꧁𝕾𝖊𝖓𝖏𝖆 𝕸𝖎𝖑𝖎𝖐 𝕭𝖚𝖒𝖎꧂
Hari ini aku sadar satu hal
Ada patah di setiap katamu terucap
Juga ada ragu di setiap sosok yang kamu tatap.Sekarang, aku akan berjalan di sampingmu sebagai pelengkap.
Happy reading....
SUDAH lima menit Senja dibuat bingung oleh buku novel yang ia pegang di tangan kanan dan kaset baru yang diberikan Bulan padanya di tangan kiri. Jadi, yang mana dulu yang harus Senja pilih? Ia suka membaca dan mendengarkan lagu. Tapi tidak mungkin juga jika ia membaca sambil mendengarkan lagu. Bukan konsentrasi yang didapat, justru anggukan kepala yang hebat.
Sepulang dari cafe, Senja langsung membersihkan diri karena sebagian tubuhnya basah. Lalu duduk menemani Langit minum teh.
"Kamu itu lagi ngitung utang atau dosa sih, Ja? Udah lima menit kamu cuma bolak-balik itu barang."
Senja menggelengkan kepala. "Menurut Abang, kalau aku baca novel ini dulu, kaset yang ini bakal marah nggak ya?"
"Sama aja kali, Ja." Dari posisi duduknya, Senja mendengar suara decitan kursi yang beradu dengan tawa lelaki itu. "Ujung-ujungnya juga kamu baca dan dengerin, kan?"
"Iya juga, ya." Jadi, Senja memilih novel itu dulu. Tanpa ragu, ia mulai membaca tulisan pada lembar novel itu.
"Kamu udah minum obat?"
"Udah kok." Senja menghembuskan napas pelan. "Lagian juga jarang kumat, kok."
"Jaga-jaga aja, nanti jangan tidur kemalaman. Jangan baca novel terus, belajarlah sekali-kali."
"Iya. Bawel, ah!"
"Besok jangan bangun kesiangan. Ada alarm itu dipasang, jangan malah kamu masukin ke dalam aquarium terus!"
Senja berdecak. "Seharusnya Abang yang pasang alarm banyak-banyak, tidur udah kayak simulasi mau meninggal." ejeknya.
"Heh mulutnya!"
"Ayah sama Bunda kapan pulang?"
"Belum tahu." Langit menyesap tehnya diiringi dengan satu tarikan napas panjang, lalu tersenyum kemudian. "Tumben tehnya lumayan. Biasanya kan bisa bikin Abang mati cepet kena diabetes. Resepnya ganti?"
"Nggak ganti kok." Senja meraih kaset, buku, juga ponselnya. "Senja ke atas dulu, ya?"
"Iya, jangan begadang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Milik Bumi (Completed)
Non-Fiction[SELESAI] Aku perlu puluhan malam agar aku paham apa yang kamu katakan. Bahwa kamu memang akan pergi meninggalkan. Bahwa senja adalah tanda perpisahan. Jika kita tidak ditakdirkan untuk bersatu Rindukan aku seperti pasir yang mengukir jejak kita yan...