Part 41

180 13 5
                                    

"Jadikan semuanya pelajaran supaya kedepannya tidak terulang! "

Sang surya sudah tak menunjukkan sinar nya lagi. Gevan baru sampai di rumahnya setelah seharian mengajak gadisnya berkeliling, dan itu adalah  moment yang sudah ia tunggu-tunggu sebelumnya. Mungkin Gevan akan mempunyai kebiasaan baru sekarang, yakni mengajak Ulfa berjalan-jalan dan kalau bisa dia akan melakukannya setiap hari. Matanya kembali berbinar saat melihat sebuah mobil alphard putih sudah terparkir di depan rumahnya. Itu artinya daddy-nya sudah pulang. Dengan cepat pemuda itu memasuki rumahnya dan ingin segera menyelesaikan permasalahan yang masih menjadi rumit bagi Gevan. Dia harus menemukan benang merahnya malam ini.

Saat sampai di dalam hanya keheningan yang menyapa, pemuda itu memutuskan untuk menemui daddy-nya di ruang kerja. Felling-nya berkata jika dia harus kesana. Dan benar saja dia melihat seorang pria yang sedang terduduk di meja kerja.

"Dad!" panggilnya pelan sambil melangkah masuk.

Davi yang sedari tadi fokus pada dokumen pun segera menoleh, ia mengerutkan dahi bingung,merasa aneh saat Gevan datang menemuinya di ruang kerja malam-malam seperti ini. Karena biasanya hanya Alib-lah yang suka menganggu.

"Ada apa Bang? Tumben kamu datang kesini?" tanyanya.

Gevan berjalan pelan dan mendudukan dirinya pada sebuah kursi di sebrang Davi.

"Dad Abang boleh tanya sesuatu gak?"

Yang ditanya malah semakin mengerutkan dahi, takut pertanyaan yang dilontarkan oleh Gevan tidak seperti pertanyaan manusia pada biasnya.

"Nanya apa bang? Jangan aneh-aneh deh!" peringat Davi yang sudah was-was sendiri.

Sontak saja Gevan berdecak sebal. "Belum juga ngomong, kenapa malah suudzon duluan sih?!"

"Kamu kan biasanya juga gak pernah bener Bang!" balas Davi enteng seperti tidak ada beban dan memang seringan itu.

"Yaudah iyain aja deh!" balas Gevan. Tak lama pemuda itu merubah raut wajahnya seserius mungkin.

"Dad!" panggilnya.

"Apa Bang?"

"Alib ngupil hari ini berapa kali?" tanyanya yang sukses membuat Davi naik pitam.

"Udahlah Bang kamu keluar! Gak bermutu banget pertanyaannya," nadanya terdengar ketus dan jengkel.

"Oke sorry Dad, sekarang Abang bener mau tanya dan ini Abang yakin pasti ada mutunya."

"Yaudah apa?" ketus naik satu level.

Dengan perlahan pemuda itu mengumpulkan keberanian. "Apa benar dulu Daddy ada hubungannya dengan penyerangan di Artha Grup?"

Gevan bisa melihat perubahan raut wajah Daddy-nya perlahan sorot mata itu kian meredup dan setelah itu untuk pertama kalinya Gevan melihat tatapan sendu dari sepasang mata hitam pekat yang sama seperti dirinya.

Davi terdiam sejenak sebelum akhirnya sebuah pertanyaan keluar dari mulutnya. "Apa yang ingin kamu dengar dari Daddy Bang?"

Gevan terdiam memikirkan kalimat yang tepat supaya tidak menyinggung, Gevan juga sempat merasa tercengang akan diberi pertanyaan seperti itu.

"Abang yakin pasti yang mereka katakan itu bohong, tentang Daddy yang bekerja sama dengan jaringan mafia itu pasti bohong kan Dad?" ucap Gevan meyakinkan dirinya sendiri.

"Itu adalah kesalahan terbesar yang pernah Daddy buat Bang!" jawab Davi sambil beranjak dari duduknya da menatap keluar jendela yang menampilkan suasana malam dengan hitam pekatnya serta udara dingin yang menembus kulit.

GEVANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang