꧁𝕾𝖊𝖓𝖏𝖆 𝕸𝖎𝖑𝖎𝖐 𝕭𝖚𝖒𝖎꧂
Lepas tanpa harus menjadi beban, belajar menerima ketetapan yang digariskan Tuhan
SEJENAK gadis itu berhenti, hanya untuk menatap pantulan dirinya di cermin. Apalagi kakinya kebas sekali. Senja mengembuskan napas kasar, mendudukkan dirinya di selasar pertokoan. Melihat sepatu sekolahnya yang sudah terlihat mengenaskan.
Senja masih tidak ingin pulang sekarang. Ia takut, takut jika yang dikatakan Bumi memang benar.
Maka sekarang, apa yang harus Senja lakukan?
***
"Lo mau balik sekarang? Nggak mau main dulu, gitu?"
Lelaki yang sedang merapikan buku itu tersenyum melihatnya, sedang Mars hanya menggeleng dan meraih tasnya. "Gue ke sini kan buat belajar, bukan buat main. Gue balik dulu."
"Lurus banget, kali-kali belok dikit, kek. Belajar mulu deh kayaknya yang ada di otak lo."
Ia tidak peduli pada yang orang lihat tentangnya. Menurutnya, tidak ada orang yang benar-benar baik di dunia. Karena baik itu pilihan bukan kewajiban.
Mars berlalu, memainkan kunci mobilnya di tangan kanan dengan tas yang menggantung di punggung. Sesekali lelaki itu menghembuskan napas kasar.
Ngomong-ngomong bagaimana keadaan Senja dan Bumi, ya?
Ah, itu bukan urusannya.
Lagipula ia sudah selesai, kan membantu Senja mengetahui alasannya?
Mars melempar pandangan, menangkap manusia-manusia yang menghias wajahnya dengan tawa suka cita. Tidak ada yang tahu itu benar adanya atau hanya topeng semata.
Kemudian langkah lelaki itu terhenti. Ia mendapati seorang gadis di seberang jalan. Terduduk dengan merengkuh lututnya seperti kedinginan. Lalu Mars menghapus jarak antar keduanya, penasaran dengan apa yang gadis itu lakukan di sana. Namun saat gadis itu mendongak, Mars menangkap binar keputusasaan dari matanya... dan ia tidak menyukainya.
Gadis itu adalah Senja, yang sekarang seperti kertas putih; kosong. Berbanding terbalik saat gadis itu tertawa, warna terpancar dari matanya. Mereka saling pandang, walau hanya beberapa detik... namun terasa seperti selamanya.
***
"Baterai HP aku abis, uang juga abis. Sekarang gimana caranya buat pulang?" Ia menghembuskan napas kasar, "tolol banget emang kamu, Ja. Nggak ngotak!"
Senja sedang memikirkan banyak hal; tentang betapa bodoh dirinya, juga bagaimana cara pulang tanpa harus merasa lelah. Tidak mungkin ia pulang ke rumah dengan jalan kaki, kan?
Gadis itu menunduk, merengkuh tubuhnya saat angin kencang menerpa. Ia menggaruk tanah dengan jari, lalu remang cahaya yang tadi menemaninya, mendadak hilang digantikan dengan bayang hitam. Gadis itu mendongak dan mendapati seseorang yang selalu datang saat ia membutuhkan. Ini memang kebetulan, seperti semesta seolah sedang mempermainkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Milik Bumi (Completed)
Nonfiksi[SELESAI] Aku perlu puluhan malam agar aku paham apa yang kamu katakan. Bahwa kamu memang akan pergi meninggalkan. Bahwa senja adalah tanda perpisahan. Jika kita tidak ditakdirkan untuk bersatu Rindukan aku seperti pasir yang mengukir jejak kita yan...