"Kadang dirimu memang belum siap melakukan itu semua, tetapi keadaanlah yang mendorong untuk melakukannya."
Sinar mentari pagi masuk melaui celah jendela kamar, membuat seorang pemuda terusik akan cahaya yang menusuk matanya.
Gevan mendengus kesal saat nyawanya yang belun sepehunya terkumpul, sudah mendengar perdebatan antara sang Mammy dengan adiknya. Entah hal apa yang mereka ributkan di pagi hari seperti ini. Ia tidak mau ambil pusing dan memutuskan untuk bergesas ke kamar mandi, karena di hari pertama nya di rumah, ia tidak mau kena semprot sang Mammy.
Setelah siap dengan seragam sekolahnya yang tidak bisa dibilang rapi, Gevan akhirnya turun ke bawah. Dan disambut dengan celotehan unfaedah sang adik.
"Mom kenapa sih kalau lagi ngunyah mulutnya gak boleh mangap? Padahalkan enak kalau bisa sambil mangap jadi gini nih!" ucapnya sambil memperagakan mengunyah sambil membuka mulutnya lebar-lebar, lalu menutupnya kembali.
"Ada-ada aja lo cil, kalau lo ngunyah sambil mangap, bisa-bisa masuk tuh nyamuk!" jawab Gevan sambil mendudukan dirinya disamping Alib.
Sedangkan Lita tidak menyahut, ia sedang sibuk menata aneka makanan di untuk disajikan. Tak selang beberapa lama, Davi datang dengan setelan kantornya yang sudah rapi. Berbeda sekali dengan Gevan yang terkesan absrud.
"Gimana Dad tidurnya nyenyak gak? Encoknya kumat gak Dad? Nyamuknya jinak gak? Atau Daddy malah kena anemia?" tanyanya beruntun.
Davi malah mendelik mendengar pertanyaan Gevan barusan. Ia sama sekali tidak berniat menjawab, dan memilih duduk untuk ikut sarapan.
"Alib ini rotinya nanti jangan lupa kamu makan ya! Dan awas jangan sampai jajan yang sembarangan, entar kamu sakit perut!" peringat Lita sambil memasukan bekal ke dalam tas Alib.
Bocah yang sedang menikmati sarapannya itu sontak berhenti, kala sang Mammy memberinya bekal.
"Mom, gak ada yang lain apa? Kali-kali roti tower kek, perasaan yang tawar mulu!" gerutu Alib sambil mnegerucutkan bibirnya.
Gevan yang melihat itu, malah mendengus sebal.
"Mau gue gigit tuh mulut, pake di moyong-moyong segala, udah tahu jelek,"
"Dad, lihat tuh Bang Gev dia ngatain adek!" adunya, yang membuat Gevan semakin gemas ingin membuangnya ke panti asuhan.
"Aduan lo, dasar kurcaci!" cibir Gevan.
Alib tidak menghiraukan cibiran Gevan, ia malah kembali merengek pada sang Mammy.
"Mom ayolah ya, Alib mau roti tower!" Alib memaksa Mommy sambil mengluarkan jurus andalannya, yaitu puppy eyes.
"Alib sayang, dimana-mana juga yang namanya roti itu tawar bukan tower. Emangnya kata siapa ada roti tower?!"
"Awas ya cil, kalo lo bilang kata gue. Gak pernah tuh ngajarin ajaran sesat kayak gitu."
"Daddy juga gak ikut campur ya,"
Lita menatap Alib lekat berusaha mencari jawaban, namun anak itu malah bungkam tak mau buka suara.
"Udah ah, aku berangkat sekarang, takut telat." Gevan beranjak dari duduknya dan segera meninggalkan meja makan. Takut nanti adiknya mengaku yang enggak-engak, malah dia yang kena imbasnya.
"Awas ya kalau Daddy denger kamu tawuran lagi! Hukumannya bukan ke rumah tante kamu, tapi ke pesantren. Mau?!" Davi memberikan peringatan kepada putranya supaya dia itu kapok. Tapi itu tidak mempan bagi Gevan.
"Kalau sekarang sih enggak, entah kalau besok." jawabnya sambil menghentikan langkahnya saat sudah berada di depan pintu.
"Jangan ke pesantren Dad, ke Mekkah saja sekalian biar langsung naik haji. Kali aja dapat hidayah, kalau enggak ya ... coba lagi aja!" Gevan menjawab tanpa ada takut-takutnya. Emang bener-bener, belum ngerasain kena azdab kali dia.
KAMU SEDANG MEMBACA
GEVAN
Teen Fiction"Kesalah pahaman yang berujung penyesalan" **** Ketua geng motor biasanya dominan dengan pemimpin yang dingin dan jarang bicara. Namun berbeda dengan seorang Gevan Radithya Pranadipa seorang leader dengan segal...