61. What else?

447 89 4
                                    

꧁𝕾𝖊𝖓𝖏𝖆 𝕸𝖎𝖑𝖎𝖐 𝕭𝖚𝖒𝖎꧂

Let's not waste the rest of our lives wondering what could've been

Happy reading!

BANYAK yang tidak tahu bahwa terkadang Mars merasa dirinya sendirian. Seperti hidup sebatang kara, padahal nyatanya tidak. Lelaki itu masih memiliki keluarga yang masih bisa dikatakan utuh.

Hidup tanpa rasa sakit itu omong kosong. Manusia terlahir tanpa masalah itu tidak ada. Semua manusia memiliki masalah dengan kadar kesulitan masing-masing. Nyatanya, sebahagia apapun dirinya, Mars tetaplah manusia biasa dengan masalah yang berkecamuk dalam kepala. Mungkin masalah terbesarnya adalah ketika Mama meninggal dunia. Ditambah dengan pernikahan tiba-tiba Papa.

"Gimana kamu di sekolah?"

Mars mendongak dari sepiring nasi goreng, beralih pada wajah Mama tirinya dengan pandangan tak tertarik.

"Ya gitu." jawabnya singkat.

"Gitu gimana? Ini udah mau ujian akhir Mars, sebentar lagi kamu lulus dan-"

"Apa?"

Mars sepenuhnya kehilangan selera makan. Lelaki itu mendengus malas, lagipula untuk apa wanita ini peduli pada bagaimana ia bersekolah?

Lalu saat Papa meletakkan sendok garpunya ke meja, hingga dentingnya memekak telinga, Mars semakin kehilangan minatnya pagi itu.

"Nilai kamu harus naik terus, ingat ya kamu ini harus bisa mengelola perusahaan. Kalau terus-terusan seperti ini, gimana kamu mau membuat perusahaan Papa maju?"

"Kayak gimana maksud Papa?"

Suasana meja makan semakin senyap. Sementara Mars mencoba bertahan di sana meski sekujur tubuhnya menolak berada di sana.

"Papa lihat grafik nilai kamu sekarang turun, kamu udah kelas tiga Mars!"

"Iya, aku tahu."

"Jangan iya-iya aja, tapi buktikan! Jangan jadi kayak Mama kamu yang cuma nyusahin Papa aja dulu."

"Kenapa Papa jadi bawa-bawa almarhumah Mama?" Mars bertanya dengan nada yang sarat akan kebencian. Lelaki itu menatap wajah Papa, hati Mars seakan teriris-iris kala Papa balik menatapnya dengan sorot mata tajam. Seakan-akan tidak terima saat ia mulai bersuara untuk membantahnya.

"Kenapa Papa selalu bawa-bawa Mama? Kenapa aku selalu kelihatan nggak pernah bener di mata Papa?" tanyanya dengan suara tenang, seperti riak air danau, nyaris tidak ada buihnya.

"Papa seperti ini demi kebaikan kamu, Mars! Contoh Alaska. Dia selalu konsisten sama apa yang dia mau, nggak neko-neko. Bukannya Papa mau banding-bandingin kalian, Papa cuma mau kamu contoh Alaska dan hidup lurus."

"Selama ini aku juga udah berusaha jadi yang terbaik di sini. Dari kelas satu nilai aku selalu bagus, cuma karena sekarang turun, Papa nyalahin aku? Gampang banget jadi Papa."

Mars menatap Papa dengan perasaan yang semakin keruh. Sementara Mama, Alaska, dan Amarta-anak Papa dan Mama tirinya tetap melanjutkan makan tanpa suara.

"Sekolah Alaska jauh lebih baik dan internasional dari sekolah kita. Seharusnya kamu bisalah contoh dia."

Memang sekolah mereka memiliki taraf yang berbeda. Bisa dikatakan kalau sekolah Alaska lebih bagus daripada sekolah yang didirikan Papa.

"Pa," Mama menyela. Menyentuh pundak Papa pelan namun cukup membuat lelaki itu bungkam tanpa suara. "Udahlah, kasihan kalau Mars selalu kamu tekan seperti itu."

Senja Milik Bumi (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang