Ending Page

255 32 33
                                    

Chang Kyun memasuki lobby rumah sakit sembari menyeret tavel bag kepunyaannya juga Woo Bin. Mereka memutuskan untuk mengambil keputusan penting di saat – saat terakhir. Chang Kyun berhenti sejenak, mengambil smartphonenya. Dengan cepat menghubungi dokter yang dulu membantunya dalam program Baby Surrogate. Ia mendecih karena tak kunjung terhubung. Sementara Woo Bin menghenyakkan tubuh kecilnya ke sofa. Lelah karena sedari tadi berlari.

"Daniel?"

Chang Kyun menoleh saat seseorang memanggilnya.

"Lexie!" senyum Chang Kyun merekah begitu mendapati siapa yang menyapanya tadi. Mereka berpelukan, lalu menanyakan kabar satu sama lain.

"What are you doing here?" Daniel menatap Lexie.

"I want to see my sister in law, she just gave a birth few minutes ago."

Tatapan Lexie mengarah pada Woo Bin yang masih diam mengamati keadaan.

"Is it him?" perempuan itu bertanya pada Chang Kyun.

"Yes," jawab Chang Kyun masih penuh senyuman.

Lexie segera mengambil tempat duduk di sebelah Woo Bin, menyapanya dengan kata 'hei' serta sentuhan lembut pada puncak kepala Woo Bin. Merasa Bahagia sekaligus haru saat dapat bertemu kembali dengan anak yang ia kandung selama sembilan bulan. Kini bayi itu sudah tumbuh besar dan sangat tampan. Kentara sekali jika gen kedua orang tuanya memang superior. Woo Bin menatap sang ayah, meminta penjelasan lewat sorot mata coklatnya.

"Ini mama kedua kamu, mama Lexie Namanya. Beliau yang uda minjemin tempat dalam perutnya selama sembilan bulan buat Woo Bin tumbuh dan berkembang sampe lahir." Chang Kyun berjongkok di hadapan Woo Bin.

"Jadi, ini mamanya Woo Bin?"

"Mama surrogate kamu lebih tepatnya. Sekarang bilang makasi, trus peluk sama cium mama Lexie." Pinta Chang Kyun pada Woo Bin.

Woo Bin menyunggingkan sebuah senyum, sesuai arahan sang ayah. Ia mengucap terima kasih diiringi kata 'mom', kemudian memeluk erat leher Lexie.

"Why you come here, then?"

"Ah, Pim said that a woman who give me her eggs for surrogate program want to see my son."

"You mean his biological mother? Wow, congratulations buddy." Ujar Lexie mengajukan sebuah fist bump yang segera dibalas oleh Woo Bin.

Chang Kyun mengangguk, lalu ia mengedarkan pandangannya ke sekitar. Tiba – tiba saja ia tersenyum, membuat Lexie penasaran apa yang tengah Chang Kyun lihat dari tempatnya berdiri saat ini.

Bugh!

Chang Kyun mengaduh, lalu membalikkan badan. Bersiap melayangkan caci maki karena jantungnya hampir saja copot. Dokter perempuan itu tertawa, merentangkan kedua tangan untuk memeluk Chang Kyun. Begitu melihat Lexie, ia juga segera menyapa personil satu timnya dalam program surrogate baby Woo Bin. Chang Kyun mengenalkan Woo Bin pada Pim, dokter yang telah menciptakan keajaiban hingga ia bisa datang ke dunia ini. Mereka semua tampak akrab.

"Mana sih tuh anak?" Pim melihat ke sekitar. Mendapati Chang Kyun tengah mengamati sesuatu. Ia segera mengikuti arah pandang ayah Woo Bin.

Kini Pim ikut tersenyum.

"Mana orangnya? Lama banget? Uda gue bela – belain nggak jadi berangkat juga."

"Uda ada di sini kok. Itu lo ngeliatin siapa sih?"

"Pacar gue."

"Idih halu, mana ada cewek cakep kayak gitu mau sama orang modelan kayak lo."

"Syalan! Standar gue kan tinggi."

"Iya, kalo lo dapet dia. Tapi, kasian dianya. Gue baru tau kalo standar dia rendah banget mau sama lo."

Chang Kyun bertolak pinggang, tampak kesal karena omongan obgyn di sampingnya.

"Gue serius ini." ujar Chang Kyun.

Kedua mata Pim membulat, masak iya?

"Tapi, dia orangnya Dan."

"Orang apa?"

"Orang yang uda ngasi sel telurnya buat bikin anak lo. Kimberly Ohana, emang lo nggak baca dokumen yang gue kasih kemaren?"

"Baca, sekelebat doang tapi."

Chang Kyun menyisir rambut hitamnya ke belakang, perasaannya campur aduk. Apalagi saat gadis itu melambaikan tangan dan tersenyum padanya dari kejauhan.

Merasa perlu menghampirinya lebih dulu, Chang Kyun meninggalkan posisinya sekarang menuju orang yang sangat spesial.

Ia tak peduli lagi saat ujung matanya telah basah sebelum sempat meraih sosok itu ke dalam pelukannya.

"Hey, kamu kenapa?" gadis itu terdiam saat pelukan sang kekasih tampak lain dari biasanya.

"Kenapa dunia sempit banget?" Chang Kyun terisak.

Kemudian Chang Kyun terkekeh, mengusap air matanya menggunakan ujung kemeja yang berlapis coat. Mengulurkan tangan kanan pada lawan bicaranya.

"Kenalin. Aku Daniel Im."

"Hah?!"

"Kamu Kimberly Ohana kan?"

Kini Ki Hyun tampak berkaca – kaca begitu mendengar nama pria yang ingin sekali mempertemukan ia pada putranya. Ia menjabat tangan Chang Kyun dan menenggelamkan diri dalam pelukan pria yang entah bagaimana tanpa ia sadari sudah menjadi bagian dari takdirnya.

Chang Kyun terlebih dahulu melepas pelukan, menggenggam tangan Kiki.

"You ready to see your ... No, our son?"

Sebelum mereka menemui bocah yang di maksud. Pim sudah terlebih dahulu mendorong punggung Woo Bin yang masih bingung karena ia baru saja diberi tahu kalau ibu kandungnya tak lain dan tak bukan adalah orang yang sudah cukup lama menemani hari – harinya yang sepi. Ki Hyun masih dengan wajah sembab, berusaha tersenyum pada Woo Bin.

"Mom? My mommy ..." panggil Woo Bin berlari ke arah ayah serta ibunya.

"Tuhaaaaaaan! Makasih hadiahnya! Aku sampe kaget!" teriak Woo Bin lagi.

Baik Danny maupun Kimmy menyambut Ruby ke dalam rengkuhan keduanya.

Mereka mungkin tak pernah tahu apalagi mempunyai gambaran mengenai masa depan. Mereka bisa saja merencana sedemikian rupa. Tapi, tak bearti apa yang mereka rencanakan akan terjadi sesuai apa yang telah mereka prediksi. Mereka pasti pernah berharap, tapi tak lantas membuat mereka tidak takut akan ya
kekecewaan yang bisa saja menjadi hasil dari sebuah pengharapan. Pada dasarnya harapan yang tak pernah terwujud memang kerap kali meninggalkan luka pada hati manusia. Mungkin saja kejadian hari ini merupakan buah dari permohonan mereka saat berada dalam waktu – waktu ajaib yang tak terpikirkan oleh keduanya.

Perasaan hangat yang muncul dan kadang berubah tak menentu dalam keduanya sekarang mendapatkan sebuah julukan yang tepat, cinta.

Terdengar cheesy, tapi bagaimana kita bisa menolak perasaan yang membuat mereka berani mengambil suatu keputusan untuk menerima satu sama lain, bukan sebaliknya. Perasaan yang membuat mereka berusaha menjadi pribadi yang kuat dan lebih baik lagi. Lagi – lagi, mendapat sebuah keberanian bukan bearti mereka tak memiliki rasa takut kehilangan. Walaupun dunia ini penuh dengan ketidakpastian. Satu-satunya cara yang mereka punya hanyalah dengan memeluk ketidakpastian itu sendiri. Menghadapi ketidaktahuan dan menunggu jawaban apa yang akan diberi oleh Tuhan atas keduanya.

Entah apa yang kadang Tuhan rencanakan. Entah yang diajarkan itu baik atau buruk. Kita pasti mendapat suatu pelajaran dari – Nya.

Seperti sekarang, siapa sangka jika ikatan semu yang tak terlihat di antara ketiganya. Sekarang tampak begitu jelas, menegaskan garis takdir yang membuat mereka semakin ingin memiliki satu sama lain, mungkin untuk selamanya.

Tamat ....





























































Bentar dong, woilah. Masih ada episode spesial. Ditunggu ya!

Friends Special Edition (ChangKi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang