"Keadaan ini membuatku bimbang, karena aku bukan Raden Kian santang yang bisa berada di tempat berbeda dalam satu waktu."
-Faza Mikelo Ranova-
Ulfa memasuki rumahnya dengan keadaan yang sudah basah kuyup.
"Assalamualaikum," ucapnya sambil membuka pintu.
Seorang wanita paruh baya datang menyambutnya, dan ia sangat terkejut dengan keadaan majikannya itu, pasalnya ia tahu bahwa kekebalan tubuh Ulfa sangatlah rentan.
"Walaikumsalam, astagfirullah neng kenapa bisa basah kuyup gini? Sebentar ya bibi bawain handuk dulu," ucap Bi Nun sambil lari terbirit-birit untuk membawakan Ulfa handuk.
"Bibi gak papa biar Ulfa aja!" teriak Ulfa, pasalnya Bi Nun yang seperti secepat kilat menghilang dari pandangannya.
Ucapan Ulfa tidak dihiraukan oleh Bi Nun ia kembali lagi dengan handuk yang sudah berada ditangannya.
"Nih Non, Non cepet ganti baju ya! Nanti takut masuk angin, biar Bibi buatin teh anget dulu," ucap Bi Nun.
Ulfa hanya geleng kepala melihat sikap Bi Nun, tapi ia juga bahagia masih ada orang yang peduli padanya. Mungkin kalau bundanya masih ada juga ia akan bersifat seprti itu.
Mengingat bundanya membuat mata Ulfa berkaca, lalu tanpa aba-aba ia memeluk Bi Nun dengan erat, tak peduli dengan bajunya yang masih basah kuyup.
"Makasih ya Bi, Bibi sudah merawat Ulfa selama ini, adanya Bibi juga bisa mengurangi sedikit rasa rindu Ulfa terhadap Bunda, makasih Bi ... makasih," ucap Ulfa sembari terisak tanpa melepaskan pelukannya.
Bi Nun juga sudah sama-sama terisak lalu ia menepuk-nepuk pundak Ulfa yang sudah ia anggap seperti anaknya sendiri.
"Itu sudah menjadi kewajiban Bibi untuk merawat Non, karena dulu Bunda Non juga udah baik banget sama Bibi," jawab Bi Nun.
Tiba-tiba pintu rumah terbuka lebar dan menampilkan seorang pemuda dengan baju yang sama-sama basah seperti Ulfa.
"Ada apa nih kok udah kayak teletubis gitu," ucap Faza, yang sontak membuat mereka melepaskan pelukannya.
"Ih abang buka pintu gak bilang-bilang, kan Ulfa jadi kaget," jawab Ulfa sambil cemberut, memang posisi Ulfa itu sedang membelakangi pintu.
"Kenapa nih adik abang basah kuyup sama peluk-pelukan gitu," tanya Faza, "Udah sana cepetan ganti entar kamu demam lagi!" sambungnya sembari sedikit mendorong Ulfa supaya cepat naik ke atas.
Bi Nun hanya tersenyum melihat percakapan dua remaja yang ada di depannya itu.
"Yaudah atuh Bibi ke dapur dulu ya, mau biatin teh anget," ucap Bi Nun sambil berjalan menuju ke dapur.
"Oke Bi," jawab Ulfa.
Lalu Ulfa dan juga Faza naik ke lantai atas, karena kamar mereka itu sebelahan alias tetanggaan.
•••••
Setelah pulang mengantarkan Ulfa, Gevan tidak langsung pulang menuju rumah tantenya, melainkan ia pergi ke bascamp dimana teman-temannya yang sudah menunggunya disana. Gevan tidak akan membiarkan kejadian itu terulang kembali dimana Azak sahabatnya yang harus jadi korban. Dan sekarang hampir saja Asep mejadi sasaran yang berikutnya. Jika benar saja itu terjadi mungkin Gevan tak akan bisa memaafkan dirinya sendiri.
Gevan memarkirkan motor Zidan, dan saat memasuki bascamp, disana sudah ada anak-anak anggota yang sedang berkumpul yang sekiranya kurang lebi berada sekisar 100 orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
GEVAN
Teen Fiction"Kesalah pahaman yang berujung penyesalan" **** Ketua geng motor biasanya dominan dengan pemimpin yang dingin dan jarang bicara. Namun berbeda dengan seorang Gevan Radithya Pranadipa seorang leader dengan segal...