisan ide, lalu ia berpindah memohon kepada Om nya.
"Om ayolah bantuin Gevan, sekali-kali bantuin orang ngapa!"
"Gak ada! Kamu mau lihat Om kamu yang gagah ini disuruh tidur di luar, kan gak elit!" jawab Ezar sambil melengos pergi menyusul Nindy.
"Yah gak seru, mainnya hukum mulu, lama gue hapus juga tuh si hukum! Biar gak dijadiin alesan buat penyiksaan yang mengatasnamakan hukum."
"Udah Bro, jalanin aja dulu lagian hukuman lo kan cuma satu minggu," balas Novan sambil menepuk pundak Gevan.
"Ah tahu ah, bisa gila gue lama-lama!" ucap Gevan sambil berlalu pergi meninggalkan Nathan.
KAMU SEDANG MEMBACA
GEVAN
Teen Fiction"Kesalah pahaman yang berujung penyesalan" **** Ketua geng motor biasanya dominan dengan pemimpin yang dingin dan jarang bicara. Namun berbeda dengan seorang Gevan Radithya Pranadipa seorang leader dengan segal...