"Aku ingin menjadi seperti bintang, yang walaupun cahayanya tersamarkan oleh sinar bulan, tetapi ia tetap bersinar dan memberikan keindahan di balik gelapnya malam"
Bel istirahat berbunyi membuat sekumpulan pemuda keluar dari dalam bascamp untuk mencari udara segar.
"Lanjut kemana ni Van?" tanya Zidan yang berjalan di samping Gevan lalu diikuti oleh teman-temannya.
"Rooftop, gue lagi pengen cari angin!" jawab Gevan.
"Yaelah cari angin doang mh disini juga banyak kali, lihat nih lihat!" ucap Zidan sembari menghirup udara dengan rakus.
Sampai di pintu menuju rooftop mereka mendengar suara isakan dari dalam "Lo denger gak Lang?" tanya Gevan pada Galang yang mendapat anggukan dari sang empu.
Semakin dekat semakin jelas pula suara yang mereka dengar. Zidan mepetkan badannya karena bulu kuduknya yang mulai merinding.
"Van balik lagi aja yuk!" ajaknya yang tidak dapat respon dari teman-temannya juga tidak menghentikan langkah mereka.
BRAK!
Gevan menggebrak pintu rooftop dan yang pertama kali mereka lihat adalah empat orang cewek sedang berpelukan dan masing-masing dari mereka sontak mengusap matanya yang memerah karena gak mau terlihat lemah juga lebay.
"Ada yang lagi reuni ternyata," ucap Gevan membuka suara.
"Kenapa ada bidadari, bukanya di langit gak ada pelangi ya?" timpal Doni.
"Itu Mbak Kun deh kayaknya, soalnya dari tadi malah pada nangis!" sambung Zidan yang masih merasa merinding.
"Cemen lo Dan, pacar aja bejibun giliran yang kek gini aja takut!" ledek Gevan yang membuat Zidan dengan cepat menjawab.
"Bukanya gitu Van, kalo ini kan bisa jadi ceweknya jadi-jadian. Sumpah merinding gue!" jawabnya sembari bergidik ngeri.
Gevan melangkah maju menghampiri mereka "Sekarang lo liat sendiri kan kalau mereka ini manusia, lagian kalau bukan juga harus berani Bro buktikan kalau lo jentel. Katanya semua cewek bisa luluh, masa ngerayu Mbak Kun yang gak punya hati aja gak bisa sih!
"Ya kan ini beda lagi Van,"
"Permisi Mbak-mbak, boleh minjem temannya dulu gak? Soalnya ini penting, urusan rumah tangga jadi gak usah ikut campur!" Gevan menarik tangan Ulfa dan berniat pergi dari sana.
"Yuk pacar!" ajaknya sembari menekan kata pacar.
"Dih siapa lo?" sentak Ulfa saat Gevan tiba-tiba menggenggan tangannya.
"Eh tungu-tunggu!" cegah Ochi menarik tangan Ulfa kembali, lalu ia berbisik tetapi masih bisa terdengar oleh Gevan.
"Lo beneran pacaran sama dia Fa?" tanya Ochi.
Yang ditanya malah bengong tidak mengerti dengan Gevan yang mudah sekali berubah. Bukankah tadi dia memarahinya, lalu sekarang datang seolah tidak terjadi apa-apa.
"Jawab Fa!" Ochi menepuk pundaknya dan membuat Ulfa tersadar.
"Ogah gue harus pacaran sama cowok plin-plan kayak dia!" jawab Ulfa sambil memutar bola matanya.
Gevan maju dan menarik Ulfa kembali "Udah ayo ikut aja! Gak akan gue gigit kok!" perintahnya dan membawa Ulfa pergi meskipun perempuan itu tetap berontak dengan memukul-mukul lengan Gevan.
"Gercep juga lo Van," ucap Zidan saat kawannya itu sudah tidak terlihat.
Disisi lain Meisya sedang senyum-senyum sendiri sambil memandang Galang yang berada dihadapannya.
Leta yang dari tadi memperhatikan sahabatnya itu kini dengan sengaja menutupi pandangan Meisya dengan tangannya.
"Matanya ngedip Bun!" perintah Leta.
Sang empu malah memegang dadanya sambil berucap "Aduh jantung gue kenapa harus ngadain drum band dadakan sih, takut kedengeran nanti sama orangnya!" histeris Meisya yang membuat semua orang melongo.
"Lo sakit Mey?" tanya Ochi sambil memegang kening Meisya.
"Hooh Kak Galang yang sudah bikin gue sakit, dia udah ambil satu hati gue, makanya yang satunya lagi udah gak berfungsi!" ungkapnya tak tahu malu.
Sedangkan Galang tidak menanggapi, dia hanya diam sambil melipat kedua tangannya di depan dada yang membuat ketampanannya bertambah berkali-kali lipat dimata Ulfa.
Zidan menepuk bahu Galang "Wah gila sih lo Lang, gak ngomong aja udah bisa buat anak orang kesemsem, apalagi kalau lo ngomong pasti semua cewek di Purnama bakal ngantri minta nomor gue, iya gak Neng Ochi?" Zidan bertanya sambil menaik-turunkan alisnya.
"Dihh, siapa yang mau sama playboy modelan kayak Kak Zidan?!"
"Mmph ... hahaha, lagian pede amat dih lo Dan. Terus kenapa coba bisa jadi pada minta nomer lo, kan nanti yang ngomong Galang, bukan lo?" tanya Doni sambil terwa ngakak.
"Yeh lo kayak kagak tahu Galang aja, dia kan kalau sekalinya ngomong, Ugh ... pedes banget, melebihi cintaku padamu!" ucap Zidan sambil mencubit pipi Doni.
"Najis! Maho lu!" prostenya menyingkirkan tangan Zidan dan memplintirkannya pelan.
"Anjir sakit bego!" Zidan mengumpat dan berusaha melepaskan tangannya.
"Mangkanya jangan ngadi-ngadi lo!"
"CABUT!" perintah Galang dingin lalu melenggang pergi dari sana meninggalkan Zidan dan Doni yang sedang beadu mulut.
•••••
"Lepas gak Kak!" perintah Ulfa saat Gevan membawanya ke taman belakang sekolah yang sepi.
"Ana dengerin gue! Ada hubungan apa lo sama Faza?" tanya Gevan yang dengan nada intimidasi.
"Stop panggil gue Ana, dan jangan pernah ikut campur!" jawab Ulfa dan berusaha pergi dari sana, tetapi Gevan sudah lebih dulu menarik tangannya.
"Lo itu pacar gue, dan gue gak mau lo berhubungan sama Faza, karena dia udah bunuh sahabat gue. Dan gu gak mau lo jadi korban selanjutnya!" teriak Gevan yang sudah terpancing emosi.
"Gue bukan pacar lo dan stop tuduh dia pembunuh!" teriak Ulfa, kemudian kristal bening yang sudah terkumpul di pelupuk mata akhirnya keluar dengan deras.
"Dia itu pembunuh Ana, dan gue melihat dengan mata kepala gue sendiri saat Azka ditusuk dia ada disana dengan pisau yang masih digenggam oleh dia!"
Ulfa menggeleng kuat sambil terus menangis "Enggak itu gak mungkin, gak mungkin dia ngelakuin itu karena dia ... " belum sempat Ulfa menyelesaikan ucapannya ia sudah berjongkok di bawah berusaha menghalau sesak yang menyerang dadanya. Satu tangan Ulfa memegang kuat dadanya, napasnya terasa tercekat. Sebisa mungkin ia tahan, lalu tangan sebelahnya berusaha mengambil sesuatu di dalam saku seragamnya yang bisa menghilangkan sesaknya.
Inhaler yang Ulfa dapat langsung dihirup dalam-dalam. Gevan yang melihat kejadian itu pun merasa tertegun, ia merasa bersalah karena membuat asma Ulfa kambuh di depan matanya.
"Ana!" gumam Gevan ikut berjongkok, sambil menyentuh bahu Ulfa. Dengan inhaler yang masih belum lepas dimulutnya.
"Maaf, gue gak bermaksud buat lo gini!" sambungnya menatap lekat mata sayu Ulfa dan wajahnya yang sekarang sudah pucat.
Sang empu hanya mampu mengangguk lemas. Satu tangangnya terus menekan dadanya yang terasa sakit.
"Gak usah gue bisa sendiri!" lirih Ulfa saat Gevan berusah mengendongnya.
"Biar gue bantu!" Gevan dengan perlahan membatu Ulfa berdiri dan menuntunnya untuk berjalan.
"Kita ke UKS aja ya?!"
"Gak gue mau ke kelas aja, dan cukup sampai disini saja, gue gak mau orang-orang makin benci gue karena jalan bareng sama lo!" perintah Ulfa sambil berjalan pelan meninggalkan Gevan yang masih mematung ditempatnya.
Bismillah
Jangan Lupa Voment
KAMU SEDANG MEMBACA
GEVAN
Teen Fiction"Kesalah pahaman yang berujung penyesalan" **** Ketua geng motor biasanya dominan dengan pemimpin yang dingin dan jarang bicara. Namun berbeda dengan seorang Gevan Radithya Pranadipa seorang leader dengan segal...