꧁𝕾𝖊𝖓𝖏𝖆 𝕸𝖎𝖑𝖎𝖐 𝕭𝖚𝖒𝖎꧂
Aku menulis pada kertas yang usang bersama sendu
Pun rindu yang seringkali tidak kau gubris membuatku pilu.SENJA melangkahkan kakinya masuk ke dalam gerbang sekolah setelah diantar oleh Langit. Jarang-jarang Bunda membolehkannya bersekolah sehari setelah pulang dari rumah sakit. Ah, itu mungkin karena rengekan Senja yang membuat telinga Bunda sakit.
Beberapa kali ia menatap langit cerah di atas sana. Masih terlalu pagi untuk murung, pikirnya. Lalu ia tersentak saat gadis berambut sebahu menyamai langkahnya. Namun ia hanya menggeleng saja karena ia enggan bicara.
"Abis keluar dari rumah sakit nggak bikin mulut lo sariawan kali." sindir Bulan yang membuat Senja mendengus.
"Aku ada urusan bentar."
Bulan memutar bola mata sembari membetulkan letak ransel di bahunya. "Urusan apa?"
"Nanti aku ceritain. Bye!" Gadis itu berlari dan mengedarkan pandangan ke sekitar. Lalu tatapnya bertabrakan dengan seseorang yang berdiri di ujung sana. Sekilas, walaupun sangat tipis, lelaki itu tersenyum. Sampai akhirnya gadis itu mengerjap pelan dan tersenyum ketika langkahnya hampir mendekat.
"Pagi." sapanya.
"Ngapain?"
Gadis itu menoleh, mendapati Mars berdiri di sampingnya seraya menaikkan satu alisnya. Lelaki itu tak mengenakan seragam sekolah seperti biasa, melainkan kaos olahraga berwarna biru gelap dan celana training dengan warna senada.
Kemudian Senja mengambil tas, menyampirkannnya ke depan. Tangannya meraba ke dalam tas sampai sebuah paper bag berukuran sedang ia keluarkan dari sana. "Dari Bunda, buat kamu katanya. Sebagai ucapan terimakasih karena udah nolongin aku."
"Ini apa?" Ekspresi lelaki itu serius, tatapannya masih lurus ke arah Senja dengan napas konstan.
"Bom."
Senja bisa melihat bagaimana kening dan alis lelaki itu semakin berkerut. "Buat apa?"
Untuk apa sih dia tanya begitu? Senja menggeleng, wah ini berita bagus. Sebaiknya setelah ini Senja beberkan ke segala penjuru sekolah, kalau juara umum mereka ini ternyata tidak sepandai itu.
"Kamu bego apa gimana, sih? Ya nggak mungkinlah aku bawa bom ke sekolah." Senja berdecak, "kamu harus sering bercanda, Kak, biar nggak segaring ini."
Sialan. Mars mendengus kasar. Sayangnya ia tak punya energi lebih untuk membalas Senja sekarang karena energinya harus penuh agar ujian praktek olahraganya lancar. Maka lelaki itu memilih tertawa dengan wajah datar.
Dan siapa sangka Senja justru mengerjap dengan seulas senyum di bibirnya. Mereka saling tatap sebelum akhirnya Senja membuka suara.
"Coba tiap hari kamu ketawa." ucapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Milik Bumi (Completed)
Non-Fiction[SELESAI] Aku perlu puluhan malam agar aku paham apa yang kamu katakan. Bahwa kamu memang akan pergi meninggalkan. Bahwa senja adalah tanda perpisahan. Jika kita tidak ditakdirkan untuk bersatu Rindukan aku seperti pasir yang mengukir jejak kita yan...