Part 46

263 15 14
                                    


"Sebuah kalimat yang kamu anggap sederhana, bisa jadi menjadi pengaruh yang luar biasa bagi mereka yang sama-sama sedang berjuang. Entah itu berjuang untuk sembuh ataupun berjuang untuk bangkit."




Jalanan ibu kota hari ini tidak terlalu padat, mungkin karena sekarang masih jam nya seklolah dan kerja. Apalagi saat ini langit sedang mendung, hingga perlahan rintik demi rintik itu mulai turun. Cuaca berubah menjadi sejuk dan bau petrichor menyeruak memenuhi indra penciuman.

Seorang gadis memejamkan matanya merasakan udara sejuk yang menusuk kulitnya, menanti langit yang akan menumpahkan segala kesedihannya. Tanpa sadar gadis itu merentangkan tangannya, semakin terbuai dengan suasana turunnya hujan. Lama kelamaan rintik yang tadinya kecil berubah menjadi deras. Penglihatan pun mulai kabur karena air hujan. Namun perempuan itu menikmatinya, hujan yang bisa membuatnya demam juga bisa menjadi penyembuh luka yang terpendam.

"Ana kamu merasa heran gak sih?" tanya Gevan dengan suara yang keras karena suaranya bersahutan dengan derasnya hujan.

"Kenapa emang?" jawab Ulfa yang tak kalah keras. Karena tahu sendiri kan gimana rasanya berbicara sambil berkendara, apalagi ini ditambah suara derasnya hujan. Mana mereka berdua sama-sama pake helm lagi, gak kebayang kan gimana sekeras apa mereka ngomong.

"Setiap kita jalan berdua rata-rata akan turun hujan?"

"Terus emang kenapa kalau hujan?" tanya Ulfa.

"Itu tandanya semesta ingin memberitahu semua orang bahwa kita dua insan yang mungkin tidak bisa bersatu karena keadaan, kini sedang berusaha membangun moment yang tak terlupakan. Karena perihal waktu tak ada yang tahu bukan?" jawab Gevam sok puitis. Namun kata-katanya itu juga berhasil menyadarkan Ulfa bahwa masih ada kakaknya yang tidak menyukai hubungan mereka. Tapi di sisi lain Ulfa juga merasa bersalah pada kakaknya itu karena dia merasa sudah menghianati kakaknya yang sudah menjaganya dan menjadi orang tua kedua sejak mereka masih kecil.

"Untuk kedepannya pasti akan jauh lebih berat, aku harap kamu bisa kuat ya! Karena kita gak tahu kan apa yang akan terjadi kedepannya," ucap Gevan lagu mengingatkan. Bahwasannya ia tidak ingin hanya memberikan janji manis saja dalam sebuah hubungan, pasti akan ada sakitnya juga kan? Maka dari itu Gevan akan mengingatkannya mulai dari sekarang.

"Awan hitam itu menurunkan hujan karena terharu kita bersatu atau karena miris melihat kita yang bersatu namun terlibat dalam permasalahan?" Ulfa mengatakan itu sambil menaruh dagunya di pundak Gevan dan semakin mengeratkan pelukannya.

"Tuhan menurunkan hujan sebagai rizki, jika hujan tidak turun tanaman akan kekeringan, hewan-hewan dihutan akan kehausan. Maka akan aku anggap bahwa kali ini awan menurunkan tetes demi tetesnya karena terharu. Begitu juga kamu, kamu itu anugerah Ana, jika kamu tidak ada aku mungkin tidak akan sebahagia ini. Mungkin kamu memang seperti hujan, yang kehadirannya akan selalu menghadirkan kenangan," sebelah tangan Gevan menggenggam jari jermari Ulfa yang melingkar di perutnya.

"Tapi sumpah Ana baru kali ini aku melihat perempuan sekuat kamu. Kenapa kamu tidak marah saat melihat aku dengan Indira? Atau jangan-jangan kamu enggak beneran suka sama aku ya?!" tanya Gevan beruntun tapi terdengar nada bercanda saat mengucapkan kalimat terakhirnya.

"Kamu adalah lelaki ketiga yang mengatakan bahwa aku perempuan kuat, dan itu seakan menutupi perkataan orang-orang bahwa sebenarnya gue ini lemah dan penyakitan. Perihal marah atau tidak, sudah pasti aku marah. Perempuan mana yang tidak cemburu saat melihat pacarnya bersama cewek lain. Tapi aku bisa apa? Percuma kan aku marah sambil teriak pun itu gak akan pernah menyelesaikan masalah."

"Kamu gak akan tahu kak gimana sakitnya saat aku melihat kamu dengan Indira tadi. Bahkan sampai sekarang pun aku tidak bisa berpikir jernih tentang kemungkinan buruk yang akan terjadi," lanjutnya dalam hati.

GEVANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang