"Awalnya kukira bersamanya akan menyembuhkan luka, tapi kenyataannya malah menorehkan luka baik itu untukku maupun mereka. Lantas apakah kita memang lebih baik tidak bersama?"-Zulfana Mikaila R-
Suara langkah kaki yang terdengar tergesa-gesa dari arah tangga mengalihkan perhatian dua orang yang sedang sarapan. Kedua sama-sama menatap heran seorang pemuda yang sudah turun dengan keadaan memakai seragam sekolah rapi. Seperti ada secercah cahaya yang turun ke rumah itu pagi-pagi, karena tidak biasanya Lita melihat putra bandelnya memakai seragam sekolah rapi dengan baju yang dimasukan, rambut juga ditata, tidak seperti biasanya yang dibiarkan berantakan. Bahkan Alib menatap Gevan heran dengan mulut sedikit menganga, membiarkan rotinya bergantung di udara.
"Mom tadi Alib udah cuci muka kan?" tanyanya memastikan.
Lita mengusap wajah putranya pelan. "Udah sayang, bahkan tadi kan kamu sudah mandi gak cuci muka doang. Kenapa emangnya?" tanya Lita heran karena Alib bertanya seperti itu.
Sambil menguyah roti yang tadi sempat tertunda bocah itu menjawab. "Enggak, mau mastiin aja, apa yang Alib lihat itu benar. Takutnya mata Alib kelilipan cicak karena lihat abang pagi-pagi udah rapi."
Gevan yang baru ingin melahap rotinya pun menyentil kening adiknya itu pelan. "Sekate-kate tuh mulut! Gini-gini gue juga punya pacar, wlee!" ejek Gevan.
"Mommy bang Gev kasar! Baru punya pacar satu aja pamernya udah selangit, gimana kalau kayak Alib yang setiap hari dideketin banyak cewek!" rengeknya sambil mengadu pada Lita yang dengan sigap mengusap kening putranya itu pelan.
"Udah-udah jangan nangis, udah cepat sana berangkat nanti telat!" perintah Lita.
Wanita itu beralih menatap Gevan sambil mengusap bahunya pelan. "Ternyata efek perempuan emang sebesar itu yang Bang!" ucapnya.
Sontak Gevan menaikan alisnya. "Maksud mommy?"
"Buktinya sekarang kamu jadi lebih giat seperti ini, apalagi kalau bukan ketemu pacar. Btw mommy punya tugas untuk kamu hari ini Bang!"
Gevan sempat terdiam sebelum akhirnya kembali bertanya. "Tugas apa mom?"
Sebelum menjawab Lita sudah tersenyum jahil. "Hari ini kamu harus anterin Alib ke sekolah!" ucap Lita sambil sedikit berteriak seperti seseorang yang sedang mengumumkan hadiah.
Saat melihat Gevan yang ingin protes dengan cepat wanita itu menjawab. "Pertama daddy kamu harus berangkat pagi dan gak akan sempat buat nganterin Alib, kedua Mang Nana gak ada lagi pulang kampung jadi sekalian aja bareng sama kamu,"
"Yah mom ribet deh, Abang kan mau jemput pacar, gimana jadinya coba kalau tuyul ikut!" protes Gevan yang sudah frustrasi duluan membahayangkan kelakuan Alib.
"Eits gak boleh protes, karena mommy punya tugas lain. Pulang sekolah kamu ajak menantu mommy itu untuk main kesini!" perintah Lita yang seketika membuat mata Gevan berbinar.
"Oke deh, kalau begitu Gevan berangat dulu. Assalamualaikum!" ucapnya sambil mencium punggu tangan Lita dan melengos pergi.
"Ayo cil!" ajaknya saat sudah berdiri di depan pintu.
Alib yang sedari tadi hanya diam pun akhirnya ikut beranjak dan mengikuti abangnya.
••••
Di sepanjang perjalan Alib tidak berhenti berceloteh membuat kepala Gevan serasa ingin pecah. Meski respon Gevan hanya hm dan emang iya, tapi Alib masih terus bercerita dari mulai kebiasaan teman sekelasnya yang sering ngompol hingga anak-anak cewek dikelasnya yang sering memberi bocah itu coklat.
KAMU SEDANG MEMBACA
GEVAN
Teen Fiction"Kesalah pahaman yang berujung penyesalan" **** Ketua geng motor biasanya dominan dengan pemimpin yang dingin dan jarang bicara. Namun berbeda dengan seorang Gevan Radithya Pranadipa seorang leader dengan segal...