Part 45

218 15 3
                                    

"Untuk menyelesaikan suatu masalah, kamu butuh penjelasan dari dua belah pihak bukan sepihak."

-Zulfana Mikaila R-

Seorang pemuda berlari di tengah koridor, menanyai setiap orang yang ia temui berharap ada yang tahu kemana perginya gadisnya. Namun hasilnya nihil, tidak ada satu pun jawaban yang membuat ia tenang. Dia sudah beberapa kali mengecek kelas X IPA barangkali gadis itu sudah kembali ke kelasnya. Sudah hampir seluruh sekolah Gevan susur tapi tak ada tanda-tanda keberadaan Ulfa.

Para sahabatnya datang diikuti Ochi, Leta, dan Meisya. "Satu sekolah udah gue uber, tapi tetep gak ketemu," ucap Asep sambil ngos-ngosan.

"Gue juga udah cari sampe ke gudang sekalipun tapi gak ada," kini Zidan yang angkat bicara.

Pandangan Gevan kini mengarah kepada para kauk hawa, lewat tatapannya ia bertanya seolah meminta penjelasan.

"Kita juga udah keliling sekolah berkali-kali, toilet cewek pun udah kita cek tapi gak ada," jawab Meisya.

Gevan mengacak rambutnya frustrasi, entah harus kemana lagi dia mencari gadisnya. Ia takut kalau sampai terjadi apa-apa dengan Ulfa dis tidak akan memaafkan dirinya sendiri.

"Anj*ng! Dia marah sama gue, tapi kenapa malah main petak umpet begini sih?!" umpatnya bersamaan dengan bel tanda masuk yang sudah berbunyi nyaring.

Gevan menatap satu persatu orang yang ada dihadapannya. "Kalian semua balik ke kelas, biar gue yang cari Ana!" perintahnya.

Mendengar penuturan Gevan membuat kaum hawa tidak setuju, mereka juga khawatir dan ingin mencari Ulfa sampai ketemu. Belum sempat Leta buka suara, ingin protes dengan keputusan Gevan, namun seseorang sudah menyelanya duluan

"Pergi ke kelas dan serahkan semuanya pada sahabat gue!" suara dingin dan penuh penekanan yang sangat jarang didengar itu seakan membuat mereka kicep.

Galang, dia menepuk pundak Gevan pelan. "Jangan lupa kabari kita kalau sudah ketemu," ucapnya yang setelah mendapat anggukan langsung melenggang pergi.

Dengan terpaksa akhirnya ketiga cewek itu pun ikut pergi, namun baru beberapa langkah salah seorang dari mereka menghentikan langkahnya lalu berbalik kembali menghampiri Gevan.

"Kak gue mohon tolong temukan Ulfa secepatnya, dan jika sudah ketemu jangan lupa hububgi gue. Gak biasanya dia bolos kayaka gini. Sekacau apapun keadaannya, dia gak pernah sampe kek gini," ucap Meisya sembari setengah memohon.

Pria itu mengangguk mantap. "Tanpa lo minta gue akan temuin dia secepatnya."

Lantas saat semua orang sudah mulai memasuki kelasnya masing-masing kini tinggal Gevan sendiri yang masih termenung dan mengamati setiap area sekolah, bagian mana kira-kira yang belum dia susur.

Kini pandangan matanya tertuju pada atap gedung sekolah, sekarang hanya ada satu tempat yang ada dipikirannya, Rooftop. Dia belum mencari sampai kesana.

Suara langkah kaki yang terdengar jelas menaiki anak tangga, suara lorong yang sunyi semakin memperjelas langkah kaki yang semakin lama semakin keras itu.

Saat telah sampai depan pintu, kaki jenjang itu menendang pintu menuju Rooftop dengan keras. Namun sekuat apapun tendangannya tetap tidak akan terbuka karena pintu tersebut berbahan dasar besi. Rasa khawatir dan juga amarah sudah menguasainya sehingga Gevan tidak bisa berpikir jernih.

"Ana lo ada di dalam kan?!" teriaknya sambil tangannya berusaha memutar knop pintu, dan akhirnya terbuka.

Benar memang jika kekhawatiran bisa menghilangkan akal sehat. Buktinya saja Gevan, dia hanya perlu memutar knop pintu namun malah membuang-buang tenaga dengan mendobrak pintu.

GEVANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang