Part 30

280 23 4
                                    

"Ikhlas? Satu kata yang mudah diucapkan namun sulit dilaksanakan.
Karena mengikhlaskan tidak semudah membalikan telapak tangan."


Dua orang remaja kini sedang duduk berduaan di taman belakang rumah. Pandangan keduanya tak dapat beralih dari langit yang tampak indah malam ini, dihiasi bulan dan taburan bintang yang membuat kesan tenang bagi mereka yang melihatnya. Suasana malam ini, membuat keduanya hanyut dengan pikiran masing-masing. Sampai Gevan membuka suara mengawali percakapan.

"Orang tua lo gak bakal nyariin?" tanyanya.

"Entar gue disangka nyulik anak gadis orang lagi!" sambung Gevan tanpa mengalihkan tatapannya yang sedang asik memandang langit.

Gadis itu diam, tak berniat menjawab pertanyaan Gevan. Karena tak mendapat sahutan akhirnya ia pun mengalihkan pandangannya, menatap ke arah gadis yang sekarang sudah memasang wajah sendu tanpa berniat menatap Gevan balik.

"Lo kenapa? Tenang aja gue gak berniat culik lo beneran kok, buktinya tadi gue kasih lo makan. Ya kan? Atau nyokap bokap lo galak? Tenang aja entar gue yang ngomong sama mereka. Lo jangan nangis!" Gevan membondong Ulfa dengan berbagai pertanyaan, karena merasa heran dengan gadis itu yang tiba-tiba menangis.

Mendengar pertanyaan barusan, bukannya membuat Ulfa tenang tapi malah membuat nya semakin terisak. Melihat itu pun membuat Gevan tambah kalut, dan dengan pelan ia menempatkan kepala Ulfa untuk bersandar di bahunya membuat gadis itu sedikit tercengang dengan sikapnya.

"Kenapa? Cerita sama gue!" ucapnya lembut sambil sebelah tangannya membelai kepala Ulfa lembut.

Dengan sedikit sesegukan ia menjawab "Kedua orangtua aku udah gak ada Kak, mereka udah berkumpul di surga. Dan setiap ada sesuatu yang menyangkut mereka, rasa rindu yang selama ini aku pendam selalu membuncah dan membuat sesak." Ulfa mulai bercerita dan tanpa sadar mengubah panggilan nya jadi aku. Entah kemana Ulfa yang barbar dan keras kepala, sekarang yang ada hanyalah seorang Ulfa yang lemah dan menyedihkan.

"Sorry!" ucap Gevan karena merasa dirinya sudah membuka kembali luka lama gadis itu.

Dengan cepat gadis itu menggeleng lemah "Itu bukan salah Kakak!" ucapanya.

Entah kenapa darah Gevan serasa berdesir dan jantungnya seolah berdetak tak karuan saat gadis itu tidak memanggil nya dengan sebutan lo gue. Dan ia merasa was-was jika saja detak jantung nya bisa di dengar oleh gadis di sampingnya itu.

Sebenarnya selama ini Ulfa selalu memendam semuanya sendiri karena tidak mau di pandang lemah, walau kenyataan nya emang begitu. Tapi entah kenapa sekarang ia berani bercerita dengan seseorang yang baru ditemuinya, dan rasanya membuat Ulfa sedikit lega.

"Ayahku adalah seorang tentara, dan entah bagaimana saat itu usiaku masih terlalu belia untuk memahami semuanya. Kata Kakak, Ayah gugur saat sedang melaksanakan tugasnya. Dan saat itu Bunda sedang bersama kami. Lalu tiba-tiba ada seorang ajudan Ayah yang menyampaikan kabar bahwa Ayah ..." Ulfa menjeda ucapannya dan kembali terisak, karena hatinya kembali sesak saat mengenang itu semua. Ia harus kehilangan kedua orangtua nya dalam waktu yang bersamaan.

"Gak usah dilanjutkan kalau gak kuat!" peringat Gevan dengan tangan yang masih setia mengelus punggung Ulfa, berusaha memberikan ketenangan kepada gadisnya. Apa? Gadisnya?

Dengan cepat gadis itu menggeleng, lalu melanjutkan bercerita.

FLASBACK ON

Sebuah keluarga kecil tengah berkumpul di ruang tamu. Mereka dengan ceria menceritakan hal-hal yang menyenangkan yang dialui, dan sang Bunda juga asik mengajak bermain anak-anaknya. Hingga seorang gadis kecil menggemaskan itu menanyakan sesuatu hal yang membuat Bunda nya bungkam.

GEVANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang