21. Membuka hati

695 135 5
                                    

꧁𝕾𝖊𝖓𝖏𝖆 𝕸𝖎𝖑𝖎𝖐 𝕭𝖚𝖒𝖎꧂

Awalnya ku kira kamu hujan, yang datang dengan ketenangan
Awalnya ku kira kamu angin, yang sejuk saat ku dekap
Namun ternyata kamu puisi
Penuh makna yang enggan menemani
Kamu adalah puisi
Indah, yang ku baca setiap pagi

Awalnya ku kira kamu hujan, yang datang dengan ketenanganAwalnya ku kira kamu angin, yang sejuk saat ku dekapNamun ternyata kamu puisiPenuh makna yang enggan menemaniKamu adalah puisiIndah, yang ku baca setiap pagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SUDAH sekitar tiga kali, Bumi menghela napas panjang dan berat. Ia bingung pada perasaannya. Apakah ia menyukai Senja lebih dari semestinya? Atau... hanya menyukai Senja sebagai teman saja? Lantas, mengapa seharian ini ia uring-uringan karena Senja menghindarinya? Lagi-lagi, lelaki itu mengacak rambutnya asal.

Pukul setengah dua siang. Fokusnya kembali tiba pada titik itu. Titik di mana Senja meninggalkannya sendiri di sisi tangga. Tangannya yang mencatat pelajaran berhenti di tengah jalan. Matanya terpaku pada papan tulis, tapi hatinya melayang-layang begitu saja.

"Lo kenapa, sih?"

Dan pikirannya berhenti pada lengannya yang disenggol oleh Mars. Lelaki itu menggeleng dan membuka buku paketnya dengan kasar.

"Karena cewek itu lo jadi uring-uringan gini?" tanya Mars.

Bumi mengangkat bahunya. Ia menghela napas panjang, menatap guru di depan yang mulai membereskan bukunya. Sampai akhirnya, pandangannya jatuh pada ucapan Mars yang memudar termakan bel pulang sekolah.

"Nggak banget lo galau-galauan, gih samperin ke kelasnya. Tanyain baik-baik," Mars menepuk bahu Bumi pelan. "Kasih kepastian juga, kayaknya perasaan lo yang jauh lebih butuh dikasih kepastian."

***

Bumi menelan ludahnya sebelum akhirnya menunggu di depan kelas Senja dengan tangan yang tenggelam di saku. Semakin pudar sudah citra coolnya berkat rasa gugup yang membakar dadanya.

Sejenak lelaki itu menarik napas guna menstabilkan irama jantungnya, juga untuk mengusir segala hal buruk yang menghantui pikirannya. Bumi menunduk. Matanya kini tertuju pada jam hitam yang melingkar di tangan kirinya. Lalu suara gadis cempreng mengagetkan dirinya.

"Loh? Kak Bumi? Ngapain di sini?" tanyanya.

"Cari Senja." Bumi mengedarkan pandangannya ke sisi kelas, namun yang ia dapat hanyalah kosong. "Senja mana?"

"Senja udah pulang, barusan aja nih. Katanya dia udah dijemput Bang Langit."

Bumi menaikkan satu alisnya. "Langit? Pacar Senja?"

Gadis itu tertawa. "Bukan, Senja mana ada pacar." Tatapannya lalu berubah menyelidik. "Cemburu, ya?"

"Nggak."

"Nggak tapi kok mukanya merah, sih!"

Muka merah? "Apa... enggak, ini kepanasan aja." elak Bumi.

Senja Milik Bumi (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang