꧁𝕾𝖊𝖓𝖏𝖆 𝕸𝖎𝖑𝖎𝖐 𝕭𝖚𝖒𝖎꧂
Maybe, true happiness is when we are happy with ourselves.
Happy reading!
DI saat lagu lantas milik Juicy Luicy di earphonenya berganti dengan lagu lain, Senja berhenti berjalan. Gadis itu nyaris tidak ingat kapan terakhir kali ia olahraga pagi seperti ini. Mungkin tahun lalu? Di sela kakinya yang berayun ringan mengikuti ritme kicauan burung, Senja menghela napas panjang seraya mengelap keringat di pelipisnya.
Dalam ritme napasnya yang terdengar teratur, Senja seperti mendengar sayup-sayup suara. Ketika ia memutar tubuhnya menghadap belakang, Senja menemukan Mars duduk di ujung jalan, membelakanginya.
Senja tidak tahu sedang apa lelaki itu di sana. Yang dia tahu hanya satu, Mars duduk di sana bersama kue ulang tahun yang entah milik siapa.
Mulanya Senja biasa-biasa saja, gadis itu bahkan sama sekali tidak tertarik untuk ke sana. Namun kue itu berhasil membuatnya bertanya-tanya. Apa yang terjadi pada lelaki itu? Kenapa dia memakai seragam padahal waktu masih sepagi ini?
Maka selepas berkutat dengan pikirannya, gadis itu bangkit. Namun belum sampai ke sana, Senja dibuat terpaku dalam radius 4 meter dari tempat lelaki itu duduk.
"Ma? Mama apa kabar? Aku kangen banget sama Mama."
Itu adalah kalimat terpanjang yang Senja dengar salah gadis itu melepas earphonenya. Lelaki itu berbicara sambil menatap lurus ke depan. Sama sekali tidak terusik oleh orang-orang yang berlalu-lalang untuk sekedar jalan atau berolahraga.
Mars tidak pernah tahu, bagaimana Senja menatap lelaki itu dengan sorot mata yang tak bisa dijelaskan.
"Dulu, setiap aku ulang tahun, Mama selalu buatin aku kue. Kue rasa red velvet kesukaan aku. Sekarang aku cuma bisa beli, Ma. Mama pasti tahu, rasanya nggak seenak buatan Mama." Mars beralih mengambil kuenya setelah menarik napas panjang. Lalu ia memotong kue itu dan menggigitnya dengan raut kesedihan. "Yang ini kemanisan tahu, Ma. Bikin eneg kalo makannya kebanyakan." lanjutnya.
Hari ini ia genap berusia 19 tahun.
Katanya, usia segini adalah usia paling baik untuk manusia menikmati masa remajanya. Katanya sih, tahun-tahun emas. Tapi Mars bahkan tidak pernah menerka, bagaimana ia bisa hidup lagi untuk ke depan.
Sejak hari di mana Mama tidak ada di dunia ini lagi, tidak ada kue terenak-- juga doa untaian semoga panjang umur. Kini, Mars sudah terbiasa dengan kesendirian dan sepi yang panjang. Apalagi saat Papa mulai menata hidup barunya dengan orang lain. Saat Mars dipaksa menerima saudara tiri yang bahkan sekalipun tidak pernah bertegur sapa dengan dirinya. Lalu keadaan semakin memburuk saat Amarta lahir ke dunia. Papa semakin berubah kepadanya. Sebenarnya Mars tidak membenci anak laki-laki kecil itu, karena memang dia tidak salah, pikirnya. Tapi semua orang itu tidak pernah menyadari bagaimana dia berjalan tertatih-tatih seorang diri. Menjalani hari dengan perih. Tanpa satupun peluk yang berusaha menguatkan.
Langit gelap mulai berubah warna dan berganti dengan terang. Burung-burung mulai berkicau. Tapi meski hari terus-terusan berganti, semuanya masih tetap sama. Tidak akan ada yang berubah untuk hidupnya.
Pada sang mentari yang mulai terbit di ufuk barat, sejenak Mars menengadahkan kepalanya. Seandainya Tuhan memiliki rencana yang paling baik, bisakah Tuhan mengubah takdirnya menjadi sedikit lebih baik lagi? Mars tidak mau menjadi manusia serakah. Dia hanya meminta sedikit, setidaknya untuk setitik kebahagiaan sebelum ia mati.
"Useless. God won't hear your prayers!"
"Kata siapa? Tuhan pasti dengar, kok. Cuma mungkin belum waktunya, tapi pasti ada waktunya buat kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Milik Bumi (Completed)
Non-Fiction[SELESAI] Aku perlu puluhan malam agar aku paham apa yang kamu katakan. Bahwa kamu memang akan pergi meninggalkan. Bahwa senja adalah tanda perpisahan. Jika kita tidak ditakdirkan untuk bersatu Rindukan aku seperti pasir yang mengukir jejak kita yan...