"Berbohong salah, jujur pun gak ada yang percaya"
Hening menyelimuti seorang gadis yang sedang terduduk seorang diri di kamarnya. Sejak pulang sekolah pikirannya selalu berkecamuk tentang masalah terus berdatangan. Permasalahan tentang kakaknya dengan siswa Purnama yang bernama Azka, dan kebenaran bahwa kakaknya adalah ketua geng motor. Semuanya begitu mendadak bagi Ulfa, dan ia seperti orang bodoh yang tidak tahu apa-apa.
Terdengar suara motor memasuki area rumah, dengan segera Ulfa turun dari tempat tidurnya, melenggang keluar untuk menemui sang kakak.
Saat Faza memasuki rumah, pertama kali yang ia lihat adalah Ulfa yang terburu-buru menuruni tangga.
"Dek!" panggilnya.
Ulfa menghentikan langkahnya tepat di depan Faza, menatap sang Kakak dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Kenapa? Kamu belum makan? Tanyanya sambil mengelus sirai panjang adiknya.
"Sekarang Ulfa tahu, alasan kenapa Kakak selalu pulang telat dan keluar malam, Kakak itu anak geng motor kan?" tanya Ulfa to the point, sambil menyingkirkan tangan Faza dari rambutnya.
Faza membulatkan matanya mendengar pertanyaan Ulfa. Bagaimana adiknya bisa tahu bahwa ia anak geng motor. Sebisa mungkin Faza mengatur mimik wajahnya supaya bisa meyakinkan sang adik.
"Apa maksud kamu dek?"
"Kakak gak usah bohong, Ulfa sudah tahu semuanya.Apakah bener kakak juga yang membunuh kak Azka? Iyakan? Jawab kak!" teriak Ulfa.
Faza menggeram kesal, siapa yang sudah memberitahu ini semua pada adiknya? Dan siapa yang ingin membuat adiknya menderita dengan memikirkan masa lalunya.
"Itu gak seperti yang kamu pikirkan dek, itu semua gak benar. Mereka semua bohong, mereka cuma ingin membuat hubungan kita retak!" jawab Faza berusaha membela. Karena ia tak amu adiknya terbebani dengan masalahnya.
Ulfa menggeleng kuat "Enggak! Stop rahasiain ini semua kak! Aku ini bukan anak kecil lagi. Aku berhak tahu semua masalah kakak, karena hanya kakak satu-satunya keluarga yang aku punya. Aku takut mereka bakal balas dendam dan---" dengan cepat Faza menerik Ulfa menuju dekapannya, menumpahkan segala keluh kesahnya disana.
"Hiks ... aku takut mereka bakal melukai kakak, lalu meninggalkan aku sendirian seperti Ayah dan Bunda," lirihnya sembari terisak.
Faza mengusap punggung Ulfa lembut "Syut, gak boleh ngomong gitu! Kakak gak bakalan kemana-mana, kakak akan tetap disini menemani kamu, dan sampai kapanpun Ulfa akan tetap menjadi adik kecil kakak."
Setelah dirasa adiknya tenang, Faza mengurai Ulfa dari dekapannya, ia menatap lamat-lamat mata kecoklatan milik adiknya.
"Denger dulu baik-baik! Kakak memang seorang ketua geng motor, kakak akui itu. Tapi soal pembunuhan Azka, Kakak berani sumpah, bukan Kakak yang ngelakuin itu semua. Apakah kamu gak tahu kalau Azka itu anak dari Om Azam, sahabat Ayah dulu? Kakak gak mungkin sejahat itu Dek, kamu percayakan?" tanyanya yang dibalas anggukan oleh Ulfa.
"Tapi gimana dengan Om Azam, apakah dia juga membenci kakak?" Ulfa menatap mata Faza lamat-lamat, ingin mendengar penjelasan dari sang kakak.
"Kamu pasti belum makan kan? Yaudah ayo kita makan dulu kakak gak mau kalau sampai kamu sakit lagi!" ajak Faza menarik Ulfa menuju meja makan, berusaha mengalihkan pembicaraan.
Namun sang empu tidak bergerak sejengkal pun dari tempatnya "Ulfa gak akan makan sebelum kakak ceritain semuanya!" Ulfa berucap sambil melengos menuju sofa, dan mendudukan dirinya disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
GEVAN
Teen Fiction"Kesalah pahaman yang berujung penyesalan" **** Ketua geng motor biasanya dominan dengan pemimpin yang dingin dan jarang bicara. Namun berbeda dengan seorang Gevan Radithya Pranadipa seorang leader dengan segal...