"Jika kamu mampu meyankinkan hati yang tadinya benar-benar kosong. Maka sekeras apapun goncangannya, aku yakin kita bisa melewatinya asal tetap bersama dan saling percaya,"
-Zulfana Mikaila R-
Suasana tegang di sebuah ruangan terasa semakin mencekap saat seseorang yang sedari tadi mereka tunggu sudah datang dan berjalan tegap menuju sebuah kursi tunggal yang berada di paling depan dan menghadap ke arah anggotanya yang sudah menanti kedatangannya. Aura kepemimpinannya menyeruak sampai anggotanya serasa dibuat menjadi patung karena ketegangan yang mereka hadapi.
"Bagaimana kabar adikmu Marc?" tanyanya pada seorang pemuda yang duduk di barisan paling depan dan tepat berhadapan dengannya.
"Baik Dad, dia sudah mulai menjalankan tugasnya." jawabnya.
Tak lama setelah itu ponselnya berbunyi dan menampilkan nama Mars disana. Sial, kenapa adiknya harua menelepon disaat seperti ini.
"Siapa yang meneleponmu?" tanyanya, santai namun menusuk.
Marco gelapan ia berasa panas dingin ditempatnya. Walaupun berhadapan dengan ayahnya sendiri tapi itu jauh lebih mengerikan dari pada dikeroyok oleh sepuluh orang musuh.
"Sorry Dad, Mars yang telpon biar Marc matikan saja telponnya,"
"Jawab dulu!"
"Tapi ...."
"Sudah cepat angkat sana!" perintahnya lagi.
Akhirnya mau tak mau ia pun menurut. "Baik Dad," Marco pun beranjak dari duduknya dan memutuskan untuk pergi keluar ruangan berniat menyangkat panggilan yang sudah berdering sejak tadi.
"Bang---"
"Dasar bocah, lo mau bunuh gue hah!" Marco lebih dulu membrondong adiknya itu dengan makian.
"Santai bang, maksudnya apa sih?"
Suara orang di sebrang sana terasa menyebalkan bagi Marco. Untung adik, kalau bukan sudah ia buang ke sungai nill.
"Lo bisa gak nelponnya jangan sekarang? Gue lagi sama Daddy tadi, bisa-bisa gue digorok karena akan ada rapat penting tapi gak silent hp,"
"Ah si abang berlebihan banget, buktinya itu baek-baek aja masih bisa marah-marah malah!" jawabnya sembari cengengesan.
"Awas ya kalau udah nyampe gue jitak juga lu!"
"Nah itu dia masalahnya, giamana cara masuknya bang? Ini resepsionis gak bisa diajak kompromi, gak tahu aja dia kalau gue penerus perusahaan ini."
Marco menghela napas lelah dengan kelakuan adik bodohnya yang satu ini.
"Lo tinggal tunjukin aja kartu nama lo yang udah gue kirim lewat WA!"
"Nah itu dia masalahnya bang, kagak percaya mereka,"
"Masa iya sih, coba lo kasih telponnya ke resepsionis biar gue yang ngomong."
Saat sudah terdengar suara seseorang di sebrang sana barulah Marco bersuara.
"Mbak biarkan adik saya masuk!" perintahnya to the point.
"Maaf tuan, tapi tadi dia bilang ingin melakukan pemeriksaan."
Marco di buat menganga ditempatnya, pantas saja adiknya tidak dibiarkan masuk.
"Dia bersih, saya yang bertanggung jawab. Dan satu hal lagi yang harus kamu ingat, dia adik saya perlakukan dia dengan baik."
"Baik tuan,"
KAMU SEDANG MEMBACA
GEVAN
Teen Fiction"Kesalah pahaman yang berujung penyesalan" **** Ketua geng motor biasanya dominan dengan pemimpin yang dingin dan jarang bicara. Namun berbeda dengan seorang Gevan Radithya Pranadipa seorang leader dengan segal...