The Reality

169 31 11
                                    

18 Jam Setelah Operasi

Semua orang mendadak panik, mendapati ada suatu hal yang tak beres terjadi pada Ki Hyun. Kedua matanya jelas terbuka lebar. Tapi, ia tak dapat melihat apapun. Ki Hyun hanya bisa mendengar suara adu argument tak jauh dari tempatnya berbaring sekarang. Seseorang meraih tangannya pelan, entah kenapa ia mulai meraba buku buku tangan separuh terlipat itu layaknya seorang tuna netra. Kemudian ia mulai mengandalkan indera penciumannya. Wangi sandalwood, pasti ini Young Hyun.

"Oppa?" panggil Ki Hyun pelan.

"Kita cari cara buat ngembaliin penglihatan kamu ya sayang. Jangan khawatir" Young Hyun menyentuh pipi adiknya.

"Kan dari awal aku uda dikasi tau resiko apa yang bisa aja terjadi abis operasi. Udah ah, jangan nangis gitu. Jelek" Ki Hyun tersenyum, rasanya kini berbeda.

Ia tak lagi dapat melihat siapa dan bagaimana ekspresi di hadapannya saat berbicara. Terdengar nada dering tanda panggilan masuk. Ki Hyun menghela nafas, apa yang akan ia lakukan dengan benda itu sekarang?

***

Chang Kyun menatap layar smartphonenya sembari mengerucutkan bibir. Tumben sekali Ki Hyun tidak mengangkat panggilannya? Apa dia belum sadar? Dokter Im menyandarkan punggung pada kursi kerjanya. Ia memutar mutar bangku, memikirkan banyak hal sekaligus. Tanpa sadar ia memejamkan kedua mata.

***

Serim dan Woo Bin menatap Hyeong Jun yang sedari tadi mencebikkan bibir.

"Kamu kenapa?" Woo Bin bertopang dagu, mereka sedang menunggu Shownu datang menjemput.

"Kangen Miss Kiki" balas Hyeong Jun Kembali menghela nafas.

"Baru ditinggal berapa hari juga" suara pria dewasa itu mengagetkan mereka bertiga.

"Appa" Serim menyipitkan mata sembari menutupi wajahnya dari terik sinar matahari.

Joo Heon mengambil sesuatu dari tas kerjanya, lalu memberi masing masing anak satu pouch. Dua untuk Woo Bin lebih tepatnya. Hyeong Jun menarik tali serut sehingga bagian atasnya terbuka. Ia menemukan berbagai macam permen serta coklat didalamnya. Ayah Serim terkekeh saat Hyeong Jun tersenyum, memeluk pinggangnya untuk berterima kasih.

"Om, kok aku dapet dua?" Woo Bin mengangkat kedua pouch serutnya.

"Satu buat daddy ya" Joo mengusak rambut Woo Bin.

Ia tertawa saat putra Chang Kyun membungkukkan badan dua kali, pertama berterima kasih atas nama dirinya sendiri. Kedua, mewakili sang ayah.

"Kalo kangen, berdoa aja. Minta sama Tuhan biar Miss Kiki cepet sehat. Cepet balik kesini, biar bisa jemput kalian lagi. Ngerti?" Joo Heon menatap Hyeong Jun, Woo Bin serta Serim.

Ketiganya mengangguk patuh, tampaknya Woo Bin belum ada tanda tanda dijemput. Daripada kepanasan, Joo Heon mengajak mereka ke minimarket terdekat untuk membeli es krim.

***

H + 2 Pasca Operasi

Ki Hyun memutuskan pulang ke apartemen. Di sana, tak ada hal bearti yang ia lakukan. Seharian ia berbaring, menikmati dunia gelapnya dalam sunyi. Semua anggota keluarganya serta Pim datang ke kamarnya. Bergantian menghibur Ki Hyun yang tampak shock juga depresi berat setelah apa yang ia alami. Kiki sengaja tak mengisi ulang baterai smartphonenya. Ia kesal terus mendengar notif masuk tanpa bisa berbuat apapun.

Malamnya Ki Hyun tak bisa tidur, ia merasa haus. Sejenak ia duduk di atas tempat tidurnya. Sekedar mengingat jarak yang harus ia ambil jika ingin ke sana. Harusnya tak begitu sulit. Lalu ia mulai menuruni ranjang. Menegakkan punggung dengan kedua tangan mengambang di udara. Berjaga kalau ia harus mengidentifikasi objek di depannya.

Oke, ia berhasil mencapai pintu kamar. Sebuah kata yes meluncur dari bibir Ki Hyun. Seharusnya tak lama lagi ia akan dapat menemukan lemari es.

"Ahh" Ki Hyun mengaduh ketika hidungnya mencium lantai.

Tadi kakinya tersandung sesuatu hingga ia jatuh. Ki Hyun terduduk di lantai, masih memegangi hidung mungilnya. Lalu mengecek kalau saja ada darah yang keluar. Karena sekarang terasa agak nyeri. Tangan kirinya mencoba mencari pegangan. Sepertinya ia menyentuh kitchen set. Sebelum berdiri ia memastikan tidak ada pinggiran meja tajam.

Ki Hyun diam, mengingat ingat lokasi di mana ia berada saat ini. Baru Kembali melangkahkan kaki.

"This is it" Ki Hyun merasa girang setelah menyentuh pintu lemari es.

Ia dapat merasakan hawa sejuk yang berasal dari dalam saat ia berhasil membuka pintu. Lagi – lagi ia mulai menyentuh bagian demi bagian untuk menemukan botol air mineral. Karena masih tersegel. Gadis itu segera memutar tutup botol dan meneguknya dengan cepat.

"Ugh, ini apa?" Ki Hyun memegangi bibirnya yang basah.

"Peach?" Ki Hyun mengecap beberapa kali.

"Iya, cuka persik" Pim duduk di samping Ki Hyun. Mengambil alih botol dari tangan sahabatnya dan mengambil botol lain dari dalam lemari pendingin.

Pim menggenggamkan botol baru pada kedua tangan Ki Hyun yang segera mengucap terima kasih.

"Sialan, ini beer" Ki Hyun melayangkan tangannya secara random. Tampaknya mengenai Pim, karena gadis itu mengaduh. Mereka tertawa.

Keduanya menyandarkan punggung pada kitchen set, dengan tenang menikmati bir mereka.

"Jam berapa sekarang?" tanya Ki Hyun.

"Jam 1. Lo mah kayak setan. Malem malem keluar mana diem bae. Trus abis dari wc gue liat pintu lemari es kebuka. Tapi, nggak keliatan siapa yang buka. Ternyata lu malah ndlosor di bawah" Pim Kembali meneguk bir guna membasahi tenggorokannya.

Ki Hyun menyunggingkan senyum miring, mengusap usap permukaan botol yang basah karena suhu dinginnya mulai menguap.

"Kayaknya pacar lo uda tau deh. Soalnya tadi Dokter Jung nerima telphon dari nomer korea. Trus dia bawa bawa nama lo. Minta maaf segala"

"Paling bentar lagi gue diputusin"

"There are many fish in the sea. Kenapa juga lo khawatir kalo putus ama dia. Tenang, besok besok kalo lo digebet orang. Kirim dulu fotonya ke gue. Nanti gue deksripsiin gimana orangnya. Kayak Song Jong Ki, Chris Evan apa kayak Rami Maleek"

"Kalo gini keadaanya, ngapain juga gue pilih pilih. Kan gue nggak bisa ngeliat"

"Mulai deh, mulai"

Ki Hyun terkekeh, Pim mulai kesal jika Ki Hyun menyinggung masalah kehilangan penglihatannya. Melihat tangan Ki Hyun bergetar, Pim menggenggam erat tangan sahabatnya. Tak lama kemudian Kiki terisak, Pim membiarkan gadis mungil itu bersandar di bahunya.

"Lo kudu cepet – cepet belajar braille. Belajar menu special juga biar nggak ketinggalan jaman. Yang paling penting biar bisa tetep kontek – kontekan ama gue. Gue masih butuh temen ngegosip nih. Jangan nyerah gitu dong"

Pim mengeratkan rangkulannya terhadap Ki Hyun, tanpa terasa pelupuk matanya juga ikut basah.

Bagi Pim, Ki Hyun adalah orang yang paling berjasa baginya. Kalau tidak ada Ki Hyun, mungkin saat itu ia sudah mati dibunuh oleh ayahnya sendiri. 

Friends Special Edition (ChangKi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang